Sukses

Menko Luhut Minta Jangan Berlebihan Sikapi Resesi

Pemerintah sendiri telah menyiapkan berbagai kebijakan untuk meminimalisir dampak resesi bagi masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta masyarakat untuk tidak terlalu resah atas potensi resesi di tahun ini. Sebab ia menilai resesi bukanlah akhir dari segalanya.

"Kalau itu (resesi) terjadi, bukan akhir dari segala-galanya. Untuk itu, kita tidak boleh berlebihan menyikapinya," ujar dia dalam webinar yang digagas oleh BI, Minggu (30/8/2020).

Luhut mengatakan pemerintah sendiri telah menyiapkan berbagai kebijakan untuk meminimalisir dampak resesi bagi masyarakat. Seperti mempercepat penyaluran program PEN.

"Ya kalau resesi terjadi, ya bisa saja terjadi. Tapi kami siap hadapi itu semua karena infrastruktur yang kami buat, program PEN yang telah dibuat juga terus dieksekusi. Kita feel comfortable," ujarnya.

Bahkan, sambung Luhut, ketahanan ekonomi Indonesia dalam menghadapi resesi juga diakui oleh Bank Dunia yang menilai upaya pemerintah telah tepat dalam memerangi virus mematikan asal kota Wuhan tersebut. Seperti mengalokasikan dana untuk kesehatan, perlindungan sosial dan insentif bagi dunia usaha.

"Mereka selalu katakan program kita itu program sangat komprehensif. Jadi, program sudah begitu bagus disusun," terangnya.

Oleh karena itu, dia mendorong semua pihak lebih bijaksana dalam menyampaikan informasi terhadap masyarakat luas. Antara lain dengan tidak menakut-nakuti masyarakat bila ekonomi Indonesia harus kembali mengalami minus pada kuartal III tahun ini sehingga masuk jurang resesi.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mahfud Md: Resesi dan Krisis Itu Berbeda

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa antara resesi dan krisis merupakan dua hal yang berbeda.

"Resesi itu tidak sama dengan krisis. Resesi itu adalah satu keadaan di mana suatu negara secara berturut-turut dalam dua kuartal pertumbuhan ekonominya minus," kata Mahfud dalam pernyataannya di Jakarta, pada Kamis 27 Agustus 2020.

 

Hal tersebut disampaikan Mahfud pada Rapat Koordinasi (Rakor) Bersama Gubernur, Bupati/Wali Kota Seluruh Indonesia.

Mahfud menegaskan bahwa resesi berbeda dengan krisis, sebab resesi itu perhitungan matematis tentang pertumbuhan ekonomi per kuartal di dalam sebuah negara.

"Kalau dua kuartal berturut-turut minus atau di bawah, resesi. Sekarang beberapa negara kan sudah mulai resesi. Singapura kan lebih dulu, kemudian Korea Selatan, dan beberapa negara lain sudah resesi," katanya seperti dikutip Antara.

Oleh sebab itu, Mahfud mengatakan pentingnya rakor itu digelar dipimpin oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk memberikan pemahaman kepada para kepala daerah bahwa yang disebut resesi tidak selalu berarti krisis.

"Tidak selalu krisis ekonomi, pangan, atau apa pun. Maka kita harus bekerja agar ekonomi tumbuh. Ekonomi masyarakat itu tumbuh, syukur-syukur kalau misalnya bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi itu di atas nol," kata Mahfud.

Kalaupun tidak bisa, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, perekonomian masyarakat akan terus dihidupkan meski pertumbuhan ekonomi di bawah nol agar tidak terjadi krisis, walaupun terjadi resesi.

"Ini penting dipahami bahwa resesi dan krisis itu beda. Karena secara politik itu sudah banyak yang akan menggunakan wah kalau nanti terjadi krisis mari kita hantam pemerintah, mari kita bikin ini bikin itu," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini