Sukses

757.000 Orang di Prancis Kembali Demo Memprotes Kenaikan Batas Usia Pensiun

Mayoritas warga Prancis tidak menyetujui rencana Presiden Macron untuk menaikkan batas usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.

Liputan6.com, Paris - Protes teranyar terkait rencana kenaikan batas usia pensiun di seluruh Prancis memasuki hari ketiga pada Selasa (7/2/2023) waktu setempat. Pemerintah mengatakan, 757.000 orang berpartisipasi dalam lebih dari 200 demonstrasi jalanan, angka ini lebih rendah dari dua aksi sebelumnya dalam beberapa pekan terakhir.

Demonstrasi tidak hanya mengganggu layanan transportasi umum dan membuat satu penerbangan dari Bandara Orly di Paris dibatalkan, namun juga memicu penutupan sejumlah sekolah karena para guru ikut berunjuk rasa. Mereka menentang rencana Presiden Emmanuel Macron untuk menaikkan batas usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.

Dikutip dari The Guardian, Rabu (8/2/2023), jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas warga Prancis tidak menyetujui rencana Presiden Macron, tidak hanya untuk menaikkan batas usia pensiun, tapi juga menambah jumlah tahun di mana orang harus berkontribusi untuk bisa mendapatkan pensiun penuh.

Usia pensiun Prancis saat ini disebut merupakan yang terendah dari ekonomi besar manapun di Eropa.

Penolakan tidak hanya datang dari jalanan, tapi juga dari gedung parlemen. Pada Senin (8/2) malam, teriakan dan kekesalan anggota parlemen mewarnai perdebatan awal tentang rencana Macron tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Beralasan Demi Menyelamatkan Sistem Pensiun Prancis

Kubu Macron yang berhaluan sentris berada dalam posisi yang lemah di parlemen setelah kehilangan mayoritas mutlak mereka dalam pemilu Juni lalu.

Untuk meloloskan RUU pensiun, pemerintah Macron harus menghadapi negosiasi yang tegang dalam upaya meyakinkan anggota parlemen dari sayap kanan, Les Republicains.

Secara teori, pemerintah dapat menggunakan kekuatan eksekutifnya untuk mendorong rencana tersebut tanpa dukungan dari sayap kanan atau pemungutan suara di parlemen. Namun, Perdana Menteri Elisabeth Borne ingin menghindari hal tersebut karena sadar akan keributan dan protes lebih lanjut yang dapat timbul.

"Apakah kita akan menghabiskan 15 hari seperti ini?" tanya pemimpin parlemen, merujuk pada lamanya debat, teriakan, dan interupsi.

"Ya!" jawab seorang anggota parlemen sambil memukul meja.

Anggota parlemen sayap kiri mencap, pemerintahan Macron telah membawa kekacauan ke negara itu.

"Generasi muda membenci kalian semua," ujar anggota parlemen sayap kiri radikal Rachel Keke, merujuk pada pemerintah.

Sebelumnya, pidato Rachel Keke meraih tepuk tangan setelah mengatakan bahwa para menteri tidak pernah mengerjakan pekerjaan fisik yang sulit dan tidak memahami bagaimana rasanya bangun setiap pagi dengan punggung yang sakit.

Sementara itu, Menteri Anggaran Prancis Gabriel Attal mengklaim bahwa langkah pemerintah melalui rencana Macron tersebut adalah untuk menyelamatkan sistem pensiun Prancis. Pilihannya, menurut dia, revisi UU pensiun atau potensi kebangkrutan sistem tersebut.

Adapun pemimpin sayap kanan Marine Le Pen mengklaim bahwa sejumlah anggota parlemen perempuan dari partainya telah menerima pesan suara mencurigakan dan menipu via telepon selama debat berlangsung. Pesan tersebut memberitahukan bahwa anak mereka dilarikan ke rumah sakit.

Le Pen mengkritik apa yang disebutnya trik menjijikkan itu untuk membuat anggotanya bergegas meninggalkan parlemen selama pemungutan suara.

Demonstrasi menolak kenaikan batas usia pensiun berikutnya dijadwalkan berlangsung pada Sabtu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.