Sukses

Jika Tak Bangun Infrastruktur, Indeks Daya Saing Indonesia Makin Merosot

Salah satu indikator pembentuk indeks daya saing global diberi peringkat oleh World Economic Forum yakni kinerja pembangunan infrastruktur.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong menilai turunnya peringkat daya saing global Indonesia yang dirilis World Economic Forum tahun ini, akan lebih parah apabila tidak melakukan pembangunan infrastruktur secara besar besaran.

Sebab, salah satu indikator pembentuk indeks daya saing global diberi peringkat oleh World Economic Forum yakni kinerja pembangunan infrastruktur.

"Kalau pemerintah Jokowi-JK tidak bangun infrastruktur dari awal, seberapa jauh kita merosot. Dengan apa yang kita bangun saja kita sekedar di tengah-tengah, peringkat 72. Artinya defisit infrastruktur kita masih sangat-sangat besar," katanya dalam dalam acara Apindo Investment & Trade Summit, di Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Selasa (15/10).

Seperti diketahui, peringkat daya saing Indonesia pada tahun ini mengalami penurunan. Menurut laporan World Economic Forum, peringkat daya saing Indonesia turun lima peringkat ke posisi-50.

Menurut Lembong, peringkat daya saing Indonesia itu hanya diitopang oleh indikator tradisional, seperti besarnya ukuran pasar domestik Indonesia yang diberi peringkat ke-7 dengan nilai 82, hingga stabilitas ekonomi dengan nilai 90 dan posisi ke-54.

Sementara, lanjut Lembong negara-negara lain kini tengah melakukan reformasi yang lebih cepat dibandingkan Indonesia, di mana indikator-indikator pembentuk indeks daya saing globalnya mengalami peningkatan yang signifikan dan terdistribusi dengan baik seperti Singapura maupun Thailand.

"Satu tantangan mengenai daya saing, peningkatan negara tetangga tak pernah statis, tak pernah bediri diam saja. Mereka berupaya inovasi menandatangani perjanjian perdagangan, promosi investasi, membenahi bidang ketenagakerjaan. Jadi persaingan regional dan internasional sangat dinamis," tuturnya.

Di samping itu, keterbukaan ekonomi Indonesia belum cukup di banding negara-negara lain sehingga arus investasi sedikit masuk dan transfer teknologi dari negara-negara maju juga stagnan. Itu tercemin dari indikator kapasitas inovasi Indonesia yang dinilai World Economic Forum terbatas dengan nilai 37,7 dan posisinya ke-74.

"Nah semakin sebuah ekonomi membua diri terhadap internasional semakin dia bisa ambil teknologi-teknologi dan inovasi-inovasi dari berbagai macam negara. Semakin tidak terbukan maka maka smekin sedikit, sehingga sulit dunai usaha, pejabat nyontek dari best practice seluruh dunia," pungkas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Peringkat Indeks Daya Saing Indonesia Turun

Peringkat daya saing Indonesia turun pada tahun ini. Menurut laporan World Economic Forum (WEF), peringkat daya saing Indonesia turun lima peringkat ke posisi 50.

Ini tertuang dalam laporan WEF bertajuk "The Global Competitiveness (GCI) Report 2019", seperti dikutip dari situsnya, Rabu (9/10/2019).

Tercatat jika skor GCI Indonesia turun 0,3 poin menjadi 64,6. Secara umum, kinerja daya saing Indonesia tidak berubah alias stagnan.

Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN. Negara ini di belakang Singapura (1), Malaysia(27) dan Thailand (40).

Laporan menyebutkan jika kekuatan utama Indonesia adalah ukuran pasar yang besar (82,4) dan stabilitas kondisi ekonomi makro (90). Kemudian kondisi budaya bisnis yang dinamis (69,6), sistem keuangan yang stabil (64).

WEF juga menilai, tingkat adopsi teknologi Indonesia juga tinggi. Namun kualitas akses tetap relatif rendah. Hal yang menjadi catatan adalah kapasitas inovasi (37,7) yang masih terbatas walaupun ada peningkatan.

Indeks GCI ini memetakan lanskap daya saing berdasarkan 141 komponen ekonomi melalui 103 indikator yang terbagi ke dalam 12 tema.

Setiap indikator, menggunakan skala dari 0 hingga 100, yang menunjukkan seberapa dekat ekonomi dengan keadaan ideal atau batas daya saing.

Pilar yang mencakup unsur sosial-ekonomi adalah: institusi, infrastruktur, adopsi TIK, stabilitas makroekonomi, kesehatan, keterampilan, pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar, dinamika bisnis, dan kemampuan inovasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.