Sukses

Candi Kalasan Retak dan Lapuk

Pelapukan pada batu Candi Kalasan sudah berlangsung cukup lama, dan selama ini berbagai upaya menghentikannya belum berhasil.

Liputan6.com, Sleman - Candi Kalasan mengalami pelapukan. Kondisi bangunan peninggalan sejarah budaya tersebut berdasarkan studi teknis Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta sejak bulan ini.

"Bebatuan Candi Kalasan mengalami pelapukan dan keretakan pada dindingnya. Kami lakukan studi teknis agar pelapukan dan keretakan batu bisa segera dihentikan," beber Kepala BPCB Yogyakarta Tri Hartono, Minggu (3/5/2015).

Menurut dia, pelapukan pada batu Candi Kalasan yang terletak di Dusun Kalibening, Desa Tirtamartani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta itu sudah berlangsung cukup lama. Selama ini berbagai upaya menghentikannya belum berhasil.

"Kami akan mengintensifkan observasi terhadap pelapukan batu tersebut. Selain itu pula, keretakan pada dindingnya. Melalui kajian komprehensif ini dapat diperoleh cara menghentikan pelapukan batu, serta dapat melestarikan bangunan dengan relief yang paling indah masa klasik," urai dia.

Ia mengemukakan, pihaknya juga melakukan pengumpulan data dengan penggalian dan pembukaan struktur bangunan candi yang dibangun semasa Raja Rakai Panangkaran (746-784 Masehi) dari Dinasti Syailendra tersebut.

"Dari hasil kajian sementara bangunan, candi tersebut masih terpendam sekitar satu meter dalam tanah," ucap Tri.

Tak Ganggu Wisatawan

Tri mengatakan, aktivitas dalam melakukan studi teknis ini tidak akan mengganggu wisatawan yang datang ke bangunan cagar budaya tersebut.

"Malah dapat menjadi salah satu objek yang menarik bagi pengunjung, mereka juga bisa melihat langsung upaya pelestarian," ujar Tri.

Sementara, Kepala Seksi Perlindungan Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB Yogyakarta Wahyu Astuti mengatakan, dalam studi teknis yang dilakukan, Candi Kalasan tak berbeda jauh dengan Candi Perwara, yaitu bangunannya masih tertimbun di dalam tanah.

"Struktur bangunan lantai Candi Kalasan masih satu meter di dalam tanah. Untuk itu, diperlukan adanya penggalian agar bisa terlihat secara utuh candi tersebut," urai dia.

Ia menambahkan, ada beberapa kendala yang dihadapinya saat ini jika dilakukan penggalian, yakni struktur tanah di sekitar candi yang berada di Dusun Kalibening, Desa Tiraomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman, tersebut merupakan daerah rendaman air.

"Kami gali sedalam 20 centimeter saja, sudah keluar airnya," ucap Wahyu Astuti.

Menurut dia, jika akan dilakukan pemugaran membutuhkan penelitian yang lebih lanjut terhadap candi Buddha tertua di Yogyakarta tersebut.

"Dari studi teknis itu nantinya menghasilkan rekomendasi-rekomendasi. Apakah memungkinkan tidak untuk digali. Setelah studi teknis ini, baru ditindaklanjuti," pungkas Wahyu Astuti. (Ant/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini