Sukses

Penggunaan ChatGPT Makin Masif, Intip Potensi Ekonomi AI di Indonesia

ChatGPT (Generative Pre-Trained Transformer) belakangan ramai diperbincangkan di linimasa karena kemampuannya untuk membantu menghasilkan ide konten, esai, bahkan menyelesaikan pertanyaan matematika.

Liputan6.com, Jakarta ChatGPT (Generative Pre-Trained Transformer) belakangan ramai diperbincangkan di linimasa karena kemampuannya untuk membantu menghasilkan ide konten, esai, bahkan menyelesaikan pertanyaan matematika. Hal ini menjadikan ChatGPT digadang lebih canggih daripada Bard chatbot besutan Google.

ChatGPT sendiri dikembangkan oleh OpenAI, perusahaan asal Amerika Serikat yang fokus mengembangkan teknologi Artificial Intelligence (AI). Chatbot ini dibuat berdasarkan GPT-3.5, sebuah model bahasa alami yang menggunakan proses pembelajaran Deep Learning.

Industri teknologi berbasis kecerdasan buatan seperti ChatGPT diperkirakan akan berperan penting dalam kemajuan di sektor ekonomi.

Hal ini dibuktikan dengan kehadiran berbagai perusahaan teknologi yang membuka peluang pekerjaan dan bisnis baru. Bahkan, menurut Kominfo, teknologi kecerdasan buatan diprediksi akan menambah Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hingga 386 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar 5,5 triliun rupiah di tahun 2030 mendatang.

“Indonesia memiliki potensi besar untuk menggunakan dan lebih pentingnya melakukan inovasi berbasis AI. Berbagai industri yang dapat menggunakan dan memanfaatkan AI secara lebih masif yaitu telekomunikasi, manufaktur, transportasi, logistik, serta edukasi. Terlebih lagi di sektor jasa keuangan dan perbankan dimana mereka sudah mengadopsi penggunaan otomatisasi di lima tahun terakhir," kata IT Advisory Director di Grant Thornton Indonesia Goutama Bachtiar dikutip Minggu (26/2/2023).

Pemanfaatan AI dapat dicermati pada perkembangan layanan daring pada sektor transportasi, perbankan, belanja, dan keuangan berbasis digital serta digitalisasi dalam penyediaan materi pendidikan dan pelatihan.

Pada sektor ekonomi, perbankan, dan keuangan, AI berperan dalam pertumbuhan cashless society, business start-up, dan transaksi online, serta transformasi toko fisik menjadi pemain e-commerce karena masifnya transaksi online dengan memanfaatkan digitalisasi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kunci Utama

AI sebagai salah satu teknologi yang menjadi kunci utama perubahan besar di masa depan di sisi lain memiliki beberapa risiko. Yang paling dikhawatirkan oleh banyak kalangan adalah meningkatnya tingkat pengangguran akibat lapangan pekerjaan yang diisi oleh otomatisasi dan AI.

“Kecerdasan buatan merupakan salah satu game changer sehingga harus dipastikan dapat berkembang di berbagai lapisan masyarakat. Dengan masifnya pengembangan AI kita berharap dapat mengakselerasi transformasi ekonomi Indonesia, berkontribusi positif dalam mempercepat pemerataan pembangunan serta menggerakkan ekonomi di sektor riil maupun ekonomi kreatif,” ungkap Goutama Bachtiar.

Lebih spesifiknya, dampak negatif yang dapat terjadi adalah bahwa AI dapat disalahgunakan yaitu untuk melakukan tindakan kriminal seperti peretasan dan pencurian data pribadi dimana hal tersebut tentu saja mengancam keamanan digital.

Bahkan penggunaan AI dapat digunakan untuk membahayakan keselamatan dunia, misalnya pengembangan otomatisasi senjata atau senjata berbasis AI dalam rangka invasi militer.

“Kita tentunya juga berharap atas kesungguhan upaya pemerintah dalam mengembangkan kecerdasan buatan dengan menjadikannya sebagai salah satu agenda dalam program transformasi digital sebagai salah satu akselerator pemulihan ekonomi nasional, seperti akan halnya e-commerce. Konkritnya, AI diharapkan dapat mempercepat dan meningkatkan kualitas layanan publik, mempermudah dan memperluas aksesibilitas publik terhadap layanan digital, menambah lapangan kerja dan juga bisnis baru," tutup Goutama Bachtiar. 

3 dari 4 halaman

Kecerdasan Buatan ChatGPT Lagi Tren, Bisa Bikin Runtuh Karier Seseorang?

Kecerdasan Buatan menjadi topik teknologi terbaru berkat booming ChatGPT. Chatbot bertenaga AI yang dibuat oleh OpenAI dan didukung Microsoft begitu mengesankan sekaligus mengejutkan karena kemampuannya menjawab pertanyaan, menulis esai, dan bahkan memperdebatkan kasus hukum.

Lantas, apa bagaimana pengaruhnya terhadap karier?

Beberapa orang mungkin bertanya-tanya mengenai kecerdasan buatan yang mungkin akan menggantikan atau memengaruhi pekerjaan atau karier seseorang. Namun, di tengah kekhawatiran tersebut, para ahli mengatakan tidak sesederhana itu.

Mengganti atau menciptakan pekerjaan?

Jawaban singkat untuk pertanyaan apakah AI akan menggantikan beberapa pekerjaan adalah “ya”.

Perkembangan dalam kecerdasan buatan menandai bahwa teknologi dapat melampaui lebih banyak lagi. hal itu tentu saja akan berdampak pada pekerjaan, kata profesor emeritus sistem informasi di Singapore Management University Steven Miller.

“Ketika mesin fisik, sistem perangkat lunak, dan kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak menjadi lebih mampu sebagai hasil dari pemberdayaan AI, semakin mungkin dan layak secara ekonomi untuk menggantikan bagian yang lebih besar dari bagian pekerjaan manusia saat ini dengan mesin,” ujar dia seperti melansir CNBC, Minggu (26/2/2023).

Beberapa peran lebih rentan terhadap hal ini daripada yang lain, tambah Miller. Terutama peran yang dilakukan berulang atau berdasarkan instruksi atau aturan yang sangat spesifik yang menjelaskan apa yang perlu dilakukan.

Kemampuan Beradaptasi

Di sisi lain, tugas yang sering berubah dan membutuhkan hal-hal seperti kemampuan beradaptasi dan fleksibilitas lebih sulit digantikan oleh teknologi.

Namun, pekerjaan dengan elemen manusia yang kuat, seperti menjadi terapis, tentu sangat tidak mungkin diambil alih oleh teknologi, menurut seorang profesor keuangan di Kellogg School of Management di Northwestern University Dimitris Papanikloaou.

“Pekerjaan yang menekankan keterampilan interpersonal jauh lebih sulit digantikan oleh AI,” katanya.

 

4 dari 4 halaman

Pekerjaan Baru di Depan Mata?

Kekhawatiran itu tidak mengherankan, kata pemimpin konsultan di KPMG US Steve Chase. “Seperti kebanyakan kemajuan teknologi, ketakutan awal akan kehilangan pekerjaan dan pemindahan di antara para pekerja adalah hal yang wajar.”

Namun, penting untuk mengingat beberapa poin, tambahnya. Pertama, gangguan serupa pernah terjadi sebelumnya. Misalnya, penyebaran computer atau mesin yang lebih canggih dan terspesialisasi di pabrik.

Hal ini mengubah cara orang bekerja dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Akan tetapi saat ini, kita tidak dapat membayangkan hidup tanpa mereka.

Ini adalah proses yang berusia berabad-abad, kata Miller. Dia menambahkan bahwa sejarah menunjukkan jika pekerjaan hilang karena teknologi baru, peran lain telah dibuat untuk menggantikannya.

“Penciptaan lapangan kerja baru yang dihasilkan dari kemampuan untuk menciptakan dan mengirimkan jenis barang dan jasa baru … telah jauh melebihi jumlah pekerjaan yang digantikan,” jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.