Sukses

Bursa Saham Asia Merosot, Investor Menanti Keputusan Bank Sentral Jepang

Investor yang mencermati keputusan bank sentral Jepang mempengaruhi bursa saham Asia Pasifik pada Jumat, 22 September 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Jumat (22/9/2023) jelang keputusan Bank Sentral Jepang atau Bank of Japan. Investor mencermati langkah bank sentral terkait kebijakan moneter yang lebih longgar.

Berdasarkan polling Reuters, ekonom prediksi Bank of Japan akan pertahankan bunga acuan -0,1 persen. Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda menuturkan, kebijakan moneter yang sangat longgar dibutuhkan hingga Jepang melihat inflasi berkelanjutan 2 persen.

Inflasi Jepang tetap berada di atas target sejak April 2022 dengan inflasi terbaru 3,2 persen pada Agustus 2023. Demikian dikutip dari CNBC, Jumat pekan ini.

Indeks Nikkei 225 melemah 1,15 persen jelang keputusan Bank Sentral Jepang. Indeks Topix merosot 0,92 persen. Di Australia, indeks ASX 200 susut 1,4 persen, dan pimpin koreksi di Asia. Indeks Kospi Korea Selatan merosot 0,87 persen, dan indeks Kosdaq terpangkas 0,7 persen.

Sementara itu, indeks Hang Seng Hong Kong berjangka berada di posisi 17.585, pembukaan lebih lemah dari penutupan perdagangan terakhir di kisaran 17.655,41.

Pada perdagangan Kamis, 21 September 2023, tiga indeks acuan tertekan seiring imbal hasil obligasi yang melonjak. Indeks Nasdaq merosot 1,82 persen. Indeks Dow Jones terpangkas 1,08 persen dan indeks S&P 500 susut 1,64 persen.

Di sisi lain, aktivitas sektor swasta Jepang berkembang pada laju paling lambat sejak Februari 2023, menurut perkiraan awal Jibun Bank. Indeks purchasing managers pada September mencapai 51,8, turun dari posisi Agustus 2023 sebesar 52,6.

PMI Manufaktur menunjukkan kontraksi lebih cepat, yang mencapai 48,6 dibandingkan dengan 48,9 pada Agustus. Sedangkan PMI jasa pada September 53,3, ekspansi lebih lemah dibandingkan bulan sebelumnya 54,3.

Adapun angka PMI di atas 50 menunjukkan adanya ekspansi di sektor ini. Sedangkan di bawah 50 menunjukkan kontraksi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penutupan Bursa Saham Asia Pasifik pada 21 September 2023

Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik merosot pada perdagangan Kamis, 21 September 2023 setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve pertahankan suku bunga acuan. Namun, the Fed beri sinyal kenaikan suku bunga lagi pada 2023.

Dikutip dari CNBC, bank sentral AS diprediksi naikkan suku bunga menjadi 5,6 persen pada akhir 2023. Sebelumnya suku bunga the Fed diperkirakan 5,25 peresn dan 5,5 persen. Selain itu, Federal Open Market Committee juga prediksi memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada 2024. Suku bunga akan berada di kisaran 5,1 persen.

Di Australia, indeks ASX 200 melemah 1,37 persen dan ditutup ke level 7.065,2, yang merupakan level terendah sejak 10 Juli 2023. Indeks Nikkei 225 mersoto 1,37 persen setelah Bank of Japan memulai pertemuan dua hari pada pekan ini. Indeks Nikkei 225 ditutup ke posisi 32.571,03. Indeks Topix susut 0,94 persen ke posisi 2.383,41.

Indeks Kospi Korea Selatan merosot 1,75 persen, dan memimpin koreksid I Asia. Indeks Kospi ditutup ke posisi 2.514,97. Indeks Kosdaq terpangkas 2,5 persen ke posisi 860,68. Indeks Kosdaq sentuh level terendah sejak 10 Juli 2023.

Indeks Hang Seng melemah 1,34 persen. Sedangkan bursa saham China merosot. Indeks CSI 300 turun 0,9 persen ke posisi 3.672,44.

3 dari 4 halaman

Penutupan Wall Street pada 21 September 2023

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan saham Kamis, 21 September 2023. Hal ini seiring imbal hasil obligasi AS yang melonjak ke level tertinggi dalam beberapa tahun.

Dikutip dari CNBC, Jumat (22/9/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 370,46 poin atau 1,08 persen ke posisi 34.070,42. Indeks S&P 500 tergelincir 1,64 persen menjadi 4.330. Indeks Nasdaq merosot 1,82 persen ke posisi 13.223,98.

Wall street mencatat koreksi selama tiga hari berturut-turut dan mencatat sesi terburuk sejak Maret di indeks S&P 500. Indeks Dow Jones dan S&P 500 cenderung melemah pekan ini dengan masing-masing turun lebih dari 1 persen dan 2 persen. Sedangkan indeks Nasdaq bersiap merosot lebih dari 3 persen.

Di sisi lain, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun sentuh level tertinggi 4,49 persen. Pada awal sesi perdagangan, imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun sentuh level tertinggi sejak 2007. Lonjakan imbal hasil obligasi dipicu data klaim pengangguran yang menunjukkan pasar tenaga kerja masih kuat. Hal ini dapat membuat bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) tetap pertahankan suku bunga.

Data klaim pengangguran turun 20.000 menjadi 201.000 hingga 16 September 2023. Realisasi klaim pengangguran ini turun dari prediksi ekonom oleh Dow Jones sebesar 225.000. Data klaim pengangguran itu terendah sejak Januari.

Sementara itu, imbal hasil obligasi tenor 2 tahun menyentuh 5,2 persen, dan termasuk level tertinggi sejak 2006.

“Itu semacam tanda peringatan bagi pasar saat ini. Imbal hasil tentu saja membebani selera risiko saat ini,” ujar Chief Technical Strategist LPL Financial, Adam Turnquist.

4 dari 4 halaman

Saham Teknologi Tertekan

Selain itu, koreksi di wall street terjadi seiring pemimpin partai Republik di DPR memasukkkan majelis ke dalam masa reses pada Kamis pekan ini sehingga memperkuat kekhawatiran anggota parlemen federal tidak akan meloloskan rancangan undang-undang (RUU) untuk mencegah penutupan pemerintah atau shutdown.

Pelaku pasar khawatir kalau penutupan ekonomi akan merugikan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal IV 2023.

Pergerakan ini terjadi sehari setelah the Fed mengumumkan akan mempertahankan suku bunga tetapi prediksi kenaikan suku bunga lagi sebelum akhir tahun.

Bank sentral juga indikasikan penurunan suku bunga lebih sedikit pada 2024, dan pada dasarnya menuturkan bank sentral perlu mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama karena inflasi yang masih tinggi.

Ketua the Fed Jerome Powell menuturkan, setelah keputusan itu, soft landing terhadap perekonomian masih mungkin terjadi tetapi tidak dengan skenario dasarnya.

“Saya pikir kami melihat sedikit perbedaan antara apa yang diharapkan dan bagaimana keadaanya sebenarnya. Ketika Anda seorang investor, hal ini tampaknya tidak ideal karena tampaknya mengindikasikan lingkungan suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka panjang,” ujar Analis Motley Fool Wealth Management, Shelby McFaddin.

Saham-saham teknologi memimpin koreksi pekan ini karena investor mempertimbangkan kembali pembelian saham yang berorientasi pada pertumbuhan jika suku bunga tetap tinggi. Saham Tesla, Alfabet, dan Nvidia merosot lebih dari 2 persen.

Sedangkan saham FedEx naik 4,5 persen sehari setelah perusahaan pengiriman itu membukukan laba yang disesuaikan sebesar USD 4,55 per saham pada kuartal pertama tahun fiskal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.