Sukses

Cerita dari Kakak Paus Leo XIV: Sejak Kecil Dia Sudah Bercita-cita Jadi Imam

Paus Leo XIV memiliki dua kakak laki-laki, Louis Prevost dan John Prevost.

Diperbarui 10 Mei 2025, 15:58 WIB Diterbitkan 10 Mei 2025, 15:58 WIB

Liputan6.com, Vatican City - Ketika Robert Francis Prevost masih duduk di kelas satu SD, seorang tetangganya mengatakan bahwa dia akan menjadi paus pertama asal Amerika Serikat (AS). Demikian diungkapkan salah satu saudaranya kepada ABC News.

Pada Kamis (8/5/2025), ramalan itu menjadi kenyataan, ketika kardinal berusia 69 tahun itu terpilih menjadi paus ke-267 — dan yang pertama berasal dari AS.

John Prevost mengungkapkan kepada acara "Good Morning America" bahwa dia sempat berbicara dengan adiknya selama sekitar 30 detik pada Kamis untuk mengucapkan selamat.

Dia mengatakan bahwa jika orang tua mereka masih hidup, mereka pasti akan merasa sangat bahagia dan bangga terhadap anak mereka. Namun, di saat yang sama, mereka juga akan khawatir karena peran barunya membawa tanggung jawab yang sangat berat di pundaknya.

"Aku khawatir," kata John Prevost kepada GMA pada Jumat. "Sekarang dia memikul tanggung jawab yang sangat besar, yaitu mencoba menyatukan umat Katolik di seluruh dunia. Menurutku, gereja sedang terpecah dengan cepat. Orang-orang mulai meninggalkan gereja, dan perpecahan di dalamnya makin terlihat. Mungkin dia bisa melakukan sesuatu untuk memperbaikinya. Dia harus berani menghadapi semua itu, mengajak orang berdialog, dan membuka ruang diskusi untuk mendengar pendapat dari berbagai belahan dunia."

Robert Prevost yang kini lebih dikenal sebagai Paus Leo XIV tumbuh sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara di Dolton, pinggiran selatan Chicago.

John Prevost mengisahkan kepada ABC News di luar rumahnya di Illinois pada Kamis bahwa adiknya sejak kecil memang sudah bercita-cita menjadi imam.

"Dia sudah tahu sejak awal. Menurutku, dia tidak pernah meragukannya, bahkan tidak pernah memikirkan pilihan lain," ujarnya.

Sejak kecil, Robert Prevost diceritakan sudah menunjukkan panggilan imamat yang kuat. Alih-alih bermain seperti anak-anak pada umumnya, dia justru senang berpura-pura menjadi imam yang memimpin misa. Papan setrika di rumah pun dia gunakan sebagai altar.

John Prevost menyebut bahwa adiknya adalah penggemar tim bisbol White Sox.

"Dia orang biasa seperti kebanyakan lainnya," tambahnya.

Menurut Pastor James Martin, kontributor urusan kepausan untuk ABC News, nama Robert Prevost mulai mencuat sebagai kandidat kuat beberapa hari sebelum konklaf dimulai.

John Prevost menceritakan bahwa dia sempat berbicara dengan adiknya pada Selasa, tepat sebelum para kardinal memulai konklaf. Saat itu, dia mengatakan kepada sang adik bahwa dia percaya saudaranya bisa menjadi paus pertama dari AS.

Namun, Robert Prevost merespons dengan merendah, menyebut hal itu sebagai omong kosong dan sekadar pembicaraan. Menurut John Prevost, adiknya saat itu berkata, "Mereka tidak akan memilih paus dari AS."

"Dia memang tidak percaya atau mungkin tidak mau percaya," ujar John.

Bagaimanapun, John Prevost meyakini bahwa adiknya akan meneruskan jejak mendiang Paus Fransiskus sebagai pembela kaum miskin dan tertindas.

"Aku rasa mereka berdua satu pemikiran," kisahnya. "Karena mereka pernah berada di Amerika Selatan pada masa yang sama — adikku di Peru, Paus Fransiskus di Argentina — dan sama-sama bekerja di tengah misi serta bersama kaum yang terpinggirkan. Jadi mereka lahir dari pengalaman yang serupa."

2 dari 2 halaman

Godaan Puluhan Tahun Lalu Jadi Kenyataan

Louis Prevost, anak tertua dari tiga bersaudara Prevost, sedang merasa tidak enak badan dan berbaring di tempat tidur di rumahnya di Florida saat momen besar itu terjadi.

"Istriku menelepon untuk memberi tahu bahwa sudah ada asap putih dari kapel," kata dia.

Louis Prevost mengatakan dia seketika menyalakan siaran langsung pengumuman dari Vatikan.

"Mereka mulai membacakan namanya, dan ketika sampai pada bagian, 'bla, bla, bla, Roberto', aku langsung tahu — itu Rob," kisahnya. "Aku bersyukur saat itu masih berbaring di tempat tidur, karena kalau tidak mungkin aku sudah jatuh saking kagetnya."

Louis Prevost mengatakan dia langsung bangun dan mulai menari seperti orang bodoh.

"Itu sungguh luar biasa," ujarnya. "Aku langsung terbangun dan merasa luar biasa."

Louis Prevost menggambarkan saudaranya sebagai sosok yang membumi, seseorang yang memiliki selera humor yang baik dan cerdas luar biasa. Dia sangat mencintai pekerjaannya sebagai misionaris di Peru dan senang bersama masyarakat, dan melalui pekerjaannya di Vatikan, dia dtelah berkeliling dunia.

"Aku pikir aku sudah cukup banyak bepergian saat dinas di Angkatan Laut, tapi, ya Tuhan, dia jauh melampauiku," tutur Louis Prevost.

Saudaranya itu meyakini bahwa pengalaman global itulah yang membuat Robert Prevost menonjol di mata para kardinal dalam pemilihan paus.

Louis Prevost menyatakan saudaranya seolah memang selalu tahu panggilan hidupnya dan sejak usia 4 atau 5 tahun, keluarga sudah merasa bahwa dia ditakdirkan untuk hal besar dalam Gereja Katolik. Saat kakak-kakaknya bermain polisi-polisian, kata Louis Prevost, Robert Prevost akan bermain jadi imam dan membagikan Komuni Kudus menggunakan wafer Necco.

"Kami dulu sering menggoda dia — kamu akan jadi paus suatu hari nanti," sebut Louis Prevost. "Para tetangga juga bilang begitu. Enam puluh tahun lebih berlalu dan inilah kenyataannya."

 

Produksi Liputan6.com