Sukses

Ada Arti Toleransi dalam Kue Kering khas Lebaran

Kue kering khas Lebaran diadopsi dari kalangan Eropa dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk, bahan, dan rasa yang berbeda dengan aslinya.

Jakarta - Kue kering identik dengan momen Lebaran di Indonesia. Tak sekadar enak untuk disantap, ternyata ada fakta menarik seputar kue-kue kering tersebut.

Menurut Sejarawan kuliner Universitas Padjadjaran Fadly Rahman, kue-kue kering seperti nastar, kastengel, lidah kucing, dan putri salju yang populer disajikan sebagai kudapan khas Lebaran memiliki makna toleransi di baliknya.

Ia menjelaskan kue kering tersebut awalnya dikenal pada masa kolonial lewat pertukaran hantaran dari keluarga Eropa untuk keluarga priyayi yang merayakan Lebaran. Kue-kue tersebut juga menjadi kudapan yang biasa dihidangkan pada hari-hari perayaan umat Nasrani.

"Kue-kue kering ini disajikan ketika keluarga-keluarga priyayi merayakan Lebaran dan di sini juga ada hantar-menghantar ketika Lebaran. Keluarga-keluarga Eropa menghantarkan makanan seperti kue-kue kering ini untuk keluarga priyayi," kata Fadly, dikutip dari Antara, Senin, 2 Mei 2022.

Ia menambahkan, kue kering yang diadopsi dari kalangan Eropa tersebut dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk, bahan, dan rasa yang berbeda dengan aslinya. Kastengel (kaasstengels, dalam bahasa Belanda), misalnya, memiliki bentuk yang lebih panjang dalam versi aslinya.

Selain bentuk, kualitas keju yang digunakan pada kastengel di Belanda dan Hindia Belanda juga punya perbedaan. Begitu pula dengan nastar. Kue ini terinspirasi dari kue pai atau tar Eropa yang biasanya diisi dengan bluberi dan apel.

Nastar berasal dari dua kata dalam bahasa Belanda yaitu "ananas" (nanas) dan "taart" (pie). Fadly mengatakan nastar merupakan inovasi yang dibuat oleh para perempuan Belanda yang menetap di Hindia Belanda. Saat itu mereka memanfaatkan buah nanas yang hanya tumbuh di daerah tropis sebagai pengganti isian kue.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tradisi Hantaran

"Jadi ada proses modifikasi, artinya di tangan orang-orang di Hindia Belanda berbeda dengan apa yang dihasilkan di Belanda sana. Kalau kita perhatikan bentuk nastar dan kastengel yang ada di Belanda itu berbeda," ungkapnya.

Selain keluarga Eropa, Fadly mengatakan bahwa kalangan yang mengonsumsi kue-kue kering itu mulanya hanya keluarga priyayi atau ningrat. Hal itu wajar saja karena merekalah yang memiliki akses hubungan dengan orang-orang Eropa, sampai kemudian dibuat di rumah-rumah tangga pribumi kebanyakan.

"Pada masa itu, antara keluarga priyayi dan keluarga Eropa memiliki hubungan yang berkaitan dengan kepentingan politik, ekonomi atau bisnis. Situasi itu memang membuka hubungan yang terbuka dalam kaitan hantar-menghantarkan makanan," kata Fadly

Tradisi hantaran tak hanya terjadi saat Lebaran Idul Fitri. Sebaliknya, ketika momen hari raya bagi orang-orang Eropa tiba, seperti Natal, maka keluarga pribumi juga turut menghantarkan makanan tradisional. Jadi tidak heran kalau pada masa kolonial orang Eropa juga mengenal makanan-makanan khas pribumi.

"Informasi itu tertulis dalam buku-buku masakan berbahasa Belanda. Mereka bukan hanya menikmati makanan Eropa, tapi juga apa yang dinikmati pribumi," terang Fadly.

3 dari 4 halaman

a

Kue kering memang selalu berhasil memeriahkan dan menemani momen hangat kita berkumpul bersama keluarga di hari lebaran. Tapi banyak juga yang penasaran kenapa selalu ada kue kering saat Hari Raya Idul Fitri?

Dikutip dari kanal Ramadan Liputan6.com, ada empat alasan mengapa kue kering identik dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri.

1. Simbol Perayaan

Ada begitu banyak jenis kue kering, namun yang paling sering dihidangkan saat lebaran ialah nastar dan kastengel. Kedua kue kering ini dibawa masuk oleh orang-orang Belanda yang selalu membuatnya di setiap momen perayaan.

Kebiasaan ini pun menjadi tradisi yang melekat di masyarakat dan kini kue kering nampaknya sudah menjadi suguhan wajib saat lebaran. Namun tak hanya saat lebaran, tapi keberadaan kue kering juga wajib ada saat perayaan lainnya baik Natal maupun tahun baru.

4. Kehangatan di Rumah

Adanya kue kering di rumah membuat suasana terasa lebih hangat. Terlebih lagi proses membuat kue dijamin menghadirkan kehangatan tersendiri di antara anggota keluarga. Belum lagi ketika mencicipinya bersama dengan keluarga besar saat hari Lebaran tiba.

4 dari 4 halaman

3. Mempererat Silaturahmi

Lebaran merupakan momen hangat yang kita habiskan bersama keluarga atau kerabat yang jarang ditemui. Hal itu jadi salah satu alasan mengapa banyak keluarga menyajikan berbagai hidangan, salah satunya kue kering untuk menjamu para tamu yang datang untuk bersilaturahmi.

Fadly Rahman, pernah mengungkapkan bahwa budaya menyajikan aneka hidangan ini dimulai di awal abad ke-20. Saat hari Lebaran, orang Eropa akan memberikan kue kering pada pribumi yang merayakan, sebaliknya di hari Natal warga pribumi akan mengirimkan makanan pada orang-orang keturunan Eropa.

4. Tahan Lama

Awalnya, kue kering hanya boleh dinikmati oleh para bangsawan dan baru menyebar ke seluruh dunia lewat pedagang muslim. Baru di abad ke-14, kudapan lezat ini boleh disantap oleh rakyat biasa dan sering dijadikan bekal saat bepergian karena cukup awet disimpan dalam waktu lama.

Hal ini sepertinya menjadi alasan mengapa banyak orang menyediakan kue kering sebagai salah satu kudapan wajib dalam menjamu para tamu. Dapat disimpan cukup lama di wadah kedap udara, kue kering jadi pilihan kudapan praktis dan hemat biaya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.