Sukses

Sri Mulyani Bongkar 2 Sosok Masuk Radar Pantauan Ditjen Pajak, Pemilik Transaksi Triliunan Rupiah

Sosok pertama adalah SB yang diketahui memiliki transaksi triliunan rupiah. Sri Mulyani membongkar dia mempunyai omzet mencapai Rp 8,247 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani (Menkeu) mengungkapkan dua sosok yang masuk pantauan karena diketahui mempunyai transaksi sangat besar hingga triliunan rupiah pada periode 2017-2019. Keduanya masing-masing berinisial SB dan DY.

Ini diketahui dari hasil penelitian Ditjen Pajak yang merupakan tindak lanjut dari surat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). "Pajak melakukan penelitian dari sisi pajak dari 2017 hingga 2019," jelas Sri Mulyani di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (20/3/2023).

Dia menyebutkan sosok pertama adalah SB. Data PPATK menyebutkan sosok ini mempunyai omzet mencapai Rp 8,247 triliun.

"Data dari SPT pajak adalah Rp 9,68 triliun, lebih besar di pajak daripada yang diberikan oleh PPATK. Itu pun kita tetap pakai data PPATK," lanjutbdia.

Selain itu, SB diketahui memiliki saham di PT BSI. Penelitian dilanjutkan ke perusahaan tersebut. Data PPATK menunjukkan transaksi Rp 11,77 triliun, tetapi dalam laporan SPT menunjukkan nilai yang lebih sedikit selama 2017-2019.

"Di SPT pajaknya Rp11,56 triliun, jadi perbedaannya Rp 212 miliar, itu pun tetap dikejar. Dan kalau memang buktinya nyata, maka si perusahaan itu harus membayar plus denda 100 persen," ujarnya.

Perusahaan lainnya adalah PT IKS selama periode 2018-2019. PPATK menunjukkan data transaksi mencapai Rp 4,8 triliun sementara SPT perusahaan tersebut hanya Rp 3,5 triliun.

Sosok lain yang dimaksud Sri Mulyani berinisial DY. Dia diketahui melapor dalam SPT hanya Rp 38 miliar. Namun hasil temuan PPATK, nilai transaksinya menembus Rp 8 triliun.

"Nah, perbedaan data ini yang kemudian dipakai oleh Direktorat Jenderal Pajak memanggil kepada yang bersangkutan. Muncul modus bahwa tadi SB menggunakan tadi nomor akun 5 orang yang merupakan karyawannya," beber Bendahara negara ini.

"Termasuk kalau kita bicara tentang transaksi ini adalah transaksi money changers, jadi anda bisa bayangkan money changers cash in, cash out orang," terangnya.

Terkait temuan ini, Sri Mulyani memastikan telah terjalinnya kerjasama antara Kemenkeu dan PPATK dalam meneliti berbagai transaksi janggal.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Jelaskan Kronologi Heboh Berita Korupsi Rp 300 Triliun di Kemenkeu

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kronologis terkait kabar transaksi mencurigakan senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

Seperti diketahui, Kemenkeu sebelumnya telah menegaskan bahwa transaksi tersebut bukanlah tindakan pidana korupsi atau pencucian uang.

"Heboh berita mengenai transaksi Rp 300 Triliun berhubungan dengan dua surat PPATK nomer SE-2748/AT.01.01/III/2023 tanggal 7 Maret 2023 dan Surat nomer SR/3160/AT.01.01/III/2023 dan pernyataan Menko Mahfud MD mengenai kedua surat itu. Lihat kronologis slide 1-6 untuk penjelasannya," tulis Sri Mulyani melalui unggahan di Instagram pribadinya @smindrawati, dikutip Selasa (21/3/2023).

Sri Mulyani merinci, pada 8 Maret 2023 Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan ke media ada pergerakan uang atau transaksi mencurigakan di Kemenkeu senilai Rp 300 triliun - sumbernya surat PPATK ke Menkeu. 

"Menkeu menanyakan ke Kepala PPATK Ivan Yustiavandana - Tidak ada surat PPATK diterima Kemenkeu hingga Kamis pagi pukul 08.00," ungkapnya.

Kemudian pada Kamis, 9 Maret 2023 Kepala PPATK mengirim surat nomer SR/2748/ AT.01.01/11/2023 tertanggal 7 Maret 2023, namun baru dikirim pada 9 Maret 2023 pukul 09.00.

"Surat dengan lampiran 36 halaman berisi daftar 196 laporan PPATK ke Itjen Kemenkeu sejak 2009-2023 berisi daftar nomer surat dan nama pegawai terlapor - dan tindak lanjut Kemenkeu. Surat PPATK ini tidak mencantum data uang," terang Sri Mulyani.

Menkeu kemudian menanyakan kembali kepada Menko Polhukam Mahfud MD dan Kepala PPATK terkait informasi dan data Rp. 300 Triliun yang tidak ada dalam surat PPATK SR/2748/AT.01.01/2023.

Di hari selanjutnya pada Jumat, 1 Maret 2023 Sri Mulyani mengutus Wamenkeu, lrjen, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai dan Sekjen Kemenkeu menghadap Mahfud MD untuk klarifikasi dan cek data agar tidak terjadi simpang siur pernyataan publik.

Langkah itu diikuti penjelasan pers oleh Pak Mahfud dan Wamenkeu bahwa angka 300 Triliun BUKAN KORUPSI namun transaksi yang berhubungan dengan tugas Kemenkeu. "Sabtu 11/3/2023 Pak Mahfud hadir di kantor Menkeu menjelaskan mengenai pernyataan terkait Rp. 300 Triliun bersama Menkeu. Menkeu menjelaskan seluruh 196 laporan PPATK sejak 2009 -2023 bahkan sejak 2007 Seluruhnya sudah ditindaklanjuti Itjen Kemenkeu," lanjut Sri Mulyani.

 

3 dari 3 halaman

Jalan Cerita Selanjutnya

Di hari yang sama, Sri Mulyani mengatakan pihaknya masih belum menerima data terkait transaksi Rp 300 Triliun dari PPATK, jadi tidak dapat menjelaskan ke publik tentang Rp. 300 Triliun.

Menkeu kemudian meminta kepala PPATK menjelaskan ke publik secara detail dan transparan dan segera mengirim data ke Kemenkeu.

Berlanjut pada Senin, 13 Maret 2023 Kepala PPATK BARU mengirim surat SR/3160/ AT.01.01/|/2023 kepada Menkeu dengan lampiran 43 halaman berisi tabel daftar 299 surat yang telah dikirim PPATK kepada APH dan Kemenkeu sejak 2009-2023, jelas Sri Mulyani.

"Dalam tabel tercantum nama (orang atau perusahaan) dan nilai transaksi Rp 349,87 Triliun yang DIDUGA BERINDIKASI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG," bebernya.

 "Selasa 14/3/2023 Kepala PPATK Ivan bersama Itjen Kemenkeu (Awan) menjelaskan ke publik mengenai transaksi Rp. 300 Triliun BUKAN DATA KORUPSI KEMENKEU namun NILAI TRANSAKSI yang berindikasi adanya tindak pidana pencucian uang," imbuhnya.

Menkeu selanjutnya meminta DJP DJBC dan Itien meneliti seluruh daftar 300 surat dan angka transaksi yang dikirim PPATK.99 surat dengan angka transaksi Rp 74 Triliun ditujukan ke APH (Kepolisian, KPK, Kejaksaan Agung). 65 surat menyangkut transaksi berbagai entitas sebesar Rp 253 Triliun. 135 surat terkait pegawai Kemenkeu, afiliasi dan individu/badan eksternal.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.