Sukses

Dubes China Dukung Presidensi G20 Indonesia, Soal Boikot Rusia Ini Responsnya

Dubes China di Indonesia, Lu Kang, angkat bicara terkait G20 dan ancaman boikot Rusia.

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar China untuk Indonesia, Lu Kang, angkat suara terkait wacana yang menekan supaya Rusia diboikot di G20. Sejumlah negara Barat telah memberikan sinyal agar delegasi Rusia tak diundang karena menginvasi Ukraina.

Pertama, Dubes China menyatakan dukungannya kepada Indonesia terkait betapa pentingnya acara G20 Indonesia mengingat keduanya adalah sama-sama negara Asia. 

"Ini sangat penting. Saya sudah memberitahu kolega-kolega dan sahabat-sahabat saya di sini bahwa G20 sangatlah penting, tak hanya untuk ekonomi, tetapi terutama untuk Indonesia dan China karena kita adalah negara-negara Asia. Kita adalah emerging markets," ujar Duta Besar China Lu Kang kepada Liputan6.com di Universitas Al-Azhar Indonesia, Rabu (20/4/2022).

"Secara publik, kami berdiri tegak dengan sahabat-sahabat Indonesia kami untuk membuat acaranya sukses," ucapnya.

Ketika ditanya tentang ancaman boikot dari negara-negara lain terkait Rusia, Dubes China menyatakan bahwa hal itu bisa mengganggu mekanisme multilateral yang ada. Upaya boikot atau pengeluaran anggota dianggap bukan ide yang bagus, serta bisa berdampak negatif pada G20. 

Sebelumnya, muncul sinyal-sinyal dari negara Barat agar Rusia tidak disertakan ke G20. Polandia bahkan dilaporkan ingin mengeluarkan Rusia dari G20. 

Saat ditanya soal intervensi ke Indonesia agar salah satu negara dikeluarkan dari G20, China percaya bahwa mayoritas tidak ingin agar ada anggota yang diboikot dari G20. 

"Pada isu ini, kamu bisa melihat opini publik, mayoritas massa dari komunitas internasional. Saya tidak berpikir mayoritas komunitas internasional mendukung pengeluaran anggota ini atau anggota itu dari mekanisme internasional yang ada. Jadi kami percaya akan hal ini," ujar Dubes China.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kehadiran Xi Jinping

Pertanyaan menarik lainnya terkait kehadiran Presiden China Xi Jinping. Pada G20 Roma, Presiden Xi Jinping hanya hadir secara virtual. 

Presiden Xi terakhir datang ke G20 saat acara digelar di Osaka, Jepang. Waktu itu ia bertemu Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Terkait G20 Bali, Dubes China menyampaikan ada sinyal positif dari Beijing terkait kehadiran Presiden China Xi Jinping. Presiden Xi disebut ingin kembali bertemu dengan Presiden Joko Widodo. 

"Kedua presiden telah berbicara," ujar Dubes Lu Kang.

"Ia (Presiden Xi) berekspektasi untuk datang kembali dan melakukan diskusi langsung tatap muka dengan sahabat baiknya Presiden Jokowi," lanjut Dubes Lu Kang.

Dijelaskan bahwa terakhir kali Xi Jinping datang ke Indonesia adalah tahun 2013. Presiden Indonesia saat itu adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sementara, Rusia masih belum memberikan konfirmasi pasti mengenai kedatangan Presiden Vladimir Putin. Duta Besar Lyudmila Vorobieva baru menyatakan Presiden Putin sudah punya niat awal untuk hadir.

3 dari 4 halaman

Ancaman Walkout

Negara-negara Barat sedang bersiap untuk menggelar aksi walkout terkoordinasi dan penghinaan diplomatik lainnya, untuk memprotes invasi Rusia ke Ukraina pada pertemuan para menteri keuangan G20 pada Rabu 20 April 2022 di Washington, kata para pejabat terkait seperti dikutip dari Arab News.

Sementara beberapa di ibu kota Barat berpendapat bahwa tindakan Rusia harus berarti dikeluarkan dari pertemuan global sama sekali, itu bukan pandangan yang dimiliki oleh negara-negara lain di ekonomi besar G20, termasuk terutama China dan Indonesia, yang memimpin kelompok itu tahun ini.

Moskow mengkonfirmasi pada Selasa 19 April bahwa Menteri Keuangan Anton Siluanov akan memimpin delegasi Rusia pada pembicaraan tersebut, meskipun ada protes berulang kali disampaikan oleh diplomat Barat bahwa mereka tidak dapat melanjutkan seperti biasa selama perang Rusia Ukraina masih berlangsung. Di mana ribuan warga sipil tewas dalam pemboman oleh pasukan yang diperintah Vladimir Putin.

"Selama dan setelah pertemuan kami pasti akan mengirimkan pesan yang kuat dan kami tidak akan sendirian dalam melakukannya," kata sumber pemerintah Jerman, menuduh Rusia memulai konflik yang juga telah membuat harga pangan dan energi dunia melonjak.

Rencana Menghindari Sesi yang Dihadiri Pihak Rusia

Menteri Keuangan AS Janet Yellen berencana untuk menghindari sesi G20 yang diikuti oleh pejabat Rusia di sela-sela pertemuan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia. Tapi Yellen akan menghadiri sesi pembukaan tentang perang Rusia Vs Ukraina terlepas dari partisipasi Moskow, kata seorang pejabat Departemen Keuangan AS.

"Menteri keuangan Inggris Rishi Sunak juga tidak akan menghadiri sesi G20 tertentu," kata sumber pemerintah Inggris kepada Reuters.

Dan seorang pejabat kementerian keuangan Prancis juga diharapkan beberapa menteri dari negara-negara G7 untuk meninggalkan kursi mereka ketika rekan Rusia mereka akan berbicara.

4 dari 4 halaman

Anggota DPR Protes Ultimatum Menkeu AS

Sebelumnya, ultimatum yang dilayangkan Amerika Serikat kepada Indonesia terkait perhelatan Presidensi G20 mendapat respons Anggota DPR RI Muhammad Farhan. 

Ia menekankan bahwa Imbas konflik Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan ini dinilai jadi momentum Indonesia menegaskan sikap netral.

Farhan meminta Pemerintah harus tegas dalam menentukan sikap atas hal itu karena Indonesia dipastikan memiliki positioning besar dalam kesuksesan G20.

"Pernyataan Menteri Keuangan Amerika ini membuat kita agak bertanya - tanya, maunya apa ya? Padahal Presiden Biden masih memberikan syarat, bukan harga mati. Beliau mengatakan bahwa apabila Indonesia tidak bisa memenuhi permintaan ini (tidak mengundang Rusia) paling tidak undanglah Ukraina." ujar Farhan Senin, (18/4).

Farhan menilai, sejauh ini belum ada negara-negara peserta G20 secara tegas bersikap terhadap rencana tersebut. Farhan memastikan, Amerika Serikat tidak basa basi atas permintaan tersebut.

Oleh karena itu, Indonesia harus semakin massif membangun kepercayaan kepada peserta. 

"Pernyataan dari Mentri keuangan Amerika Serikat, tapi bukan dari Presiden (Biden) memang menegaskan bahwa mereka sedang mamastikan agar sanksi ekonomi itu memberikan efek yang besar, bukan yang sifatnya basa basi. Sikap politik mereka jadi sangat tegas," katanya.

Dia meminta pemerintah Indonesia hati-hati menyikapi pernyataan Menteri Keuangan AS ini. 

"Walaupun, sampai sekarang belum terihat adanya pernyataan - pernyataan yang mendukung atau bersebrangan dengan Menteri Keuangan Amerika," ujar dia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.