Sukses

Wakil Ketua DPR: Kita Harus Hargai Sabda Raja Sri Sultan

Menurut Taufik Kurniawan, Sabda Raja adalah bagian keistimewaan dan kultural dari Yogyakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Warga Yogyakarta saat ini tengah diramaikan dengan Sabda Raja yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Salah satunya tentang pergantian nama Sri Sultan Hamengku Buwono menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono.

Di mana gelar yang dihapus tersebut juga tercantum di UU Nomor 13 Tahun 2012, di bagian ketentuan umum, sebagai bagian tak terpisahkan dari UU Keistimewaan Yogyakarta.

Terkait hal tersebut, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan Sabda Raja Sri Sultan hanya bisa dimengerti oleh pihak Keraton, Yogyakarta, di mana pihak luar tak bisa melakukan intervensi.

"Undang-Undang Keistimewaan Yogya sudah diakui. Kita ini negara demokrasi juga. Masalah Sabda Raja, itu diserahkan kepada internal. Sabda Pendeta Ratu (Hamengku Buwono X) itu kan di luar konstitusi kita, karena itu bagian Keraton. Hanya Keraton yang mengerti," ujar Taufik di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (8/5/2015).

Taufik juga enggan berspekulasi soal perubahan gelar salah satu putri Sultan, yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun. Pembayun berganti gelar menjadi GKR Mangkubumi.

"Bagaimana makna Mangkubumi, hanya Keraton yang bisa menjawab. Jadi kita belum bisa menjawab apa-apa soal bahasa simbol itu," jelas Taufik.

Menurut dia, hal ini adalah bagian keistimewaan dan kultural dari Yogyakarta. Politikus PAN itu pun meminta untuk menghargainya.

"Kita harus hargai (Sabda Raja Sri Sultan), kita pun tak bisa intervensi. Tapi kalau sudah menyangkut tata negara itu lain berbeda permasalahannya, tapi kembali lagi, ini masalah Keraton," jelas dia.

Kirim Tim

Sementara Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan akan mengirimkan tim untuk melakukan peninjauan ke Yogyakarta.

"Dalam waktu dekat akan datang ke Yogyakarta. Kita kan punya kewajiban untuk memantau," ujar Fadli Zon di Gedung DPR RI, Jakarta.

Menurut Fadli yang juga pernah menjadi ketua tim pemantau Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta, peninjauan itu dilakukan untuk mengetahui apakah Sabda Raja tersebut bertentangan dengan undang-undang atau tidak.

"Kita akan pelajari ini. Ini kan terkait masalah pewarisan tahta. Di dalam UU Keistimewaan juga diatur, karena itu kita akan pelajari," jelas dia.

Beberapa hari lalu, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan Sabda Raja di Siti Hinggil Keraton Yogyakarta pada Kamis 29 April 2015 dan Selasa 5 Mei 2015, serta Dawuh atau perintah raja. Adapun 5 poin Sabda Raja pertama adalah pergantian nama Sri Sultan Hamengku Buwono menjadi Sri Sultan Hamengku Bawono. Kedua, gelar Sultan tentang Khalifatullah dihapuskan.

Ketiga, penyebut kaping sedasa diganti kaping sepuluh. Keempat mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Kelima yaitu menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun.

Namun perintah raja yang dikeluarkan Sultan Hamengku Buwono X tersebut ditentang adik-adiknya. Khususnya perubahan gelar putri sulung Sultan, yakni Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun yang berganti gelar menjadi GKR Mangkubumi alias putri mahkota. (Han/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini