Sukses

Kenalkan Puasa pada Anak, Jangan Lupa Beri Dukungan Meski Baru Sampai Dzuhur

Ketua 3 Pengurus Pusat IDAI, Dr Bernie Endyarni Medise mengingatkan soal pentingnya memberi dukungan dan pujian saat anak baru belajar puasa.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua 3 Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr Bernie Endyarni Medise, SpA(K), MPH mengingatkan soal pentingnya memberi dukungan dan pujian saat anak belajar puasa.

"Untuk membantu anak siap berpuasa dan belatih puasa, kalau dia ingin mencoba, tentunya kita harus support (dukung)," ujar Bernie dalam media briefing bersama IDAI ditulis Senin, (10/4/2023).

"Kita bisa mencoba kalau pada anak yang kecil, coba berpuasa beberapa jam atau misalnya pada anak yang lebih kecil lagi, kita bisa misalnya kalau ada beberapa makanan yang sebenarnya dia senang sekali, nah pada bulan puasa ini coba makanannya (diberikan)," tambahnya.

Puasa Dilakukan Bertahap pada Anak

Bernie mengungkapkan bahwa puasa bisa dilakukan secara bertahap. Misal, puasa dilakukan beberapa jam dahulu, baru kemudian sampai dzuhur, dan dilanjut hingga maghrib jika sudah berhasil.

"Kita biarkan mereka mencoba dulu. Setelah itu, baru nanti ke tahapan yang lebih. Misal dari setengah hari berpuasa, ditambahkan lagi, ditambahkan lagi. Sehingga dia bisa mencoba satu hari penuh," kata Bernie.

Saat puasa pun, penting untuk melibatkan anak dalam sahur. Bernie menyarankan anak untuk ikut dibangunkan dan ikut sahur bersama orangtuanya.

"Jadi sudah kita perkenalkan, ada bulan Ramadhan, ada sahur. Ini tahapan yang kita bisa coba, supaya anak itu tidak merasa harus dipaksa berpuasa. Sehingga nanti dia merasa takut untuk berpuasa. Tunjukkan puasa bisa menyenangkan," ujar Bernie.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Berikan Pujian pada Anak Jika Bisa Puasa

Lebih lanjut Bernie mengungkapkan bahwa jangan lupa berikan pujian pada anak saat berhasil mencapai target puasa. Dengan begitu, anak bisa merasa jikalau dirinya tengah melakukan hal baik.

"Kalau dia sudah bisa berpuasa, misal baru setengah hari, kita beri pujian. 'Wah kamu hebat ya, sudah selesai berpuasa sampai dzuhur'. Nah, nanti besok mungkin bisa ditambah. Jadi dia merasa bahwa dirinya melakukan hal yang benar," kata Bernie.

Bernie menambahkan, mengajarkan anak berpuasa tidak berpacu pada usia anak. Melainkan harus sesuai dengan kesiapannya sendiri.

"Memang tidak ada batasan tertentu (untuk usia). Tapi idealnya, kalau anak itu sudah menunjukkan ketertarikan dan kesiapan untuk berpuasa. Tentunya kita bisa mencoba sesuai dengan tahapan perkembangan anak," ujar Bernie.

"Paling tidak anaknya sudah bisa menginfokan ke orangtuanya atau melakukan sesuatu kalau anaknya ini ingin berbuka, kalau dia tidak kuat. Itu yang paling penting sebenarnya," tambahnya.

3 dari 4 halaman

Anak Sudah Tertarik dan Siap, Belajar Puasa Boleh Dimulai

Bernie mengungkapkan bahwa saat anak sudah mengenal apa itu puasa dan nampak siap, maka orangtua boleh mulai mengajarkannya. Sedangkan dalam hal usia, pada usia enam hingga tujuh tahun anak biasanya sudah bisa untuk diajak berpuasa.

"Kalau misal dia sudah siap, dia tahu, tertarik untuk berpuasa, nah, kita boleh memperkenalkan kepada anak coba berpuasa. Paling tidak itu di usia enam atau tujuh tahun itu anak sudah bisa dan harus kita kenalkan berpuasa," kata Bernie.

"Karena pada usia tersebut, secara tubuh sudah siap. Dia sudah lebih mampu. Jadi masing-masing orangtua dan anak memiliki kesiapan masing-masing," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Kategori Anak yang Tidak Bisa Berpuasa

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) turut menjelaskan siapa saja anak yang tidak bisa berpuasa.

Pertama, anak yang kekurangan gizi. Pasalnya, anak yang mengalami malnutrisi butuh nutrisi yang banyak. Sedangkan, saat puasa, pemberian nutrisi mungkin akan terhambat.

"Anak malnutrisi, dia memang butuh nutrisi yang banyak. Jadi enggak boleh dia diajak puasa. Wong dia sedang kekurangan nutrisi. Oleh karena itu dia harus dicukupi, dipenuhi nutrisinya sampai dia status gizinya bagus, normal lagi, baru nanti bisa diajarkan berpuasa," ujar Piprim.

Selain itu, yang kedua, menurut Piprim adalah anak dengan penyakit kronis yang berat. Seperti TBC, kanker, atau diabetes melitus tipe 1.

"Nah, diabetes melitus tipe 1 itu ada beberapa panduannya. Itu mesti dikonsultasikan dengan dokternya, seperti apa pola puasa dan pola penyuntikan insulinnya karena anak dengan diabetes tipe 1 ini kan memang gula darahnya naik turun. Ini ada treatment khusus untuk anak-anak yang sakit seperti ini," kata Piprim.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.