Sukses

Tingkatkan Transaksi EBUS, BEI Sesuaikan Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif

BEI senantiasa berdiskusi dan mendengarkan masukan dari para pelaku pasar EBUS, Dealer Utama, dan Asosiasi terkait seperti Perhimpunan Pedagang Surat Utang (HIMDASUN).

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan perubahan peraturan perdagangan efek melalui Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif SPPA. Pada SPPA versi baru ini, terdapat peningkatan kapabilitas sistem, serta penambahan fitur agar proses perdagangan menjadi lebih akurat dan efektif bagi para pengguna jasa.

Peningkatan kapabilitas SPPA kali ini mencakup penyediaan pengaturan batasan nilai minimum trading limit (enhanced counterparty limit), acuan harga perdagangan, koreksi dan pembatalan transaksi yang dilakukan langsung melalui SPPA. Selain itu, sekaligus penyempurnaan rekaman aktivitas transaksi yang lebih komprehensif dan dapat terintegrasi dengan sistem administrasi serta dealer system pengguna jasa SPPA.

“SPPA telah didesain sedemikian rupa untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku pasar EBUS di Indonesia, mulai dari penyediaan layanan perdagangan Over The Counter (OTC) sampai dengan perdagangan melalui order book. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan likuiditas dan efisiensi perdagangan EBUS Indonesia,” ungkap Direktur BEI Jeffrey Hendrik dalam keterangan resmi, Senin (19/2/2024).

Merujuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 8/POJK.04/2019 tentang Penyelenggara Pasar Alternatif,BEI merupakan satu-satunya penyelenggara sistem perdagangan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) di pasar sekunder surat utang Indonesia.

Jeffrey menyampaikan, BEI senantiasa berdiskusi dan mendengarkan masukan dari para pelaku pasar EBUS, Dealer Utama, dan Asosiasi terkait seperti Perhimpunan Pedagang Surat Utang (HIMDASUN). Upaya itu dalam rangka menyempurnakan kemampuan SPPA dan meningkatkan kenyamanan penggunaan SPPA dalam bertransaksi surat utang.

                                                                                                                                                                                         

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tingkatkan Efisiensi

Perdagangan Surat Utang Negara (SUN) melalui SPPA terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari sisi trading value serta market share. Sampai dengan saat ini, terdapat 33 pelaku pasar EBUS Indonesia, yang sudah menjadi Pengguna Jasa SPPA dan sepanjang 2023 berhasil membukukan transaksi senilai Rp 139 triliun.

Transaksi tersebut mengalami peningkatan sebesar 12 persen jika dibandingkan dengan 2022. Hal ini didukung oleh peran SPPA yang membuat perdagangan EBUS menjadi lebih efisien karena langsung terhubung dengan Sistem Penerima Laporan Transaksi Efek (PLTE). Ini menjadi lebih efektif karena perdagangannya mengakomodasi mekanisme multilateral matching sampai dengan bilateral negotiation.

Saat ini, SPPA juga merupakan platform terpilih untuk menjadi Infrastruktur Perdagangan Dealer Utama SUN dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Republik Indonesia. “Pembaruan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan memudahkan aktivitas transaksi Dealer Utama di SPPA, sehingga dapat meningkatkan likuiditas dan price discovery SUN dan SBSN Benchmark melalui SPPA” jelas Jeffrey

                              

3 dari 4 halaman

BEI Bidik 2 Juta Investor Baru hingga Transaksi Harian Tembus Rp 12,25 Triliun

Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mematok sejumlah target untuk 2024. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman mengatakan target tahun depan merupakan tindak lanjut dari apa yang telah dilakukan BEI tahun ini.

"Jadi tahun depan adalah tidak lanjut dari apa yang kami lakukan di tahun ini. Dengan tetap fokus pada tiga hal. Perlindungan investor, pendalaman pasar, lalu sinergi dan konektivitas regional," kata Iman dalam Konferensi Pers Penutupan Perdagangan BEI 2023, Jumat (29/12/2023).

Bursa menargetkan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) Rp 12,25 triliun. Lalu pencatatan efek ditargetkan mencapai 230 pencatatan efek, dan penambahan 2 juta investor baru. Tahun depan, Bursa juga akan meluncurkan instrumen investasi kontrak berjangka saham atau single stock futures (SSF) pada kuartal I 2024.

"Target 2024 RNTH kita adalah Rp 12,25 triliun. Sementara kalau kita lihat RKAP revisi kita Rp 10,75 triliun itu sama dengan RNTH per kemarin," ujar Iman.

Sebagai perbandingan, target RBTH tahun ini senilai Rp 10,75 triliun, yang sudah tercapai pada 28 Desember 2023. Kemudian tahun ini Bursa menargetkan 200 pencatatan efek, sementara realisasinya mencapai 385 pencatatan efek. Tahun ini, Bursa menargetkan 2,5 juta investor baru, namun realisasinya hingga 28 Desember hanya 1,8 juta investor baru.

"Untuk angka investor, dengan perubahan pandemi menjadi endemi, investor terutama ritel, mereka tidak hanya transaksi saham," pungkas Iman.

 

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  

4 dari 4 halaman

Pemilu 2024, Bos BEI Optimistis Pasar Modal Bergairah

Sebelumnya diberitakan, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman optimis pasar modal akan tetap resilien pada perhelatan pemilihan umum (pemilu) tahun depan. Secara historis, Iman mencatat indeks harga saham gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja solid pada momentum pemilu sebelumnya.

"IHSG secara historis sebenarnya di tahun-tahun politik, di saat pemilihan, justru IHSG kita menunjukan peningkatan... Menghadapi pemilu di Februari tahun depan, mudah-mudahan ini mulai terlihat di akhir di penutupan indeks kita meningkat," kata Iman dalam Konferensi Pers Penutupan Perdagangan BEI 2023, Jumat (29/12/2023).

Sebagai gambaran, pada 1999, IHSG tumbuh 70,06 persen dengan pertumbuhan kapitalisasi pasar 157,11 persen. Pada pemilu selanjutnya yakni 2004, IHSG naik 44,56 persen dan 47,70 persen pada kapitalisasi pasar.

Pada 2009, IHSG naik 86,98 persen dan kapitalisasi pasar tumbuh 87,59 persen. Pada 2014, IHSG naik 22,29 persen dengan kapitalisasi pasar tumbuh 23,92 persen. Terakhir, pada 2019 lalu IHSG naik tipis 1,70 persen dengan kenaikan kapitalisasi pasar 3,44 persen.

                                                                     

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.