Sukses

Menilik Perang Assad-Putin Melawan ISIS

Dukungan tentara Rusia kepada pemerintah Suriah dalam memerangi ISIS, dilaporkan telah menghasilkan beberapa pencapaian.

Liputan6.com, Beirut - Pemerintah Suriah yang didukung oleh pasukan Rusia bertempur melawan ISIS di sekitar Palmyra pada Senin. Mereka mencoba untuk memperpanjang kendali atas kota di mana terdapat kuil-kuil kuno yang diledakkan oleh para militan.

Di ambil alihnya Palmyra pada hari Senin merupakan salah satu kemunduran terbesar ISIS. Hal tersebut juga merupakan kemenangan bagi Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dan sekutunya, Rusia.

Seperti yang dikutip dari newsweek.com, Selasa (19/3/2016), tentara Suriah mengatakan bahwa tempat tersebut akan menjadi landasan peluncuran dalam operasi terhadap kubu ISIS di Raqqa dan Deir al-Zor.

"Saat ini ada konvergensi kepentingan di seluruh dunia tentang fakta bahwa ISIS benar-benar harus dihadapi. Ini adalah kekalahan strategi untuk ISIS dan secara tidak langsung merupakan kemenangan bagi Assad dan Putin," ujar pakar kajian timur tengah dari London School of Economics.

Sekjen PBB, Ban Ki Moon, berkata ia 'bersemangat' bahwa tentara Suriah dapat mengusir ISIS dari Palmyra dan saat ini kota yang merupakan warisan kuno tersebut saat ini dapat dipertahankan.

"Saya mengkhawatirkan satu hal, bahwa periode gencatan senjata akan memungkinkan rezim Assad untuk 'melahap' apa yang tersisa dari Suriah dengan membebaskan daerah-daerah yang dikuasai oleh ISIS dan Nusra," ujar anggota dari oposisi High Negotiations Committee, Riad Nassan Agha kepada Reuters.

Gencatan senjata yang diterima oleh pemerintah Suriah dan sebagian besar musuhnya, merupakan yang pertama sejak perang dimulai lima tahun lalu. Hal tersebut juga disertai dengan pembicaraan damai dan dihadiri oleh pihak yang bertikai.

Palmyra sebagai Alat Negosiasi

Pemerintah Suriah yang cenderung menggunakan keberhasilan di Palmyra untuk meningkatkan posisi negosiasi pada perundingan damai di Jenewa, menggarisbawahi bahwa hal tersebut merupakan 'mitra' penting dalam memerangi ISIS.

Amerika Serikat memimpin kampanye internasional serangan udara dalam melawan ISIS baik di Suriah maupun Irak dan berkata bahwa hal tersebut tak berhubungan dengan pemerintahan Assad. Namun, dilaporkan bahwa mereka terlihat melakukan serangan udara di sekitar Palmyra setidaknya seminggu sekali.

Monumen Arch of Triumph di Palmyra. (AFP)

Utusan Suriah dalam perundingan damai Jenewa, Bashar Ja'afari, memberi keterangan dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Lebanon, al-Mayadeen TV, bahwa sudah saatnya kekuasaan termasuk Washington untuk bergabung bersama Moskow dalam kerja sama dengan Damaskus.

"Kami sedang membentuk koalisi Internasional dalam melawan terorisme, tapi dalam koordinasi dengan pemerintah Suriah," ujar Bashar Ja'afari.

"Kami tak keberatan bekerja dengan Amerika selama itu dikoordinasikan dengan Suriah," tambahnya.

Walaupun Rusia telah mendeklarasikan penarikan hampir seluruh tentaranya di Suriah dua minggu lalu, jet dan helikopter milik negara tersebut masih melakukan serangan di Palmyra.

Rusia juga berkata akan membantu mengamankan dan menghapus ranjau darat di Palmyra terkait dengan kampanye, dan Kremlin berkata pada Senin bahwa angkatan udara Rusia akan melanjutkan sokongannya kepada tentara pemerintah Suriah.

Sisa-sisa ISIS

Walaupun hampir seluruh tentara ISIS melarikan diri dari Palmyra pada Minggu, namun ada beberapa militan yang masih ada di kota tersebut.

Direktur the Observatory, Rami Abdulrahman, berkata bahwa sebagian penduduk telah lari dari Palmyra sebelum terjadinya serangan tentara pemerintah dan tak mendengar ada warga sipil yang meninggal. Dalam keterangannya, diketahui 417 tentara ISIS meninggal dalam pertempuran tersebut, sedangkan tentara Suriah yang tewas sebanyak 194.

Militan ISIS meledakkan beberapa monumen pada tahun lalu dan televisi Suriah berhasil merekam keadaan museum Palmyra dari dalam. Dalam video tersebut terlihat beberapa patung rusak dan beberapa rak kaca pecah.

Balai Kota Palmyra. (Reuters)

Kepala barang antik Suriah mengatakan, bangunan bersejarah lainnya masih berdiri dan berjanji untuk merestorasi monumen yang rusak.

"Palmyra telah bebas. Hal ini merupakan akhir dari destruksi di Palmyra," ujar Mamoun Abdelkarim kepada Reuters.

Lepasnya ISIS dari Palmyra berselang tiga bulan setelah terusir dari Ramadi, ibu kota provinsi di dekat Irak. Kelompok radikal tersebut juga kehilangan daerah kekuasannya di tempat lain, termasuk kota Tikrit di Irak, tahun lalu, dan al-Shadadi di Suriah pada Februari.

Pada Jumat, Amerika Serikat berkata bahwa mereka yakin telah membunuh militan senior ISIS, termasuk Abd ar-Rahman al-Qaduli, yang merupakan pejabat keuangan terkemuka serta asisten dari Abu Bakr al-Baghdadi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini