Sukses

Hercules Rasa The Rock dan Kelahiran Sebuah Epos Kepahlawanan

Hercules yang disutradarai Brett Ratner mengandaikan bagaimana kisah sesungguhnya mitos sang wirawan alias hero.

Liputan6.com, Jakarta Setiap peradaban konon memiliki mitos pahlawan super masing-masing.

Dari India, kita mengenal kisah Mahabharata tentang perang antara kebaikan (Pandawa) melawan kejahatan (Kurawa) dengan para dewa ikut serta di dalamnya. Dari Tiongkok, misalnya, ada cerita Perjalanan ke Barat mencari kitab suci oleh seekor kera sakti. Dalam perjalanan, ia harus menghadapi siluman jahat dan juga dibantu para dewa. Di Indonesia, kita mengenal lakon pewayangan Mahabharata yang telah diadaptasi dengan rasa lokal.

Sedang dari Yunani, misalnya, kita mengenal epos kepahlawanan. Epos adalah cerita dalam bentuk syair tentang perbuatan gagah seorang dewa atau hero dan peristiwa yang bermakna pada sebuah kebudayaan atau bangsa.

Dalam epos, seorang hero selalu diidentifikasi secara genetis sebagai sosok pribadi yang lahir dari pernikahan antara dewa dengan manusia.

Epos kepahlawanan Hercules masuk kategori itu.

Hercules adalah manusia setengah dewa, putra dewa Zeus dari perkawinannnya dengan seorang wanita manusia biasa. Hal ini membuat istri Zeus, Hera cemburu. Ia ingin membunuh Hercules. Hera lalu memberi janji pada Hercules untuk tak mengganggu hidupnya lagi dengan syarat Hercules harus tuntas melakukan tugas-tugasnya. Yang dimaksud dengan tugas adalah Hercules harus mengalahkan monster-monster jahat.

***

Begitu kira-kira epos kepahlawanan Hercules yang kita kenal selama ini. Pertanyaannya, benarkah kisahnya seperti itu? Apakah di zaman dahulu pernah hidup sosok manusia setengah dewa yang mampu menaklukkan monster semacam ular berkepala banyak Hydra?

Tentu saja kisah itu hanya mitos. Sejarah mencatat, nenek moyang peradaban Yunani dimulai tiga ribu tahun SM saat bangsa Aegea tinggal dan mencipta peradaban di laut Mediterania. Dari situ, selama zaman perunggu, dari 3000 hingga 1200 SM, berkembang peradaban yang pada akhirnya berevolusi menjadi peradaban Yunani kuno (1100-146 SM). Epos Hercules, Iliad, atau Odysseus lahir dari masyarakat di sana.

Tidak ada yang tahu benar-benar bagaimana epos Hercules lahir. Nah, film ini, Hercules yang disutradarai Brett Ratner mengandaikan bagaimana kisah sesungguhnya mitos sang wirawan alias hero.

Menurut film ini, yang diangkat dari novel grafis karya Steve Moore, Hercules sejatinya manusia biasa. Dia punya pekerjaan sebagai tentara bayaran bersama kawan-kawannya. Sebagai tenaga bayaran, Hercules bekerja demi uang. Orang kaya, bangsawan, atau raja menyewa Hercules dan kawan-kawan menunaikan tugas lalu menerima sekarung uang bila tugas sudah
ditunaikan.

Dalam epos Hercules yang ini, aslinya ia adalah kstaria dari Athena yang kemudian terusir karena disalahkan atas kematian istri dan anak-anaknya. Sebagai kstaria yang terusir, Hercules mencari penghidupan sebagai tentara bayaran.

Lantas, inikah kisah Hercules sesungguhnya?

Selanjutnya>>

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mendudukkan Hercules

Meski zaman kini sudah modern, epos kepahlawanan tak surut. Pahlawan super seperti Superman, Batman, Spider-Man, Iron Man, dan yang lain pada hakikatnya sama saja dengan mitos-mitos zaman dahulu yang dikenal nenek moyang kita.

Lantaran kita sudah begitu akrab dengan mitos kepahlawanan sejak zaman dahulu, kita bisa dengan mudah mencintai kisah superhero modern.

Sejak awal 2000-an, jagad sinema Hollywood mengalami apa yang kini disebut zaman keemasan film superhero. Teknologi sinema mutakhir memungkinkan khayalan menggambarkan kehebatan super sang pahlawan bisa terwujud di layar. Efek khusus hasil rekayasa komputer bisa mewujudkan apa saja, entah manusia terbang atau perang di luar angkasa.

Satu lagi tren yang menyempil di antara masa keemasan film superhero: Hollywood sedang gandrung untuk menceritakan ulang sebuah kisah dalam versi yang berbeda dari yang kita kenal sebelumnya.

Maka, kita pun melihat Batman diceritakan ulang oleh Christopher Nolan dalam trilogi The Dark Knight, Superman diceritakan ulang lewat Man of Steel, bahkan dongeng Sleeping Beauty pun diceritakan ulang dengan cerita sedikit beda lewat Maleficent.

Satu hal yang menjadi ciri reboot masa kini adalah kita, penonton, tampak diyakinkan betul kalau cerita ulang yang disajikan di depan mata kita adalah kisah yang sesungguhnya.

Nah, dalam konteks reboot itu epos Hercules kita dudukkan. Dengan begitu pula jadi tak penting lagi apa reboot alias pengisahan ulang versi baru ini yang sesungguhnya terjadi alias kenyataan sejarah. Sebab, sejatinya, pengisahan kembali adalah konstruksi ulang dari sesuatu yang sudah kita akrabi.

Kita tak bisa menganggap Batman rasa Christopher Nolan adalah cerita batman yang sesungguhnya atau `Maleficent` adalah dongeng yang disembunyikan dari kisah Putri Tidur. Tidak begitu cara kerjanya.

Mudahnya, semua praktek reboot yang terjadi di jagad sinema kiwari adalah pada hakikatnya adalah perpanjangan dari penceritaan sebuah mitos. Legenda sudah turun-temurun diwariskan dari satu generasi ke generasi lain dengan sedikit banyak ada perubahan di dalamnya. Praktek reboot lahir dalam tradisi itu.

***

Syahdan, Hercules versi Brett Ratner (trilogi Rush Hour) dari novel grafis Steve Moore memasang Dwayne "The Rock" Johnson sebagai si manusia setengah dewa yang sesungguhnya adalah manusia biasa yang menjadi tentara bayaran.

Di film ini dikisahkan bagaimana mitos Hercules lahir. Masyarakat Yunani yang menyukai cerita para dewa takjub dengan penceritaan Hercules sebagai setengah dewa menaklukkan monster-monster dalam tugasnya.

Ceritanya dilebih-lebihkan oleh keponakan Hercules yang ikut dalam rombongan. Sebuah petualangan perang melawan manusia atau binatang buas biasa, dikisahkan ulang olehnya jadi cerita melawan monster nan perkasa. Dialah si juru cerita yang membangun mitos Hercules.

Bagi saya, inilah bagian yang paling menarik dari Hercules. Diri ini sempat berpikir, mungkin pada awalnya beginilah sebuah epos kepahlawanan lahir: ada juru cerita yang lebay, melebih-lebihkan sebuah perang antar manusia menjadi manusia setengah dewa melawan monster jahat.

Dalam episode petualangan Hercules si manusia biasa yang dimitoskan setengah dewa yang ini kita bisa mengidentifikasi ceritanya seperti dipinjam dari lakon Seven Samurai Akira Kurosawa: sekelompok jagoan dibayar untuk melindungi sebuah tempat.

Yang ini kisahnya sedikit dibelokkan. Raja yang dilindungi Hercules versi The Rock ternyata bukanlah sosok yang baik. Ah, saya mulai spoiler. Sebaiknya saya sudahi ulasan ini sampai di sini.... (Ade/Mer)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.