Sukses

RUU Migas Tak Kunjung Kelar, Investasi Sektor Hulu Migas Menguap?

SKK Migas telah beberapa kali melakukan survei untuk menilai seberapa penting kehadiran RUU Migas termasuk bagi investasi di sektor hulu migas.

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menanti pengesahan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Pasalnya, itu jadi salah satu kunci agar sektor industri hulu migas tidak kehilangan investasi.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Mohammad Kemal mengatakan, ada beberapa hal terkait substansi RUU Migas untuk bisa dorong tingkatkan investasi. Pasalnya, ia menilai persaingan investasi sekarang semakin ketat.

"Kita harus belajar bahwa kita bukan hanya bersaing dengan negara lain, tapi juga bersaing dengan energi lain, renewable (energy). Sehingga sudah selayaknya supaya cadangan kita tidak hilang begitu saja," kata Kemal dalam acara konferensi pers di Kantor SKK Migas, Jakarta, Selasa (14/2/2023).

"Dulu Menteri OPEC pernah bilang yang namanya zaman batu bukan berhenti karena batunya habis. Sama juga, minyak dan gas berakhir bukan karena cadangan migasnya habis, tapi karena keekonomiannya sudah berubah menuju enegi lain," tuturnya.

Kemal menyampaikan, SKK Migas telah beberapa kali melakukan survei untuk menilai seberapa penting kehadiran RUU Migas ini.

"Kepastian hukum ini salah satu yang paling dinanti dari para investor. Ini bisnis long term, kontraknya aja 10+20 tahun. Investasi sangat besar. Mereka menanti kepastian hukum ini," tegasnya.

Perhatian serupa juga sempat diutarakan pihak akademisi, yang menanti proses pengesahan RUU Migas segera dilakukan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kepastian Hukum

Analis energi dari Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna, menekankan, RUU Migas menjadi hal mendasar yang harus dituntaskan pemerintah untuk memberikan kepastian hukum di sektor migas.

Terlebih, saat ini Pemerintah Indonesia memiliki target produksi 1 juta barel minyak per hari (bph) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (bscfd) pada 2030.

Namun dengan proses RUU Migas yang tak kunjung selesai, Putra menilai hal ini akan berpengaruh terhadap pandangan investor untuk masuk ke industri migas di Indonesia.

"Rentang waktu dari investasi sampai produksi sektor migas cukup lama, bisa mencapai 5 sampai 10 tahun. Saya rasa investor sudah mulai berhati-hati melihat bukan hanya dari potensi ya, juga kepastian hukum dan kebijakan ke depan," jelasnya beberapa waktu lalu.

Sejumlah perusahaan raksasa menyatakan mundur dari proyek pengelolaan blok migas di Indonesia. Tercatat, Conoco Phillips sudah resmi melepas asetnya kepada PT Medco Energi Internasional Tbk.

Sedangkan Chevron dan Shell masih berproses mencari mitra pengganti melanjutkan proyek gas laut dalam Indonesia Deepwater Development (IDD) di Kalimantan Timur dan pengembangan proyek Blok Masela.

 

3 dari 3 halaman

2 Undang-Undang

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, jika berbicara soal transisi energi, ada dua aturan yang menjadi landasan Hukum. Keduanya adalah UU Migas dan UU Energi Baru Terbarukan (EBT) yang hingga kini belum kunjung diselesaikan.

"Sayangnya sudah menjadi kebiasaan di kita sepertinya, kita ramai-ramai di ujungnya atau permukaan saja tapi fundamental gak kesentuh. Padahal kalau pemerintah komitmen harusnya ada payung hukum dari awal, jangan nunggu sampai ada pro-kontra setelah semua sudah jalan baru menjadi concern," tuturnya.

Khusus untuk RUU Migas, Komaidi menambahkan, beleid tersebut fundamental untuk investasi dan target lifting, sehingga perlu segera diselesaikan.

Dia mencatat, proses UU Migas ini mulai dibahas dari 2008 dan sudah beberapa kali dibatalkan atau mengalami proses judicial review di Mahkamah Konstitusi.

"Kenapa ya selama 14 tahun ini gak selesai-selesai? padahal kalau bicara migas sebagai komoditas strategis harusnya justru menjadi kesadaran bersama untuk segera diselesaikan RUU-nya karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, seharusnya demikian sudut pandangnya," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.