Sukses

Nasib 9 Siswa Korban Penamparan Guru di Purwokerto

Guru tidak tetap di SMK Kesatrian Purwokerto yang menampar sembilan siswa yang telat masuk kelas telah ditetapkan sebagai tersangka.

Liputan6.com, Banyumas - Ulah sembilan siswa telat masuk ke kelas gara-gara sarapan di kantin berbuah tamparan dari guru tidak tetap mereka, Lukman Septiadi (27), di SMK Kesatrian Purwokerto pada Kamis, 19 April 2018. Akibatnya, mereka menderita luka fisik.

Kapolres Banyumas, AKBP Bambang Yudhantara Salamun menerangkan dua siswa mengalami dengung dan nyeri di telinga. Sementara, siswa lainnya mengalami memar dan tulang rahang sakit saat membuka mulut.

"Siswa sudah mendapat pemeriksaan medis dan visum. Saat ini mereka menjalani rawat jalan," ujar Kapolres saat gelar perkara di Mapolres Banyumas, Jumat 20 April 2018, Jumat, 20 April 2018.

Sementara itu, pendamping korban dari Pusat Pelayanan Terpadu Penanganan dan Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT-PKBGA) Banyumas, Tri Wuryaningsih memastikan akan mendampingi para siswa korban kekerasan guru mereka.

Pendampingan diberikan baik pada setiap proses pemeriksaan hukum maupun pemeriksaan kesehatan mental mereka. Menurut Tri, pendampingan diperlukan agar para siswa nantinya tidak berubah menjadi pelaku kekerasan seperti Lukman.

Meski peristiwa itu akan membekas di ingatan setiap penghuni sekolah, ia meminta agar para siswa bisa bersekolah dengan nyaman. Pendampingan juga diberikan untuk siswa yang merekam aksi penamparan itu.

"Kita dampingi juga supaya nanti tidak diintimidasi oleh teman-temannya atau juga gurunya," ujarnya.

Setelah mendapat perawatan, para siswa diketahui dalam kondisi baik. Jika dua siswa masih mengalami dengung di telinganya, mereka harus mendapatkan pengobatan dari dokter spesialis.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rekaman Video Atas Permintaan Guru

Dalam kesempatan itu pula, Kapolres Banyumas mengungkapkan bahwa rekaman kekerasan tersebut ternyata diminta oleh Lukman sendiri. Melalui pernyataan dalam video, dia hanya ingin penamparan itu menjadi peringatan bagi siswa lain.

Lukman yakin dengan keputusannya. Tamparan itu pastilah menimbulkan efek jera. Namun ternyata, video kekerasan itu diunggah ke media sosial sehingga tersebar luas di masyarakat.

"Sebelum perbuatan itu pun, bahkan guru ini merekam sendiri statementnya, kemudian setelah itu baru melakukan pemukulan," kata Kapolres Banyumas.

Status Lukman kini telah dinaikkan menjadi tersangka. Saat ini, dia masih di Mapolres Banyumas untuk dimintai keterangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Dia terancam dijerat dengan Pasal 80 ayat 1 UU No 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman yang menantinya ialah 3 tahun 6 bulan kurungan.

"Akan kita coba analisa apa memenuhi unsur-unsur pasal lain. Bagaimanapun, kekerasan dalam dunia pendidikan tidak dapat dibenarkan," Kapolsek menambahkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.