Sukses

IDI Jabarkan Syarat dan Ketentuan Surat Sakit, Hanya Ada 2 Profesi yang Bisa Berikan

Surat sakit yang diberikan dari dokter tak bisa sembarangan diminta dan dibuat.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari lalu, surat sakit yang bisa diperoleh secara online viral di media sosial. Iklan tersebut terpampang dalam gerbong KRL Commuter Line dengan narasi yang menyebut surat sakit bisa didapatkan secara online hanya dalam waktu 15 menit.

Berkaitan dengan hal ini, Ketua Bidang Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr dr Beni Satria akhirnya menjabarkan syarat dan ketentuan detail perihal surat sakit.

Beni mengungkapkan bahwa idealnya surat keterangan atau surat sakit hanya boleh dibuat oleh dua profesi yakni dokter dan bidan. Itupun ada aturan yang berlaku dibaliknya.

"Jadi, kewenangan mengeluarkan surat itu adalah kewenangan dokter. Bukan dengan tenaga kesehatan lain. Artinya, tenaga kesehatan lain itu tidak punya kewenangan untuk mengeluarkan surat keterangan," kata Beni dalam media briefing ditulis Rabu, (28/12/2022).

"Boleh bidan. Bidan pun hanya boleh mengeluarkan surat keterangan karena pasiennya hamil atau pasiennya mual-mual, muntah, dan ternyata hamil. Maka surat keterangan itu boleh dikeluarkan oleh bidan. Atau pasien itu melahirkan di bidan," tambahnya.

Ketentuan soal surat keterangan yang dapat dibuat oleh dokter sendiri sudah tercantum dalam Pasal 35 UU 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Sehingga, aturannya jelas tercatat dalam hukum.

Beni menjelaskan, dokter yang membuat surat sakit pun harus sesuai dengan kompetensi. Misalnya, dokter umum seharusnya tidak bisa mengeluarkan surat untuk pasien yang sakit gigi dan menyarankannya untuk istirahat selama beberapa hari.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Surat Sakit Bisa Dikeluarkan Dokter, Tapi Tak Boleh Asal

Bila merujuk pada aturan yang berlaku, masing-masing dokter hanya diperbolehkan memberi surat sakit yang sesuai dengan profesinya. Terlebih, ada serangkaian proses yang harus ditempuh jikalau dokter hendak mengeluarkan surat itu.

"Dokter gigi pun dalam mengeluarkan surat keterangan hanya terkait dengan profesinya sebagai dokter gigi --- Itu wewenangnya dokter gigi, bukan dokter umum," ujar Beni.

"Jadi masing-masing harus sesuai dengan kewenangan dan profesi masing-masing. Itu dulu yang perlu diluruskan. Artinya, dokter umum juga tidak boleh mengeluarkan terkait istirahat seorang pasien yang dia sakit gigi."

Lebih lanjut Beni menuturkan bahwa surat sakit idealnya tidak boleh diminta oleh pasien. Melainkan harus disarankan oleh dokternya sendiri berdasarkan hasil pemeriksaan.

"Prinsipnya, surat keterangan itu diberikan, bukan diminta. Maksudnya apa? Surat keterangan itu seharusnya kita tidak diminta oleh pasien, idealnya. Jadi begitu ada dokter menerima pasien dan dia melihat kondisi pasiennya itu membutuhkan istirahat, maka dokter baru mengeluarkan surat keterangan agar yang bersangkutan istirahat," tegas Beni.

3 dari 4 halaman

Kebanyakan Pasien Minta Sendiri Surat Sakitnya

Beni mengungkapkan bahwa seringkali di lapangan, banyak pasien yang justru meminta sendiri surat sakitnya. Apalagi tak sedikit yang meminta surat sakit dengan waktu istirahat yang lama.

"Kebanyakan di lapangan saya berpraktik, pasien itu kondisinya berjalan baik, masih bisa beraktivitas. Setelah dilakukan pemeriksaan, 'Dok bisa minta surat sakit enggak? Untuk enam hari' katanya. Nah tentu di sini dokter harus berhati-hati," kata Beni.

"Berhati-hatinya apa? Kehati-hatian dokter itu ada di etik. Jadi ada ketentuan etik yang sudah mengatur dokter dalam kode etik kedokteran, yang bisa saja dilanggar," tambahnya.

Belum lagi, ada ketentuan disiplin dokter yang bisa ikut terlanggar. Termasuk soal ketentuan hukum. Itulah yang menurut Beni harus diperhatikan para dokter jikalau hendak menerbitkan surat keterangan seperti surat sakit.

4 dari 4 halaman

Soal Durasi Surat Sakit, Bagaimana Menentukannya?

Dalam kesempatan yang sama, Beni mengungkapkan bahwa yang menentukan soal lamanya surat sakit bisa berlaku juga sepenuhnya kewenangan dokter. Lagi-lagi, pasien seharusnya tidak bisa request.

"Mengenai hari, berapa lama sih? Ada yang tiga hari, dua hari, mungkin seminggu, ada yang mungkin sebulan. Itu kewenangan mutlak seorang dokter," ujar Beni.

"Contoh, jika pasien itu hanya pusing, demam, keseleo, masuk angin, tiga hari maksimal cukup. Silahkan dia kontrol kembali (jika) setelah habis dan membutuhkan istirahat (tambahan). Nanti dokter akan memeriksa lagi."

Jikalau memang setelah diperiksa ulang pasien masih membutuhkan waktu istirahat lebih, maka dokter baru bisa memberikan perpanjangan waktu surat sakit tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.