Sukses

Kalah Pilpres Prancis 5 Tahun Silam, Benarkah Le Pen Kini Lebih Humanis?

Le Pen dulu dikenal sebagai politisi yang dianggap punya program tak memihak pada rakyat. Bagaimana dengan sekarang?

Liputan6.com, Paris - Le Pen bukan nama baru dalam dunia politik Prancis. Pada pemilihan presiden 2017, dia menjadi rival terakhir bagi Emmanuel Macron kala itu yang pada akhirnya berhasil menduduki kursi orang nomor satu di Negeri Menara Eiffel.

Dulu, ia dikenal sebagai politisi yang dianggap punya program tak memihak pada rakyat. Kalah telak dari Emmanuel Macron, sosok muda yang jadi harapan baru dengan pesan penuh optimisme.

Kini, Le Pen telah bekerja keras untuk mengurangi citranya dalam beberapa tahun terakhir, menampilkan dirinya sebagai orang sederhana, moderat dan cocok untuk jabatan tertinggi.

Selama bertahun-tahun dia telah mempertahankan pesan anti-imigrasi, anti-UE yang telah beresonansi dengan pemilih yang tidak puas.

Tetapi pada minggu-minggu terakhir kampanye dia semakin fokus pada tingginya biaya hidup, demikian dikutip dari laman AFP, Senin (11/4/2022).

Macron sekarang mengusulkan pekerjaan penuh dalam waktu lima tahun, memotong pajak untuk rumah tangga dan bisnis, dan membayar programnya dengan secara bertahap menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 65 - meskipun meningkatkan usia pensiun tidak populer dengan pemilih sudah menghadapi krisis pengeluaran.

Analis memperkirakan bahwa jumlah pemilih Prancis akan sangat rendah sehingga tingkat abstain rekor 22,2% yang ditetapkan pada 2017 akan terlampaui.

"Kami telah mengalami kampanye aneh yang bertentangan dengan apa yang kami alami dalam pemilihan presiden sebelumnya," kata Frederic Dabi, Direktur Lembaga Pemungutan Suara Ifop, mengatakan kepada kantor berita AFP.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Duel Putaran Selanjutnya

Diperkirakan, perebutan kursi orang nomor satu di Prancis ini akan berlangsung sangat ketat dan presiden akan ditetapkan pada 24 April 2022.

Macron menuduh Le Pen mendorong manifesto ekstremis dari kebijakan rasis dan merusak segala aturan.

"Duel yang akan kami lakukan dalam 15 hari ke depan akan menentukan bagi Prancis dan Eropa," kata Macron kepada para pendukungnya.

Emmanuel Macron juga mendesak semua pemilih untuk bersatu di belakangnya guna menghentikan sayap kanan berkuasa di negara terbesar kedua di Uni Eropa itu.

Sementara itu, Le Pen mengatakan bahwa dia akan 'membawa ketertiban kembali ke Prancis' selama rapat umum pemilihan baru-baru ini.

"Apa yang akan dipertaruhkan pada 24 April adalah pilihan masyarakat, pilihan peradaban," katanya kepada para pendukungnya.

 

3 dari 4 halaman

Macron Memimpin Hasil Putaran Pertama

Macron memenangkan pilpres terakhir pada 2017 dengan telak untuk menjadi presiden termuda Prancis.

Hasil putaran pertama pada Minggu kemarin menempatkan Macron di tempat pertama di depan Le Pen setelah pemungutan suara putaran pertama, sementara kandidat utama lainnya kalah.

Dengan 96 persen suara dihitung untuk putaran pertama hari Minggu kemarin, Macron mengumpulkan 27,41 persen suara dan Le Pen 24 persen menurut kantor berita Reuters.

Macron tampaknya berada di jalur untuk pemilihan ulang yang terbilang nyaman.

Posisinya naik tinggi dalam jajak pendapat berkat pertumbuhan ekonomi yang kuat, oposisi yang terfragmentasi dan peran negarawannya dalam mencoba mencegah perang di Ukraina di sisi timur Eropa.

 

4 dari 4 halaman

Hasil Pilpres Prancis Sama dengan Masa Depan Uni Eropa

Hasil pemilihan akan memiliki pengaruh internasional yang luas karena Eropa berjuang untuk menahan kekacauan yang ditimbulkan oleh invasi Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ukraina.

Macron sangat mendukung sanksi Uni Eropa terhadap Rusia. “Sebagai orang Eropa, kami menerapkan sanksi baru. Dan kami akan terus memberikan dukungan kemanusiaan, militer, dan keuangan ke Ukraina,” kata Macron.

Sementara itu, Le Pen dilaporkan telah mengungkapkan kekhawatiran tentang dampak pada standar hidup Prancis dari sanksi tersebut.

Le Pen di masa lalu juga memiliki ambisi untuk "Frexit" Prancis seperti Inggris dari UE, lapor Reuters.

"Le Pen ingin membatalkan beberapa hak bagi umat Islam, melarang mereka mengenakan jilbab di depan umum, dan secara drastis mengurangi imigrasi dari luar Eropa," kata kantor berita AP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.