Sukses

Luas Karhutla di Indonesia Turun 87 Persen

Pada 2019 ini luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) turun hingga 328.724 ha.

Liputan6.com, Jakarta - Data Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) menyebutkan, hingga September 2019 mencatat luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia terus menurun. Hingga September 2019, jumlah luas karhutla di Indonesia yang terjadi di 2019 sudah turun 87,41 persen dibandingkan 2015.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan, pada 2015, luas karhutla mencapai 2.611.411 ha. Kemudian di 2016 seluas 438.363 ha, 2017 165.484 ha, dan 2018 510.564 ha. Sedangkan tahun ini turun hingga 328.724 ha.

KLHK juga mencatat dari 328.724 ha terbakar terdiri dari 239.161 ha atau sekitar 72,8 persen berada di lahan kering/mineral. Sedangkan sisanya 89.563 ha atau 27,2 persen berada di lahan gambut.

 

“Itu berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sampai dengan September 2019,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (14/10/2019).

Selain itu, kata Purwadi, luas karhutla Indonesia tahun ini juga lebih kecil dibandingkan karhutla yang terjadi di dunia. Pada tahun ini, karhutla juga terjadi di Amerika Selatan seperti Brazil dan Bolivia terutama di hutan tropis Amazon, Canada dan Rusia.

Berdasarkan data, luas karhutla di Rusia mencapai 10 juta ha, Brazil 4,5 juta ha, Bolivia 1,8 jutaha, Canada 1.828.352 ha, Amerika Serikat 1.737.163 ha, dan Australia 808.511 spot.

Menurut dia, karhutla di Indonesia 99 persennya disebabkan oleh faktor aktivitas manusia, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dan didukung cuaca ekstrem dan kerusakan ekosistem.

"Kemudian kearifan lokal untuk menyiapkan lahan dengan cara membakar oleh masyarakat, sebagaimana yang diatur oleh UU No.32 tahun 2009 Pasal 69 penjelasan ayat 2, belum diikuti dengan aturan pembakaran terkendali (prescribed burning),” ujarnya. Dan terakhir karena tidak disengaja, contohnya membuang puntung rokok, api unggun, memancing, berburu, dan lain-lain.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Motif Penyebab Karhutla

Sedangkan motif penyebab karhutla ada dua. Pertama motif ekonomi, yaitu pembukaan lahan untuk pertanian maupun perkebunan dengan cara yang mudah dan murah untuk kemudian diperjualbelikan.

“Kedua penguasaan lahan. Para perambah membakar hutan untuk mempertahankan dan memperluas penguasaan lahan,” ujarnya.

Purwadi menambahkan, ada beberapa cara untuk mencegah dan mengendalikan Karhutla. Dari sisi pencegahan dilakukun dengan penerapan zero burning dalam penyiapan lahan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat.

“Misalnya program Desa Makmur Peduli Api yang menyadarkan masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar,” katanya.

Selain itu melakukan tata kelola gambut melalui teknologi untuk menjaga muka air tanah, kanal blocking, perbaikan zonasi tata air, dll. Tak lupa melakukan dan penyadartahuan bahaya Karhutla ke masyarakat.

“Sementara dari sisi persiapan dengan menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan pengendalian karhutla sesuai peraturan pemerintah dan penyusunan peta kerawanan kebakaran,” katanya.

 

3 dari 3 halaman

Pemantauan Titik Api

Dari sisi deteksi dini, kata dia, dengan pemantauan dan verifikasi hotspot, pemasangan kamera inframerah dan kamera thermal dan menara pemantau, melaksanakan patroli darat, air dan udara dan melakukan pos pantau dan posko gabungan dengan TNI/Polri.

Sedangkan dari sisi reaksi cepat, kebakaran dini dapat dikendalikan dalam waktu 4 jam, pemadaman kebakaran hingga radius 5 km dari batas konsesi, dan pengoperasian helikopter untuk water bombing dan mobilisasi Regu Pemadam Kebakaran.

Menurut dia, karhutla di Indonesia multidimensi dan kompleks, upaya-upaya pencegahan dan pengendalian memerlukan kolaborasi aktif multipihak. Pengendalian karhutla memerlukan kerja sama para pihak yaitu masyarakat, akademisi, korporasi, CSO, pemerintah dan pemerintah daerah, Polri dan TNI.

Kemudian, percepatan penyelesaian lahan-lahan konflik yang difasilitasi pemerintah pengembangan dan pengefektifan sistem klaster pencegahan, dan pembuatan aturan pembakaran terkendali yang dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan kearifan lokal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.