Sukses

Ekonom Minta Pemerintah Percepat Belanja APBN dan APBD demi Bangkitkan Permintaan

Pemerintah harus menyegerakan belanja negara yang implementasinya belum maksimal.

Liputan6.com, Jakarta Implementasi kebijakan ekonomi yang digagas pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19 dinilai belum dapat terealisasi dengan baik. Pemerintah diminta mendorong belanja APBN dan APBD demi menggenjot permintaan masyarakat.

Kebijakan pemerintah saat ini hanya fokus menggelontorkan stimulus di sisi penawaran (supply) saja, seperti subsidi bunga, penjaminan, insentif perpajakan hingga penempatan dana dan dukungan pemerintah, sementara sisi permintaan (demand) seperti penyaluran bansos, BLT dan lainnya masih tertinggal.

"Kebijakan seperti relaksasi pajak, restrukturisasi bahkan dibolehkan mendapatkan kredit baru sudah diberikan, tapi itu nggak mudah. Bagaimana kalau dunia usaha tidak ada penawaran dikasih kredit? Kalau dipaksakan, malah jadi kredit macet 1-2 tahun ke depan," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Aviliani dalam diskusi daring, Jumat (17/7/2020).

Menurut Aviliani, penyaluran kredit tidak perlu dipaksakan, melainkan harus berjalan seiring dengan penciptaan permintaan. Oleh karenanya, pemerintah harus menyegerakan belanja negara yang implementasinya belum maksimal.

Misalnya, belanja kesehatan yang masih 5,12 persen, lalu penyaluran bantuan sosial dan bantuan langsung tunai yang lambat. Kondisi ini dinilai akan menghambat terciptanya permintaan.

"Menurut saya belanja APBN dan APBD harus lebih cepat, jadi menimbulkan demand, kalau demand meningkat otomatis perbankan akan menyalurkan kredit," katanya.

Kinerja perbankan beriringan dengan kinerja dunia usaha. Jika dunia usaha tidak berjalan, maka tidak mungkin perbankan bisa menyalurkan kredit.

"Jadi bisnis jalan, bank jalan. Kalau demand-nya nggak dicreate, kredit nggak ada yang minta. Padahal, target penyaluran kredit yang diminta pengawas cukup tinggi," jelas dia.

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Deretan Capaian Kinerja APBN 2019

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2019 kepada DPR RI.

Dalam paparannya, Sri Mulyani mengatakan di dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tersebut menunjukkan beberapa capaian yang cukup baik.

"Perekonomian Indonesia tahun 2019 mampu tumbuh 5,02 persen, atau sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 5,17 persen," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2019-2020, di Kompleks Parlemen DPR RI, Jakarta, Kamis (16/7/2020).

Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pemerintah Pusat menyusun dan menyajikan LKPP berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. Salah satunya yakni Laporan Realisasi APBN.

Dalam Laporan Realisasi APBN TA 2019, dijelaskan bahwa realisasi Pendapatan Negara sebesar Rp 1.960,6 triliun atau 90,6 persen dari anggaran pendapatan pada APBN TA 2019.

Pendapatan Negara TA 2019 tersebut meningkat Rp 16,9 triliun atau 0,9 persen dibandingkan dengan realisasi TA 2018. Realisasi tersebut terdiri dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 1.546,1 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 408,9 triliun, dan Penerimaan Hibah sebesar Rp 5,5 triliun.

“Belanja negara di APBN 2019 baik dalam bentuk belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa berperan cukup besar dalam memberikan stimulus terhadap perekonomian,” papar Menkeu.

Pada TA 2019, realisasi Belanja Negara mencapai Rp 2.309,3 triliun atau 93,8 persen dari anggaran belanja pada APBN TA 2019. Jumlah ini terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1.496,3 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 812,9 triliun. Realisasi Belanja Negara tersebut meningkat Rp 96,2 triliun atau 4,3 persen dibandingkan dengan realisasi belanja pada TA 2018.

Berdasarkan realisasi Pendapatan dan Belanja Negara, Defisit APBN TA 2019 tercatat sebesar Rp 348,7 triliun. Defisit anggaran tersebut selanjutnya ditutup dengan Pembiayaan (neto) sebesar Rp 402,1 triliun, yang berasal dari sumber-sumber Pembiayaan Dalam Negeri (neto) sebesar Rp 419,6 triliun dan Pembiayaan Luar Negeri (neto) sebesar minus Rp17,5 triliun.

Dengan demikian, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dalam TA 2019 sebesar Rp 53,4 triliun.

“Defisit APBN direalisasikan untuk mendukung kebijakan APBN yang bersifat ekspansif dan countercyclical,” ujar Menkeu.

Pemerintah berkomitmen dan konsisten melakukan pengelolaan defisit secara optimal, sehingga peran APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal dapat berjalan dengan baik, kredibel, dan efisien, serta mampu menjaga keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability).

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.