Sukses

Terjerat Tali Nilon, Kaki Anak Beruang Madu Marsya Terpaksa Diamputasi

Anak beruang madu berjenis kelamin perempuan berumur enam bulan itu harus merelakan kaki depan sebelah kanannya diamputasi.

Liputan6.com, Bengkulu - Anak beruang madu (Helarctos malayanus) yang dievakuasi tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu dari kawasan Bukit Badas sekitar Taman Buru Semidang Bukit Kabu, Kecamatan Seluma Barat, Kabupaten Bengkulu Senin kemarin naik ke meja operasi.

Anak beruang madu berjenis kelamin perempuan berumur enam bulan itu harus merelakan kaki depan sebelah kanannya diamputasi. Tindakan itu terpaksa dilakukan karena luka parah yang dialaminya usai terjerat tali nilon yang dipasang pemburu liar.

Koordinator tim kesehatan BKSDA Bengkulu Drh Erni Suyanti atau akrab disapa Dokter Yanti mengatakan, tindakan operasi harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawa anak beruang madu setelah diobservasi selama tiga hari.

"Kita harus mengambil langkah cepat, amputasi merupakan pilihan terbaik supaya tidak terjadi infeksi," tegas Yanti di Balai KSDA Bengkulu Kamis, 18 Juli 2019.

Menurut Yanti, hasil observasi pengamatan awal selama tiga hari, terjadi luka akibat jerat dan memar di beberapa bagian tubuh anak beruang. Kondisi terparah terjadi pada kaki depan sebelah kanan yang mengalami mati jaringan.

Satu satunya cara adalah tindakan amputasi, jika tidak, kecenderungan satwa liar termasuk beruang madu ini akan mengamputasi sendiri lukanya. Dengan cara digigit sampai putus.

"Ini pilihan terbaik untuk melindungi jiwanya," lanjut Yanti.

  

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dipasang Kaki Palsu

Anak beruang madu lucu yang terjerat tali nilon pemburu liar diamputasi oleh tim kesehatan BKSDA Bengkulu pada Rabu malam kemarin. Beruang madu ini diberi nama Marsya. Para pegawai di Balai KSDA yang rajin memberikan makan dan asupan makanan akrab menyapanya dengan sebutan Shasa.

Menurut Drh Erni Suyanti atau dokter Yanti, untuk pemulihan kondisi pascaoperasi, akan dipasang alat bantu gerak tubuh atau kaki palsu. Tujuannya untuk menggantikan fungsi bagian tubuh yang sudah cacat permanen.

Perilaku beruang berbeda dengan harimau yang lebih banyak berburu hewan untuk bertahan hidup. Fungsi kaki khususnya kuku pada beruang digunakan untuk memanjat pohon saat mencari makanan.

"Harus ada alat bantu yang dipasang, tetapi menunggu lukanya sembuh," ujar Yanti.

Saat ini, anak beruang bernama Shasa ini tengah dalam proses pemulihan. Selain makanan bernutrisi tinggi, juga dijaga kondisi jangan sampai stress, mengurangi interaksi dengan manusia, dan menjaga jangan sampai terjadi luka lanjutan atau infeksi sekunder serta menjaga pandangan tetap steril.

"Kita terus melakukan pengobatan secara rutin dan menjaga jangan sampai kekurangan cairan supaya tidak dehidrasi," kata Yanti.

 

3 dari 3 halaman

Rekomendasi Lembaga Konservasi

Kondisi anak beruang madu yang sudah cacat permanen pascaoperasi amputasi menjadi pertimbangan khusus apakah nantinya akan dilepasliar ke habitatnya atau diserahkan kepada lembaga konservasi untuk perawatan.

Kepala BKSDA Prvinsi Bengkulu Ir Dona Hutasoit mengatakan, jika dilepasliar tidak akan dilepas di habitat yang berdekatan dengan taman buru yang biasa digunakan masyarakat untuk berburu hewan liar. Kondisi tubuh yang sudah tidak bisa kembali normal menjadi pertimbangan khusus jangan sampai Marsya kembali masuk dalam jerat pemburu liar.

"Kita lihat dulu perkembangan kesehatannya," tegas Dona.

BKSDA Bengkulu beberapa kali melepasliarkan harimau sumatra yang terkena jerat pemburu liar, beberapa kasus bahkan sama dengan yang dialami anak beruang, dengan kaki diamputasi dan dipasang alat bantu. Hasil pemantauan lewat CCTV harimau yang dilakukan, terlihat perilaku normal termasuk berburu hewan untuk bahan makanan.

Kondisi ini sangat berbeda dengan anak beruang yang sangat rentan beradaptasi di alam bebas. Jika tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan, maka anak beruang ini akan direkomendasikan untuk diserahkan kepada salah satu lembaga konservasi untuk kepentingan pendidikan atau edukasi.

"Butuh waktu tiga bulan untuk recovery, setelah itu baru kita putuskan langkah selanjutnya," kata Dona Hutasoit.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.