Sukses

Kemudahan Berbisnis RI Naik Bisa Dongkrak Investasi

Peringkat Indonesia dalam hal kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) kembali meningkat ke posisi 72.

Liputan6.com, Jakarta Peringkat Indonesia dalam hal kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) kembali meningkat ke posisi 72. Posisi tersebut naik 19 peringkat dari sebelumnya yang menempati urutan ke 91 dari 190 negara.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan peringkat ini akan mendorong para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena iklim investasinya semakin membaik.

Selain itu, peringkat manufaktur Indonesia terutama untuk nilai tambah berada di peringkat ke-9 di dunia. Capaian ini sejajar dengan Brazil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya.

‎"Bahkan, Indonesia merupakan salah satu negara yang kontribusi industri manufakturnya cukup signifikan terhadap PDB,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (2/11/2017).

‎Menurut dia, Indonesia mampu menyumbangkan hingga mencapai 22 persen atau menempati posisi keempat di dunia setelah Korea Selatan sebesar 29 persen, Tiongkok 27 persen, dan Jerman 23 persen.‎‎‎ Sebagai tindak lanjut dari kenaikan peringkat ini, lanjut Airlangga, pihaknya berkomitmen untuk terus menjaga keberlanjutan produksi industri nasional agar mampu memenuhi kebutuhan di pasar domestik dan ekspor.

Langkah strategis yang akan dijalankan, antara lain mempermudah akses terhadap ketersediaan bahan baku, pasokan energi, dan pemberian insentif.

“Akses ini yang perlu diperlancar sehingga mendorong kinerja manufaktur kita jadi semakin positif. Kementerian Perindustrian selama ini fokus dan konsisten memacu daya saing dan produktivitas industri dalam negeri,” kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

selanjutnya

Dia menegaskan, apabila aktivitas produksi di industri berjalan baik, efek ganda yang dibawanya akan berkontribusi pada peningkatan nilai tambah bahan baku, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan devisa dari ekspor. Namun, upaya ini perlu koordinasi dan sinergi yang kuat dengan para pemangku kepentingan terkait.

“Kami telah memetakan segala macam kebutuhan di berbagai sektor. Seperti harga gas dan listrik yang lebih kompetitif. Ini sudah ada dalam bagian dari paket kebijakan ekonomi, supaya bisa cepat terealisasi agar pelaku industri tidak menunggu terlalu lama,” papar dia.

Lebih lanjut, Airlangga menyampaikan, pihaknya telah membahas dengan Kementerian Keuangan terkait pemberian fasilitas guna mendongkrak permintaan pasar.

“Misalnya di industri otomotif, salah satunya melalui penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Termasuk juga insentif fiskal untuk industri padat karya berorientasi ekspor,” tutur dia.

Menurut Airlangga, potensi pasar ekspor saat ini masih cukup luas. Oleh karenanya, industri nasional perlu didorong untuk mengkombinasikan tujuan pemasaran produknya, selain membidik pasar domestik.

“Pemerintah tengah berupaya menyelesaikan perjanjian-perjanjian internasional agar produk lokal yang kita andalkan untuk ekspor tidak terganggu. Pasalnya, ada beberapa produk kita yang terkena treatment pajak di luar negeri melalui Most Favoured Nation (MFN),” ungkap dia.

Namun demikian, dirinya tetap optimistis terhadap daya saing industri nasional ke depannya dapat lebih kompetitif di kancah global. Selain itu, manufaktur mampu memberikan sumbangan yang signifikan bagi perekonomian nasional. “Pemerintah telah memberikan kemudahan pelayanan dan perizinan bagi para investor dalam menjalankan usahanya di Indonesia,” tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini