Larang Taylor Swift Konser di Negara ASEAN Lain, Singapura Diduga Merogoh Uang Sebesar Ini

Taylor Swift menggelar konser selama 6 hari di Singapura.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 05 Mar 2024, 20:00 WIB
Taylor Swift memberi topi "22" kepada pasien kanker yang mencintainya. (foto: instagram/natoliver22)

Liputan6.com, Jakarta Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengakui jika pemerintahnya menawarkan insentif tertentu kepada penyanyi Taylor Swift agar hanya menggelar konser di negaranya. Dana ini diambil dari anggaran pariwisata pasca pandemi.

Namun dia tidak mengungkapkan nilai sebenarnya yang harus dikeluarkan Singapura untuk memboyong dan membuat perjanjian eksklusif dengan Taylor Swift.

Melansir laman Forbes, Selasa (5/3/2024), Swift menggelar  konser selama 6 hari di negara tersebut. Singapura  mencegah musisi superstar tersebut untuk membawa Eras Tour ke negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Lee mengatakan kesepakatan tersebut  memberi hasil sangat sukses. Dan dia membantah langkah tersebut sebagai sikap "tidak bersahabat" terhadap negara lain di Asia.

Lee menambahkan, jika negaranya tidak menawarkan kesepakatan ini, tidak ada jaminan bahwa Swift akan melakukan perjalanan ke negara lain di kawasan ini.

Pernyataan Perdana Menteri Singapura ini muncul setelah Menteri Kebudayaan dan Pemuda Edwin Tong menepis spekulasi media yang mengatakan bahwa pemerintah membayar Swift sebesar USD 2 juta- USD 3 juta untuk setiap penampilannya.

Memang, konser ekslusif Swift di Singapura menuai protes negara lain. Joey Salceda, Ketua Komite Dewan Perwakilan Rakyat Filipina, meminta kementerian luar negeri negaranya untuk membicarakan masalah ini dengan Singapura.

Dia mengingatkan jika kesepakatan semacam itu bukan hal yang dilakukan sebagai negara tetangga. "Sekitar USD 3 juta dalam bentuk hibah diduga diberikan oleh pemerintah Singapura kepada AEG untuk menyelenggarakan konser di Singapura. Masalahnya adalah mereka tidak menyelenggarakannya di tempat lain di kawasan ini," tegas dia.

Adapun angka yang dibaya Singapura sebesar USD 2- USD 3 juta per pertunjukan pertama kali disampaikan secara terbuka oleh Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin pada bulan lalu. Singapura membayar Swift dengan jumlah tersebut untuk mengamankan eksklusivitasnya.

2 dari 3 halaman

Masuk Mata Kuliah

Taylor Swift dalam Grammy Awards 2024. (Jordan Strauss/Invision/AP)

Taylor Swift masuk universitas top di Filipina sebagai topik kajian terkait ketenaran ikon pop tersebut dan pengaruhnya terhadap masyarakat.

Profesor yang memimpin mata kuliah yang disebut "kajian selebritas" di Universitas Filipina itu mengatakan mereka menganalisis terkait Swift melalui perspektif pascakolonial.

"Saya ingin menggali lebih dalam masalah-masalah sosial yang kita hadapi berkaitan dengan Taylor Swift," kata seorang mahasiswi Universitas Filipina yang mengikuti mata kuliah mengenai Swift, seperti dilansir VOA Indonesia, Minggu (3/3/2024).

Sewaktu Swift tur di Asia, ratusan mahasiswa mendaftar untuk kelas tersebut, mengisi slot mata kuliah elektif yang terbatas itu hanya dalam hitungan menit dan mendorong pengelola universitas untuk membuka kelas ekstra.

Yang memimpin mata kuliah ini adalah Cherish Brillon, yang mengajar komunikasi, teori media, budaya pop, dan ekonomi politik.

Mengenai kelasnya itu, Brillon mengemukakan, "Kami akan meninjaunya dari berbagai cara pandang seperti persinggungan antara jenis kelamin, gender, dan kelas."

3 dari 3 halaman

Harapan Mahasiswa

Penyanyi-penulis lagu AS Taylor Swift tiba untuk menghadiri ajang Golden Globe Awards tahunan ke-81 atau Golden Globes 2024 di hotel The Beverly Hilton di Beverly Hills, California, Minggu (7/1/2024). (Michael TRAN / AFP)

Brillon sendiri mengaku sebagai Swifties, julukan bagi penggemar fanatik Swift. Dia mengatakan banyak universitas top di Amerika Serikat yang menawarkan kelas mengenai penulisan lagu dan sastra Swift dalam diskografinya.

Tetapi di mata kuliah yang dipimpinnya, Brillon menganalisis bagaimana media menggambarkan Swift sebagai selebritas dan dampak statusnya tersebut dengan perspektif lokal pascakolonial.

"Bagaimana seorang ikon transnasional seperti dia, bagaimana kita memanfaatkannya untuk membahas isu-isu kita sendiri, keprihatinan kita sendiri? Bagaimana kita menggunakan citranya, ikonografinya atau hal-hal yang terkait dengannya untuk mengekspresikan sesuatu mengenai masyarakat dan juga politik Filipina," tutur Brillon.

Sebagian mahasiswanya berharap mempelajari bagaimana pengaruh bintang berusia 34 tahun peraih 14 penghargaan Grammy itu dapat membantu mereka membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik lagi.

Seorang mahasiswa Brillon mengatakan, "Harapan saya mencakup belajar mengenai bagaimana seseorang yang kita anggap sangat penting dapat benar-benar membantu dalam membentuk dan membuat perubahan besar terhadap berbagai masalah masyarakat yang kita hadapi sekarang ini."

Mahasiswa lainnya menambahkan, "Dia mampu memberdayakan saya dan saya ingin menggunakan kekuatan pemandu itu untuk melihat dunia dalam perspektif yang lebih besar dan dalam cara pandang yang berbeda."

Infografis Taylor Swift (Liputan6.com/Deisy Rika)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya