Sukses

Tanggapan DJP soal Dugaan Adaro Hindari Pajak Lebih Besar

Ditjen Pajak angkat bicara soal laporan Global Wittness mengenai dugaan penghindaran pajak lebih besar oleh Adaro Energy.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan akan mempelajari laporan Global Witness yang menyebutkan PT Adaro Energy Tbk mengalihkan keuntungan sehingga menghindari pajak lebih besar.

"Kami akan pelajari laporan tersebut, tetapi kami juga tidak bisa menyampaikan data atau informasi spesifik terkait wajib pajak tertentu," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Jumat (5/7/2019).

Sebelumnya, laporan Global Witness berjudul Taxing Times for Adaro yang dirilis pada Kamis 4 Juli 2019 menyebutkan kalau dari 2009-2017, PT Adaro Energy Tbk melalui anak usahanya di Singapura, Coaltrade Services International membayar USD 125 juta atau lebih sedikit dari yang seharusnya dilakukan di Indonesia.

Dengan mengalihkan lebih banyak dana melalui tempat bebas pajak, Adaro Energy mungkin telah mengurangi tagihan pajak Indonesia dan uang yang tersedia untuk pemerintah Indonesia untuk layanan-layanan publik penting hampir USD 14 juta per tahun.

"Operasi lepas pantai Adaro yang luas tampaknya sangat kontras dengan citra publik mereka yang dibangun dengan hati-hati dalam memberikan kontribusi ke Indonesia. Pada saat yang sama dengan perusahaan sudah mendapatkan keuntungan dari jaminan pemerintah untuk pembangkit listrik besar, itu menumbuhkan jaringan lepas pantai yang kompleks dan memindahkan sejumlah besar uang ke luar negeri," ujar Climate Change Campaign Manager Global Witness, Stuart McWilliam, seperti dikutip dari laporan tersebut, Jumat pekan ini.

"Investigasi kami sebelumnya telah menunjukkan kalau kegiatan tax haven dari perusahaan batu bara Indonesia dapat menambah risiko keuangan terhadap dampak lingkungan yang berbahaya. Sekarang jelas industri batu bara Indonesia menjadi risiko reputasi," tambah dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Coaltrade untuk Pasarkan Produk di Pasar Internasional

Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk, Garibaldi Thohir menuturkan, Adaro sebagai perusahaan publik menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) dan senantiasa patuh terhadap aturan yang berlaku termasuk aturan perpajakan.

Selama bertahun-tahun, Adaro terpilih sebagai wajib pajak yang menerima apresiasi dan penghargaan atas kontribusinya terhadap penerimaan negara, patuh terhadap peraturan perpajakan serta responsif.

"Sebagai perusahaan nasional, Adaro berkomitmen untuk berkontribusi bagi pembangunan dan kemajuan ekonomi Indonesia melalui pembayaran pajak dan royalti. Tahun 2018 Adaro telah memberikan kontribusi kepada negara senilai USD 721 juta," ujar Garibaldi.

Kontribusi tersebut antara lain USD 378 juta dalam bentu royalti dan USD 343 juta dalam bentuk pajak.

"Perlu kami sampaikan Coaltrade Services International Pte Ltd merupakan salah satu perusahaan grup Adaro yang berbasis di Singapura untuk memasarkan Adaro di pasar internasional. Sebagai kantor pemasaran internasional, Coaltrade Services International Pte Ltd berperan penting untuk memperluas pasar internasional dengan tetap berpegangan pada ketentuan Harga Patokan batubara serta aturan perpajakan dan royalti yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia," kata dia.

Informasi yang berkaitan dengan transaksi afiliasi dengan Coaltrade Services International Pte Ltd serta pembayaran pajak dan royalti diungkapkan dalamm laporan keuangan perusahaan yang dapat dilihat di situs resmi perseroan www.adaro.com dan regulator www.idx.co.id.

 

3 dari 3 halaman

Laporan Global Wittness

Sebelumnya, PT Adaro Energy Tbk (ADRO), salah satu perusahaan batu bara di Indonesia dikabarkan telah mengalihkan keuntungan dari batu bara yang ditambang di Indonesia. Hal ini untuk menghindari pajak di Indonesia.

Hal tersebut berdasarkan laporan Global Witness berjudul Taxing Times for Adaro yang dirilis pada Kamis 4 Juli 2019.

Dari laporan itu disebutkan kalau dari 2009-2017, perseroan melalui anak usahanya di Singapura, Coaltrade Services International membayar USD 125 juta atau lebih sedikit dari yang seharusnya dilakukan di Indonesia.

Dengan mengalihkan lebih banyak dana melalui tempat bebas pajak, Adaro mungkin telah mengurangi tagihan pajak Indonesia dan uang yang tersedia untuk pemerintah Indonesia untuk layanan-layanan publik penting hampir USD 14 juta per tahun.

“Operasi lepas pantai Adaro yang luas tampaknya sangat kontras dengan citra publik mereka yang dibangun dengan hati-hati dalam memberikan kontribusi ke Indonesia. Pada saat yang sama dengan perusahaan sudah mendapatkan keuntungan dari jaminan pemerintah untuk pembangkit listrik besar, itu menumbuhkan jaringan lepas pantai yang kompleks dan memindahkan sejumlah besar uang ke luar negeri,” ujar Climate Change Campaign Manager Global Witness, Stuart McWilliam, seperti dikutip dari laporan tersebut, Jumat (5/7/2019).

“Investigasi kami sebelumnya telah menunjukkan kalau kegiatan tax haven dari perusahaan batu bara Indonesia dapat menambah risiko keuangan terhadap dampak lingkungan yang berbahaya. Sekarang jelas industri batu bara Indonesia menjadi risiko reputasi,” tambah dia.

Laporan keuangan menunjukkan, nilai total komisi penjualan yang diterima Coaltrade dengan pajak rendah di Singapura meningkat rata-rata secara tahunan dari USD 4 juta sebelum 2009 menjadi USD 55 juta dari 2009-2017. Lebih dari 70 persen batu bara yang dijualnya berasal dari anak perusahaan Adaro Energy di Indonesia.

Peningkatan pembayaran mendorong keuntungan di Singapura, dengan pengenaan rata-rata pajak tahunan 10 persen. Sedangkan keuntungan dari komisi perdagangan batu bara perseroan di Indonesia mungkin akan dikenakan pajak di Indonesia dengan tingkat lebih tinggi secara rata-rata tahunan sekitar 50 persen. Global Witness pun meminta Adaro untuk berkomentar mengenai hal itu tetapi belum menerima jawaban.

Laporan itu juga menyebutkan, pada 2008, Adaro membayar USD 33 juta untuk menyelesaikan perselisihan dengan otoritas pajak Indonesia atas aturan sebelumnya dengan Coaltrade. Sebagian besar dari keuntungan yang terdaftar di Singapura tampaknya telah dipindahkan ke luar negeri, ke salah satu anak perusahaan Adaro di Mauritius, yang tidak dikenakan pajak sama sekali sebelum 2017 dan mungkin masih belum.

Laporan tersebut juga menemukan Adaro baru-baru ini akuisisi anak perusahaan di Labuan, Malaysia yang merupakan surge pajak. Hal ini untuk membeli saham tambang batu bara di Australia.

Pada saat yang sama, Adaro juga telah memperluas jaringan offshore, dan akan diuntungkan oleh jaminan keuangan pemerintah Indonesia untuk pembangkit listrik tenaga batu bara Batang senilai USD 4 miliar, seperti disebutkan dalam laporan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.