Sukses

Di Tengah Tekanan Massa, Hong Kong Tunda Pembahasan RUU Ekstradisi

Pembahasan RUU Ekstradisi Hong Kong di legislatif ditunda menyusul tekanan ratusan ribu demonstran pada Rabu 12 Juni 2019.

Liputan6.com, Hong Kong - Pembahasan RUU Ekstradisi Hong Kong di legislatif ditunda menyusul tekanan ratusan ribu demonstran yang memadati gedung pemerintahan lokal sejak Rabu 12 Juni 2019.

Pemerintah mengatakan pada Rabu pagi bahwa rapat dengar pendapat akan "diundur hingga waktu yang akan segera ditentukan" oleh kepala Dewan Legislatif yang dikendalikan oleh mayoritas pro-Beijing.

Para pengunjuk rasa memiliki beragam reaksi terhadap berita tentang penundaan tersebut, tetapi tetap teguh pada tujuan mereka - berdiri di bawah payung dan terus memblokir jalan.

"Saya akan menggambarkannya sebagai kemenangan kecil," kata Ramon Yuen, seorang anggota dewan distrik lokal yang mewakili Partai Demokrat Hong Kong, seperti dikutip NBC News, Rabu (12/6/2019).

"Ada banyak kemungkinan ... tapi kami ingin pemerintah menarik amandemen," lanjut Yuen."

Sementara itu, seorang demonstran mengatakan, "Tidak ada keputusan yang dibuat untuk melakukan itu, dan kami tidak melihat gerakan yang baik bahwa mereka akan mendengarkan suara orang-orang Hong Kong." Cyrus Lee (28), menggemakan sentimen Yuen.

Mengatakan kepada NBC News, pemuda Hong Kong itu mengaku "tidak tahu apakah (penundaan) itu pertanda baik atau tidak karena kamu tidak tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya."

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Titik Puncak Pergolakan

Hari ini menjadi salah satu titik zenit pergolakan massa yang menolak pengesahan RUU Fugitive Offenders and Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Legislation (Amendment) Bill 2019 yang dikhawatirkan para kritikus dapat memungkinkan China untuk meminta untuk mengekstradisi lawan politik di wilayah tersebut dan membawanya untuk diadili di Tiongkok daratan.

Demonstran mengatakan, RUU akan menempatkan penduduk Hong Kong dalam risiko terekstradisi ke sistem peradilan China yang mereka nilai "keruh", di mana para terdakwa dapat menghadapi proses hukum yang tidak adil dalam suatu sistem yang sebagian besar pengadilan pidana berakhir dengan vonis hukuman.

Para pendukung RUU, termasuk Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam menyebut produk hukum itu akan membantu wilayah semi-otonomi China dalam melindungi hak asasi manusia.

Lam mengatakan kepada wartawan hari Senin bahwa undang-undang itu akan membantu Hong Kong menegakkan keadilan dan memenuhi kewajiban internasionalnya demi mencegah Hong Kong menjadi surga bagi para pelarian. Lam menambahkan bahwa undang-undang akan mampu melindungi hak asasi manusia, katanya.

3 dari 3 halaman

Voting Persetujuan RUU Dijadwalkan pada 20 Juni

Ribuan warga Hong Kong kembali berunjuk rasa pada Rabu, 12 Juni 2019 di sekitar gedung pemerintahan. Massa demonstran dan polisi setempat terjebak dalam kebuntuan, saat kemarahan masyarakat terkait RUU ekstradisi ke China daratan semakin membesar.

Massa aksi mengenakan topeng dan helm di wajah, memblokir jalan-jalan utama di sekitar gedung pemerintah. Polisi dengan pakaian anti huru-hara merespons dengan menggunakan semprotan merica pada pengunjuk rasa untuk membubarkan mereka. Petugas keamanan menambahkan, mereka siap untuk "menggunakan kekuatan," lapor BBC News dikutip Rabu (12/6/2019).

Protes pada Rabu ini berlangsung beberapa jam sebelum Dewan Legislatif akan memperdebatkan RUU ekstradisi yang dimaksud. Pemerintah mengatakan akan terus mendorong upaya ekstradisi, terlepas dari masifnya penolakan dari masyarakat Hong Kong.

Pemungutan suara final diharapkan akan terlaksana pada 20 Juni mendatang, dengan Dewan Legislatif pro-Beijing, kata BBC, diperkirakan akan meloloskan RUU tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.