Sukses

Gubernur Perry Warjiyo Janji Tak akan Naikkan Suku Bunga Acuan Lagi 

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan, Bank Indonesia belum ada rencana menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) secara berlebihan di tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan, Bank Indonesia belum ada rencana menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) secara berlebihan di tahun ini.

Menurut Perry, suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen dianggap sudah memadai.

BI7DRR saat ini mampu membawa inflasi inti tetap berada di 3 plus minus 1 persen pada semester I 2023, dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) kembali dalam sasaran 3 plus minus 1 persen pada semester II 2023.

Sebagai catatan, Bank Indonesia telah menaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 225 bps secara akumulatif sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75 persen.

"Suku bunga ke depan gimana? statement kami tetap sama bahwa 5,75 persen itu telah memadai sejak Januari 2023, sehingga dengan memadai itu belum ada rencana menaikkan kembali. Cerminan memadai dari Januari, Maret, April tidak menaikkan suku bunga 5,75 persen, cukuplah untuk itu," kata Perry dalam konferensi Pers KSSK, Senin (8/5/2023).

Lebih lanjut, meskipun Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) kembali menaikkan Fed Fund Rate (FFR) atau suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 5,00 – 5,25 persen. Upaya Fed mendongkrak suku bunga terus menerus ini dalam perjuangannya menstabilkan angka inflasi yang mengganas.

"Pertanyaannya tentu saja bahwa Fed fund rate seusai prediksi BI kemarin kenaikan terakhir 5,25 akan melihat kembali dampak pengetatan yang dilakukan pada penurunan inflasi disana. Itu sesuai dengan prediksi BI," ujar Perry.

Menurut Perry, meskipun The Fed menaikkan suku bunga, Bank Indonesia tidak akan menaikkan suku bunga dalam negeri. DIlansir dari hasil RDG 18-19 April 2023 lalu, tekanan inflasi terus menurun dan mendukung stabilitas perekonomian.

Tekanan Inflasi

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) secara bulanan tercatat 0,18 persen (mtm) lebih rendah dari pola historisnya di periode awal bulan Ramadhan, sehingga secara tahunan turun dari level bulan sebelumnya sebesar 5,47 persen (yoy) menjadi 4,97 persen (yoy).

Tekanan inflasi yang terus menurun tersebut dipengaruhi oleh dampak positif kebijakan moneter Bank Indonesia yang pre-emptive dan forward looking serta sinergi yang erat dalam pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam TPIP dan TPID melalui penguatan GNPIP di berbagai daerah.

Lebih lanjut, Bank Indonesia pun optimis, kenaikan Fed Fund rate sebesar 5,25 persen kemungkinan akan menjadi yang terakhir di tahun ini. Oleh karena itu, Bank Indonesia semakin percaya diri jika nilai tukar rupiah Indonesia akan menguat.

"Dengan kenaikan Fed Fund rate 5,25 persen itu mungkin yang terakhir, makannya BI semakin confident rupiahnya akan menguat. Tempo hari belum menguat karena belum ada kepastian dari fed fund rate, sekarang ada kepastian dan rupiah bakal menguat mengarah pada nilai fundamentalnya," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tok, BI Pertahankan BI7DRR Sebesar 5,75 Persen

Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 April 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen. Sementara, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility tetap sebesar 6,50 persen.

"Keputusan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter yang pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi Pers RDG periode April 2023, Selasa (18/4/2023).

Bank Indonesia meyakini bahwa BI7DRR sebesar 5,75 persen memadai untuk mengarahkan inflasi inti tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1 persen di sisa tahun 2023, dan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal dari perkiraan sebelumnya.

Disisi lain, kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah juga terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar Rupiah.

Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan sebagai berikut:

Pertama, memperkuat operasi moneter untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter sejalan dengan keputusan BI7BDRR.

Kedua, memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation, melalui intervensi di pasar valas dengan transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Ketiga, melanjutkan twist operation melalui penjualan SBN di pasar sekunder untuk tenor pendek guna meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN khususnya bagi masuknya investor portofolio asing dalam rangka memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah.

3 dari 4 halaman

Kebijakan Lain

Keempat, melanjutkan kebijakan implementasi makroprudensial akomodatif dengan mempertahankan rasio countercyclical capital buffer tetap sebesar nol persen, rasio intermediasi makroprudensial (RIM) tetap pada kisaran 84-94 persen, serta rasio penyangga likuiditas makroprudensial sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 6 persen, dan rasio penyangga likuiditas makroprudensial syariah sebesar 4,5 persen.

Kelima, memberlakukan peningkatan insentif kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas yang belum pulih, kredit usaha rakyat (KUR) dan kredit pembiayaan hijau sejak 1 April 2023.

Keenam, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman kepada analisis terhadap suku bunga sektor-sektor yang terkait dengan pengembangan hilirisasi.

Ketujuh, memperkuat digitalisasi sistem pembayaran untuk meningkatkan efisiensi transaksi dan perluasan ekosistem Ekonomi dan Keuangan Digital (EKD), antara lain dengan implementasi: (i) QRIS antarnegara Indonesia-Malaysia; dan (ii) Kartu Kredit Pemerintah (KKP) domestik fisik yang berkoordinasi erat dengan Pemerintah dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) bersamaan dengan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) pada awal bulan Mei 2023.

4 dari 4 halaman

Langkah Lain

Kedelapan, memperkuat kebijakan sistem pembayaran selama periode libur Ramadan dan Idul Fitri 1444 H, dengan memastikan ketersediaan, keandalan, dan keamanan sistem pembayaran Bank Indonesia dan sistem pembayaran industri, termasuk memantau keandalan sistem peserta dalam memberikan pelayanan transaksi sistem pembayaran, serta memastikan ketersediaan uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),

Terakhir, memperkuat kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas yang bersinergi dengan instansi terkait.

"Selain itu, Bank Indonesia berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023, khususnya melalui jalur keuangan," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.