Sukses

Generasi X Bakal Terima Warisan Terbesar dalam Dekade Mendatang

Pewaris akan memiliki nilai dan prioritas yang berbeda dari generasi sebelumnya, yang perlu diadaptasi oleh manajer kekayaan, perusahaan barang mewah, dan organisasi filantropi.

Liputan6.com, Jakarta - Menurut sebuah studi baru, generasi X diprediksi menjadi penerima manfaat terbesar dari transfer kekayaan besar senilai USD 84 triliun dalam 10 tahun mendatang.

Sementara generasi milenial dan generasi Z mengharapkan warisan terbesar dalam beberapa tahun mendatang saat generasi baby boomers mewariskan kekayaan mereka, Generasi X kemungkinan akan menerima limpahan terbesar dalam jangka pendek.

Menurut Wealth-X, rata-rata usia individu di Amerika Utara yang akan mewarisi kekayaan dari orangtua dengan nilai kekayaan USD 5 juta atau lebih adalah 46,1 tahun. Melansir CNBC, ditulis Senin (24/6/2024).

Rata-rata usia anak yang diharapkan menerima warisan paling substansial dari orang tua dengan kekayaan USD 30 juta atau lebih adalah 47,6 tahun.

Studi ini mendefinisikan anggota Generasi X sebagai mereka yang berusia antara 44 hingga 59 tahun saat ini, dan milenial sebagai mereka yang berusia antara 28 hingga 43 tahun.

Potensi Kekayaan Besar bagi Generasi X

Temuan ini menyoroti potensi kekayaan besar bagi Generasi X, yang sebagian besar terabaikan dalam diskusi tentang pewaris muda.

Perusahaan manajemen kekayaan dan bank swasta sebagian besar berfokus pada calon klien berusia 20-an dan 30-an saat mereka menunggu triliunan dolar AS yang akan diwariskan oleh keluarga.

Lebih dari setengah milenial mengharapkan warisan setidaknya $350.000, menurut Alliant Credit Union.

Laporan Wealth-X menyarankan agar perusahaan manajemen kekayaan, perusahaan barang mewah, dan perusahaan real estate yang menargetkan generasi kaya berikutnya juga mulai mempertimbangkan Generasi X.

"Banyak yang sering dibahas di media tentang pewaris milenial dan Generasi Z, namun faktanya, Generasi X akan menjadi yang pertama dalam antrean untuk mewarisi dari orang tua mereka yang kaya," menurut laporan tersebut. 

 

2 dari 5 halaman

Konsentrasi Kekayaan di Lapisan Atas

Laporan tersebut mengatakan untuk saat ini, milenial dan Generasi Z lebih mungkin menerima sejumlah uang sebagai cucu, yang seringkali kurang substansial.

Warisan akan sangat terkonsentrasi di puncak. Dalam 10 tahun mendatang, 1,2 juta individu dengan kekayaan USD 5 juta atau lebih akan mewariskan total lebih dari USD 31 triliun dalam kekayaan, menurut laporan tersebut.

Dari jumlah tersebut, hampir dua pertiga, 64%, akan berasal dari individu sangat kaya, yang didefinisikan sebagai mereka yang memiliki kekayaan USD 30 juta atau lebih. Dengan kata lain, hampir USD 20 triliun akan diwariskan dari 155.000 orang di lapisan atas kekayaan tersebut.

Individu super-kaya, atau mereka yang memiliki kekayaan USD 100 juta atau lebih, akan menyumbang hampir setengah dari total USD 31 triliun yang akan diwariskan.

Para miliarder akan mewariskan sekitar USD 5 triliun, menurut laporan tersebut.

Perubahan Prioritas Pewaris Kekayaan

Pewaris akan memiliki nilai dan prioritas yang berbeda dari generasi sebelumnya, yang perlu diadaptasi oleh manajer kekayaan, perusahaan barang mewah, dan organisasi filantropi.

Generasi investor berikutnya lebih terpengaruh oleh teknologi, lebih fokus pada lingkungan dan keadilan sosial, serta lebih global, menurut laporan tersebut.

"Teknologi baru, transisi energi bersih, dan 'investasi berdampak' akan menjadi fokus dari banyak ambisi pewaris, yang mungkin tidak selaras dengan struktur bisnis keluarga yang ada atau rencana warisan mereka yang mewariskan kekayaan," kata laporan tersebut.

 

 

3 dari 5 halaman

Studi: Pekerja Generasi X Terancam Terjebak dalam Krisis Pengangguran Terbesar

Sebelumnya, pekerja Generasi X yang usianya menginjak 45 tahun ke atas memikul beban sebagai pengangguran. Krisis pengangguran ini disebabkan karena pandemi global yang telah banyak memberikan tantangan dalam pekerjaan.

Menurut laporan dari Generation, sebuah organisasi ketenagakerjaan nirlaba, adopsi digital yang terjadi secara cepat selama pandemi telah memengaruhi percepatan otomatisasi pekerjaan serta memperburuk diskriminasi usia atau ageisme yang mendasarinya. Hal ini akhirnya mempersulit seseorang untuk mendapatkan pekerjaannya.

Di samping itu, dalam sebuah studi global yang berjudul ‘Meeting the world’s midcareer challenge” menemukan bahwa pekerja tingkat pemula dan menengah antara usia 45 dan 60 tahun menghadapi peningkatan hambatan karena simpangan di antara manajer perekrut dengan keengganan para pekerja untuk mempelajari keterampilan baru.

Dikutip dari laman CNBC, Jumat (19/08/2021), CEO Generation Mona Mourshed mengatakan, “Ini adalah demografi yang benar-benar dibutuhkan dan sangat jelas bahwa begitu Anda mencapai usia tertentu, semakin sulit untuk mengakses peluang kerja.”

 

 

4 dari 5 halaman

Berlakunya Kesalahpahaman Ageisme

Sebuah studi yang dilakukan antara Maret hingga Mei 2021 dengan mengumpulkan sebanyak 3.800 orang yang bekerja dan menganggur dari usia 18 hingga 60 tahun serta 1.404 manajer perekrut di tujuh negara.

Terlepas dari beragamnya lanskap pekerjaan internasional – dari AS, Inggris, India, hingga Italia – studi tersebut menunjukkan usia 45 hingga 60 tahun adalah kelompok pekerja yang paling diabaikan.

Memang, selama enam tahun terakhir ini, pekerja menengah telah memperlihatkan persentase pengangguran yang tinggi secara konsisten.

Di samping itu, penelitian tersebut juga menunjukkan manajer perekrut secara keseluruhan menganggap pekerja yang berusia 45 tahun ke atas adalah kelompok terburuk dalam hal kesiapan lamaran, kebugara, dan pengalaman.

Ada beberapa kekhawatiran yang mungkin dirasakan oleh pekerja yang lebih tua untuk mencoba teknologi baru (38%), ketidakmampuan untuk mempelajari keterampilan baru (27%), dan kesulitan dalam bekerja dengan generasi lain (21%). Meskipun memang 9 dari 10 atau 87% manajer perekrutan mengatakan bahwa pekerja yang berusia 45 ke atas sama atau lebih baik dibanding pekerja yang lebih muda.

Mourshed mengatakan, studi ini menyoroti simpangan yang mendasari permainan di tempat kerja. “Seringkali diindentikkan dalam diskriminasi usia,” katanya.

Misalnya, ada kecenderungan manajer perekrut untuk memilih pekerja dalam kelompok usia. Sementara itu, wawancara yang dilakukan setelah penyaringan CV justru dapat mempersulit kandidat untuk menunjukkan keahliannya.

 

5 dari 5 halaman

Melibatkan Kembali Tenaga Kerja yang Hilang

Pelatihan dapat memberikan solusi dari masalah ini. Namun, studi tersebut memperlihatkan ketidakinginan untuk mengikuti pelatihan untuk kalangan pencari kerja yang usianya menginjak 45 tahun ke atas.

Lebih dari setengah atau sekitar 57% pencari kerja pemula dan menengah menyatakan penolakannya terhadap pelatihan. Sementara hanya 1% yang menyetujui adanya pelatihan tersebut karena berpikir pelatihan ini baik untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam mencari pekerjaan. Orang yang menyetujui mungkin pula memiliki pengalaman pendidikan yang negatif atau kurangnya program dukungan keuangan yang tersedia untuk pekerja, kata Mourshed.

Akan tetapi Mourshed menegaskan, pelatihan dapat memberikan manfaat nyata. Dalam studi tersebut, hampir tiga perempat atau sekitar 73% menunjukkan bahwa menghadiri pelaithan dapat membantu mencari posisi pekerjaan yang tepat.

Melihat hal ini, Mourshed kemudian memberikan solusi untuk perusahaan dan pemerintah yang merasa kekurangan tenaga kerja agar tetap memanfaatkan pekerja yang berusia 45 tahun ke atas.

1. Menghubungkan program pelatihan secara langsung dengan peluang kerja. Selain itu, juga memberikan tunjangan untuk mendukung para pekerja yang berusia 45 tahun ke atas agar mereka tidak merasa ragu untuk terlibat dalam pelatihan.

2. Mengubah praktik perekrutan untuk mengurangi potensi bias usia agar bisa menilai lebih baik para kandidat pekerja yang berusia 45 tahun ke atas. Mungkin bsia menggunakan latihan berbasis demonstrasi.

3. Memikirkan kembali pendekatan pelatihan pemberi kerja saat ini untuk mempermudah mengisi posisi baru dengan menempatkan pekerja yang berusia di atas 45 tahun ke atas, dibandingkan mengandalkan karyawan baru.

4. Meningkatkan data ketenagakerjaan di tingkat nasional untuk membantu organisasi pemerintah mengatasi tantangan unik dari kelompok usia tertentu.

“Mengingat tahun 2021 ini, tenaga kerja antargenerasi harus menjadi kenyataan yang ingin diwujudkan oleh setiap perusahaan,” kata Mourshed.

 Reporter: Aprilia Wahyu Melati