Sukses

Menakar Ancaman Banjir Jakarta

Dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta, Ciliwung memiliki dampak yang paling luas ketika musim hujan tiba.

Liputan6.com, Jakarta - Musim pancaroba menggantung di langit Ibukota, menandakan transisi dari kemarau ke musim hujan. Siang hari udara terasa lebih panas dari biasanya dan awan seketika bisa berubah hujan, udara pun menjadi semakin dingin.

Hujan lebat sudah mulai melanda Jakarta Selatan, Depok, Bogor dan Tangerang. Jakarta Pusat dan utara masih tergolong hujan sedang. Banjir mengintai Jakarta, jumlah curah hujan pun terus dipantau.

Sebab bagi Jakarta curah hujan adalah penyumbang terbesar munculnya bahaya banjir ketika tata kelola air tak lagi memadai. Banjir adalah teror tersendiri bagi warga Jakarta.

Jakarta dan area sekitarnya adalah rumah bagi 24 juta jiwa sehingga dinobatkan kota terpadat ke 10 dunia. Kota dengan seribu impian, kota penuh problema, banjir tahunan, kemacetan harian dan lautan manusia.

Sebagian orang yang bertahan hidup di kota ini terdampar di bantaran Sungai Ciliwung. Warga Kampung Pulo, Jakarta Timur misalnya. Mengakrabi banjir, satu-satunya jalan yang ditempuh selama berpuluh tahun. Banjir melibas tak menggoyah tekad mereka untuk bertahan. Hidup di bantaran sungai sesungguhnya bukanlah pilihan.

Sungai Ciliwung adalah satu yang terpenting di Jakarta. Jutaan orang bergantung pada sungai sepanjang 120 kilometer ini. Namun sedikit yang menyadarinya. Tak ada upaya menjaga bahkan merawat sungai.

Dari 13 sungai yang mengalir, Ciliwung memiliki dampak yang paling luas ketika musim hujan tiba. Ia mengalir melalui tengah Kota Jakata dengan melintasi banyak perkampungan, pemukiman kumuh hingga kawasan perniagaan.

Badan sungai menyempit, pendangkalan hingga sampah yang menggunung menjadi pangkal masalah yang tak kunjung usai. Daerah resapan menghilang, berganti dengan permukaan beton, genteng dan aspal.

Kali-kali kecil menjerit terhimpit badan jalan yang berbeton. Sementara tak sedikit kali-kali menyempit terjepit bangunan.

Jakarta dikepung banjir bukanlah yang pertama. 12 Tahun silam Jakarta lumpuh total. Hujan serentak yang mengguyur malam hingga pagi hari kala itu menyebabkan Sungai Ciliwung meluap dan memaksa 40 ribu jiwa mengungsi, sedangkan 32 orang tewas.

Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 5 triliun hingga Rp 7 triliun. Tahun 2007 wilayah terdampak banjir semakin luas. Gubernur Sutiyoso bahkan menyatakan wilayah Jakarta Barat di sekitar Kali Angke berstatus Siaga I, karena tinggi air mencapai 3,75 meter dari ambang batas 3 meter.

Curah hujan di Februari 2007 mencapai puncaknya hingga 340 milimeter. Artinya 340 liter air mengguyur tiap 1 meter persegi tanah Jakarta.

Ditambah tingginya volume air di 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor, Puncak dan Cianjur serta diperparah oleh kondisi air laut yang sedang pasang mengakibatkan 60 persen wilayah Jakarta terendam banjir. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas dan Rp10 triliun menguap akibat banjir kali ini.

Banjir pertengahan Januari 2013, meski curah hujan tak setinggi kala banjir 2007, luasan wilayah cakupan hujan tahun 2013 mengakibatkan sejumlah jalan protokol seperti Bundaran Hotel Indonesia (HI) hingga Istana Negara terendam. Pompa yang disediakan pun tak mampu mengimbangi tingginya aliran air karena beberapa tanggul jebol.

Tanggul kali adem, Muara Angke, Jakarta Utara, tanggul Kali Cipinang dan tanggul Kali Laya, Jakarta Timur, tanggul Kedoya Selatan, Jakarta Barat dan yang terakhir tanggul kanal banjir barat di kawasan Latuharhari jebol hingga merendam kawasan Hotel Indonesia dan lantai bawah tanah Plaza UOB.

Kerugian ditaksir 20 triliun. Pemda DKI mengeluarkan 13 miliar untuk melakukan modifikasi cuaca dengan pembentukan awan dan menurunkan hujan di luar wilayah rawan banjir. Gubernur Joko Widodo kala itu menetapkan Jakarta dalam status Darurat Banjir.

Jakarta merupakan dataran rendah, tempat bermuaranya 13 sungai bagai sebuah empang raksasa. Saksikan selengkapnya dalam tautan video yang ditayangkan Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (30/11/2014), di bawah ini. (Dan/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini