Sukses

Parlemen AS: Kekerasan Seksual di Militer Sulit Diberantas, Meski Berbagai Upaya Dilakukan

Parlemen AS mengatakan bahwa meski beberapa upaya telah dilakukan, namun kekerasan seksual di militer sulit diberantas.

Liputan6.com, Washington DC - Kesaksian Marta McSally sebagai korban pemerkosaan di tubuh militer AS adalah sebuah 'fenomena gunung es' atau tersembunyi dari kasat mata, demikian menurut beberapa pengamat. Pasalnya, telah menjadi kasak-kusuk dalam beberapa tahun terakhir, bahwa institusi pertahanan Negeri Paman Sam banyak menyimpan rapat-rapat kasus kekerasan seksual.

Hal itu terungkap dalam sebuah rapat dengar pendapat antara para penyintas pemerkosaan dan kelompok advokat di Washington DC pada Rabu, 6 Maret 2019.

Dikutip dari Stripes.com pada Jumat (8/3/2019), meskipun terjadi beberapa perubahan hukum secara bertahap, dan fokus yang lebih intensif terhadap penyidikan kasus terkait, tetap saja militer AS kerap diganggu oleh tuduhan pelecehan seksual yang sulit dipahami.

Selama audiensi Kongres yang dramatis di Capitol Hill, para senator dan saksi sepakat bahwa tantangannya terletak pada budaya lawas, kebijakan Seragam Peradilan Militer yang kaku, dan masalah-masalah lain berkaitan.

Tingkat kekerasan seksual terhadap wanita di tubuh militer AS, yang dilaporkan setiap tahunnya, tidak berubah dari 4,4 persen pada 2010 menjadi 4,3 persen pada 2016, kata Don M. Christensen, Letnan Kolonel Pensiunan Angkatan Udara sekaligus presiden organisasi nirlaba Washington Protect Protect Defenders.

"Momok serangan seksual di militer telah membawa pengawasan besar pada sistem peradilan militer dan peran rantai komando," katanya kepada subpanel Komite Layanan Bersenjata Senat, yang menjadi tuan rumah sidang dengar pendapat pada hari Rabu itu.

"Tidak ada perbaikan nyata meskipun puluhan tahun janji dari kepemimpinan dan klaim komando adalah solusinya. Sayangnya, sistem yang dikendalikan komando selama ini telah gagal memberikan akuntabilitas," lanjut Christensen.

Fokus sidang dengan pendapat itu berfokus pada kekerasan seksual di dalam kesatuan militer, dan berlangsung selama lebih dari dua jam.

Sidang tersebut mempertemukan para korban kekerasan seksual, kelompok advokasi dan pemimpin militer, di mana mereka terlibat pembahsan yang emosional, ketika para penyintas berusaha menceritakan kisah pribadinya yang memilukan.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengakuan Emosional

Senator New York, Kirsten Gillibrand, yang juga anggota Partai Demokrat untuk subpanel Angkatan Bersenjata dalam masalah personil, mengatakan sudah jelas bahwa upaya di militer belum cukup.

Sebagai gantinya, diperlukan pendekatan fundamental baru untuk menuntut kejahatan ini, katanya.

"Saya sangat kecewa bahwa setelah bertahun-tahun berjuang menghadapi masalah ini, setelah begitu banyak perubahan hukum, kami masih berada di tempat yang sama persis," kata Gillibrand.

"Kekerasan seksual di militer masih meluas. Itu masih menyakiti kesiapan militer kita. Itu masih menyebabkan ribuan prajurit militer kita menderita," lanjutnya menegaskan.

Sementara itu, Senator Arizona dari kubu Republik, Martha McSally, mengakui dalam sambutannya bahwa dia diperkosa oleh seorang perwira tinggi, saat dia masih berdinas di Angkatan Udara.

"Sebagai orang yang selamat dari pemerkosaan dan pengkhianatan, saya juga berbagi rasa kecewa dengan kegagalan sistem militer, dan banyak komandan yang gagal dalam tanggung jawab mereka," kritiknya.

Sementara itu, Letnan Kolonel AL Erin Leigh Elliott menceritakan kekerasan seksualnya pada 2014 ke panel tersebut, dan mendesak pengadilan militer untuk mengejar pelaku.

"Saya sangat serius mempertimbangkan untuk memperkarakan kasus ini, karena saya tidak ingin bos saya bertindak macam-macam dengan vagina saya," kata Elliot.

"Saya dipermalukan oleh orang-orang dari setiap tingkatan," lanjutnya dengan emosional.

Selain McSally dan Elliott, terdapat beberapa kesaksian lainnya yang diungkap di agenda panel tersebut. Namun, belum diketahui apa tindakan lanjut dari hasil sesi dengar pendapat itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.