Sukses

Cek Fakta: Hoaks Ketua PGI Gomar Gultom Punya Adik Patar Gultom yang Tak Lolos TWK di KPK

Beredar kabar hoaks Ketua PGI Gomar Gultom punya adik bernama Patar Gultom yang tidak lolos TWK di KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom memiliki adik bernama Patar Gultom yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beredar di media sosial. Kabar tersebut disebarkan akun Facebook Maulana Cokro pada 1 Juni 2021.

Akun Facebook Maulana Cokro menunding bahwa Gomar Gultom punya adik bernama Patar Gultom yang tidak lolos TWK di KPK.

"Ooohh ..., Pdt. Gomar Gultom KetUm PGI. Punya adik Patar Gultom yang gak lolos TWK di KPK. Gitu ceritanya, haassuu ....," tulis akun Facebook Maulana Cokro.

Konten yang disebarkan akun Facebook Maulana Cokro telah 3 kali dibagikan dan mendapat 157 komentar warganet.

Benarkah Ketua PGI Gomar Gultom punya adik bernama Patar Gultom yang tidak lolos TWK di KPK? Berikut penelusurannya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri Ketua PGI Gomar Gultom punya adik bernama Patar Gultom yang tidak lolos TWK di KPK.

Penelusuran dilakukan dengan menghubungi Ketua PGI Gomar Gultom. Ia menyebut bahwa kabar tersebut adalah hoaks.

"Itu hoaks. Saya bahkan tidak mengenal nama itu sama sekali, dan baru dengar namanya sejak kemarin," ungkap Gomar Gultom kepada Liputan6.com, Rabu (2/6/2021).

PGI telah menyatakan sikap membela 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK sehingga diberhentikan dari lembaga antirasuah. Namun, PGI malah disudutkan dan menerima tuduhan sebagai pendukung kadrun.

Informasi ini dikutip dari artikel berjudul "Bela 75 Pegawai KPK, PGI Mengaku Dituduh Jadi Pendukung Kadrun" yang dimuat situs Liputan6.com pada 30 Mei 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menjadi salah satu organisasi yang angkat bicara terkait polemik 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Puluhan pegawai KPK ini tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sehingga terancam diberhentikan dari lembaga antirasuah.

Atas suara yang disampaikan ke masyarakat, PGI mengaku malah disudutkan dan menerima tuduhan sebagai pendukung kadrun.

Kondisi tersebut dibagikan PGI lewat website resmi pgi.or.id yang dikutip Liputan6.com, Minggu (30/5/2021). Pada Jumat 28 Mei 2021, PGI menerima sembilan perwakilan dari pegawai KPK bersama tim hukum di GRHA Oikoumene, Salemba, Jakarta Pusat.

Pada konferensi pers yang dilakukan, Ketum PGI Gomar Gultom menyampaikan kekhawatiranya, tes wawasan kebangsaan (TWK) di masa yang akan datang dijadikan sebagai alat menyingkirkan dengan pelabelan intoleran dan radikalisme.

PGI pun mengambil sikap dengan menyurati Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk turut andil menangani permasalahan di KPK itu.

Hanya saja, sikap PGI tidak disambut baik sejumlah pihak. Malahan, organisasi itu menerima narasi dan tuduhan sebagai pendukung kadrun hingga taliban.

Adapun pengakuan PGI secara lengkap adalah sebagai berikut:

Kita tidak bisa mengambil sikap yang memuaskan semua orang. Sebaliknya kita tak akan pernah mengambil sikap kalau harus memuaskan semua orang. Sikap PGI untuk menanggapi polemic penonaktifkan 75 pegawai KPK dalam press conference Jumaat, 28 Mei 2021, diambil dengan kesadaran penuh bahwa sikap ini bisa memunculkan polemic, terutama di kalangan komunitas Kristen. Apa yang diduga ternyata benar terjadi. Setelah ‘press conference’ terpublikasi, PGI menerima kecaman dari banyak warga Kristen. Mayoritas kecaman ini mengerucut pada narasi dominan, ‘kadrun’, ‘Taliban’, dan sejenisnya. PGI dianggap mendukung kelompok kadrun, serta mencampuri urusan yang bukan menjadi ‘core issue’ gereja. Melalui tulisan pendek ini saya ingin menjelaskan beberapa pertimbangan di balik sikap PGI terhadap kasus ini.

1. Pertanyaan pokok yang sering mengemuka, apakah PGI harus terlibat dalam isu ini? Tentu pertanyaan ini tak perlu diajukan bila dipahami sejarah panggilan dan kiprah PGI di Indonesia. Cara pandang PGI terhadap relasi, hubungan atau hubungan Gereja dan masyarakat/negara sudah jelas dimuat dalam dokumen PGI (DKG). Terkait KPK perlulah diingat bahwa pembentukan lembaga anti korupsi ini sepenuhnya di dukung oleh PGI. Dalam perjalanannya selama ini PGI bekerjasama dengan KPK untuk mengarus-utamakan sikap melawan korupsi. Beberapa panduan dan buku saku melawan korupsi untuk gereja-gereja diterbitkan dalam kerjasama dimaksud. Sikap PGI jelas, KPK sebagai lembaga anti korupsi harus sepenuhnya didukung. KPK tentunya bukan lembaga ‘super body’ yang sempurna, tetapi ini lembaga terbaik dalam upaya penanggulangan korupsi di Indonesia.

2. Sejak dulu PGI telah menyikapi secara kritis kecenderungan pelemahan KPK yang mengemuka lewat konflik berjilid-jilid di KPK. Dukungan terhadap KPK ini bahkan dilakukan dalam kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil dan berbagai tokoh bangsa yang menginginkan KPK tetap teguh sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia.

3. Dalam beberapa tahun terakhir, dengan seksama kita mencermati adanya terpaan isu ‘kadrun’, ‘Taliban’, dan sejenisnya yang disematkan kepada KPK, dengan personifikasi pada NB, salah seorang penyidik senior KPK. Kita tentunya tak dapat menakar kebenaran stigma ini namun kekuatan diksinya seketika menyalakan alarm di kepala banyak orang, mengingat dalam polarisasi konflik identitas di Indonesia selama dua decade terakhir, diksi-diksi seperti ini sangat ampuh untuk membenturkan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Tidaklah mengherankan saat PGI bersentuhan dengan polemic KPK saat ini maka secara otomatis ia terhisap dalam jebakan stigma kadrun atau Taliban. Persentuhan ini tak bisa dihindari karena kebertindihan isu dan kepentingan yang menyertai masalah ini.

4. Dalam dukungan terhadap KPK, tentu kita tak bisa menutup mata terhadap kemerosotan KPK dalam beberapa tahun terakhir. Isu-isu bajakan kasus, penjualan barang bukti, tindakan tebang pilih dan lainnya telah berkembang luas menjadi cerita public. Narasi dan kontra narasi kebobrokan KPK seketika memenuhi semua ‘platform’ media sosial yang kita pakai. Dua kluster narasi dominan segera terbentuk dan disematkan kepada KPK, ‘taliban’ dan ‘pembajakan kasus’. Tentunya ini ancaman serius terhadap keberlangsungan KPK. Perlu pembenahan serius dan menyeluruh terhadap KPK bila kondisi ini bisa diurai secara transparan. PGI tentunya mendukung sepenuhnya upaya pembenahan ini.

5. Test Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan terhadap pegawai KPK patut didukung karena itu merupakan perintah undang-undang. Sekalipun begitu, menempelkan pelabelan intoleran dan radikalisme dengan TWK haruslah dikritisi. Tujuh dari Sembilan orang pegawai KPK yang berkunjung ke Grha Oikoumene PGI pada hari Jumaat kemarin jelas-jelas tak bisa dikategorikan ‘kadrun’, ‘Taliban’ dan diksi-diksi serupa yang sangat bias identitas (agama), karena mereka merupakan warga gereja (dan tentunya bukan hanya terhadap mereka PGI mengkritisi tautan TWK dengan stigma Taliban maupun kadrun). Pada pokok inilah Ketua Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, menyampaikan sikap dalam konperensi pers yang digelar selepas berlangsungnya pertemuan antara PGI dengan perwakilan pegawai KPK yang dinonaktifkan. Disadari sungguh bahwa stigmatisasi ini sangat berbahaya karena menyangkut masa depan pegawai bersangkutan, sekaligus menjadi beban bagi keluarganya. Apakah dengan demikian maka mereka tak layak dinonaktifkan? Tentu saja bisa bila memenuhi parameter lainnya dari TWK. Sayangnya informasi itu tak kita peroleh, sementara Sebagian besar masyarakat terlanjur dikendalikan oleh pembesaran narasi tunggal, tautan antara TWK dengan radikalisme di KPK. Terhadap kecenderungan berbahaya ini, PGI meminta pemerintah untuk menjelaskan secara transparan parameter TWK yang digunakan sehingga masyarakat tidak dengan mudah menautkan TWK dengan stigma intoleran, radikalisme, kadrun, Taliban, dan sejenisnya.

6. Permintaan PGI kepada pemerintah patutlah dimaknai sebagai control public terhadap kebijakan yang diambil, hal mana harus dilakukan sebagai bentuk partisipasi gereja dalam gerak kebangsaan. Presiden Jokowi telah bicara dan meminta hasil TWK tidak dijadikan alasan pemberhentian 75 orang pegawai KPK, namun proses pemberhentian terus berlangsung terhadap 51 pegawai dari antara mereka. Dalam kondisi ini baiknya pemerintah secara transparan menyampaikan alasan pemberhentian mereka melalui instrument TWK yang dipakai. Dengan begitu, narasi dominan menyangkut stigma kadrun yang terlanjur ditelan mayoritas masyarakat tidak menjadi beban bagi langkah mereka ke depan. Kalaupun ada parameter lain semisal jual beli kasus dan sebagainya, baiknya itupun dibuka secara transparan supaya kita bisa bersepakat bahwa bahwa lembaga terdepan anti korupsi di negeri ini telah menghancurkan dirinya sendiri, dan karenanya harus diselamatkan.

Semoga catatan ini menambah penjelasan yang telah diberikan sebelumnya. Di atas semua itu, terima kasih untuk semua masukan bernas yang diberikan untuk membantu PGI merumuskan pandangannya dalam menyikapi isu-isu kebangsaan lainnya. Terima kasih & Tuhan berkati kita semua.

 

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Kabar tentang Ketua PGI Gomar Gultom punya adik bernama Patar Gultom yang tidak lolos TWK di KPK ternyata hoaks. Narasi yang disebarkan akun Facebook Maulana Cokro tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

 

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.