Sukses

IMF: Ekonomi Asia Bakal Hadapi Stagflasi Imbas Perang Rusia Ukraina

Perang Rusia Ukraina dan sanksi ekonomi dari negara Barat terhadap Moskow telah menaikkan harga pangan dan bahan bakar di dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Kawasan Asia diperkirakan menghadapi prospek "stagflasi" dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, dan inflasi yang lebih tinggi imbas dampak konflik Rusia Ukraina.

Hal itu diungkapkan oleh Acting Director IMF (Dana Moneter Internasional) Asia and Pacific Department, Anne-Marie Gulde-Wolf dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (26/4/2022).

"Pengetatan moneter akan dibutuhkan di sebagian besar negara, dengan kecepatan pengetatan tergantung pada perkembangan inflasi domestik dan tekanan eksternal," kata Anne-Marie, dikutip dari Channel News Asia, Selasa (26/4/2022).

Prospek regional, yang mengikuti Outlook Ekonomi Dunia yang dirilis pekan lalu, menunjukkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia dipotong menjadi 4,9 persen, dipengaruhi oleh perlambatan pelonggaran lockdown di China, yang memiliki efek besar pada ekonomi lainnya.

Inflasi Asia sekarang diperkirakan akan naik hingga 3,2 persen tahun ini, satu poin penuh lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Januari 2022, menurut Anne-Marie.

Tetapi Anne-Marie juga menyampaikan, bahwa "Meskipun terjadi penurunan peringkat, Asia tetap menjadi kawasan paling dinamis di dunia, dan sumber penting pertumbuhan global".

Namun konflik Rusia-Ukraina dan sanksi ekonomi dari negara Barat terhadap Moskow telah menaikkan harga pangan dan bahan bakar di seluruh dunia, sementara bank sentral utama menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi, yang akan menekan negara-negara dengan beban utang yang tinggi.

Anne-Marie menambahkan, lockdown Covid-19 yang berkepanjangan di China, dan kemerosotan yang lebih lama dari perkiraan di pasar properti juga menghadirkan "risiko signifikan bagi kawasan (Asia)".

"Ini adalah waktu yang menantang bagi pembuat kebijakan ketika mereka mencoba untuk mengatasi tekanan pada pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kenaikan inflasi," kata pejabat IMF itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Konflik Rusia-Ukraina : IMF Pangkas Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Global Hingga Dua Tahun

Dana Moneter Internasional (IMF) sebelumnya telah memangkas perkiraan tentang pertumbuhan ekonomi global dalam dua tahun ke depan karena konflik Rusia-Ukraina.

"Dampak ekonomi dari perang menyebar jauh dan luas," kata IMF dalam laporan outlook terbarunya, dikutip dari CNN, Rabu (20/4/2022).

IMF sekarang memperkirakan ekonomi dunia tumbuh 3,6 persen pada 2022 dan 2023. Angka baru ini menandai penurunan tajam dari pertumbuhan 6,1 persen pada 2021.

Prakiraan baru itu juga menandai penurunan peringkat masing-masing 0,8 dan 0,2 poin persentase, dari perkiraan Januari.

IMF juga memperkirakan ekonomi Ukraina menyusut 35 persen tahun ini, sementara upaya negara Barat untuk menekan Rusia memungkinkan ekonominya berkontraksi 8,5 persen.

Tetapi karena perang telah menyebabkan lonjakan harga energi dan komoditas lainnya, memperburuk masalah rantai pasokan dan memenuhi ekspektasi inflasi yang lebih persisten, IMF melihat dampaknya akan terlihat lebih luas.

"Perang akan sangat menghambat pemulihan global, memperlambat pertumbuhan dan meningkatkan inflasi lebih jauh," beber IMF, menekankan bahwa ekonomi dunia belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19 ketika konflik Rusia-Ukraina pecah pada akhir Februari.

3 dari 3 halaman

IMF Peringatkan Ukraina Bisa Resesi Jika Invasi Rusia Terus Berlanjut

Dana Moneter Internasional (IMF) juga mengatakan bahwa invasi Rusia dapat menjerumuskan Ukraina ke dalam resesi yang berat, meski sistem perbankan dan pembayaran utang negara itu dapat dilakukan dalam jangka pendek.

Dikutip dari Channel News Asia, IMF memperingatkan perang dapat memiliki dampak yang lebih luas, termasuk mengancam ketahanan pangan global dengan menyebabkan harga naik dan menghambat pertanian di Ukraina, terutama gandum.

"Minimal, negara itu akan melihat output turun 10 persen tahun ini, dengan asumsi resolusi perang yang cepat", kata IMF dalam analisis ekonomi soal Ukraina setelah invasi Rusia.

Dengan mengutip data masa perang atau konflik di Irak, Lebanon, Suriah dan Yaman, IMF menyebut "kontraksi output tahunan pada akhirnya bisa jauh lebih tinggi, dalam kisaran 25-35 persen".

2021 lalu, ekonomi Ukraina tumbuh 3,2 persen di tengah rekor panen gandum dan belanja konsumen yang kuat.

Tetapi setelah invasi Rusia pada 24 Februari 2022, "ekonomi di Ukraina berubah secara dramatis", kata Vladyslav Rashkovan, direktur eksekutif alternatif untuk Ukraina di dewan IMF.

Hal itu termasuk rusaknya fasilitas kesehatan, sekolah, rumah warga, serta "puluhan kilometer jalan, dan objek infrastruktur kritis yang tak terhitung jumlahnya," kata pejabat itu dalam sebuah pernyataan.

Penasihat ekonomi Presiden Volodymyr Zelensky, yakni Oleg Ustenko, pekan lalu memperkirakan kerugian akibat perang di Ukraina mencapai USD 100 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.