Sukses

Rupiah Melemah Terseret Mata Uang Regional

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.875 per dolar AS hingga 14.907 per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Pelemahan rupiah ini terseret mata uang regional.

Mengutip Bloomberg, Selasa (25/9/2018), rupiah dibuka di angka 14.875 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.866 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.875 hingga 14.907 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 9,98 per dolar AS.

Adapun berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.893 per dolar AS. Angka ini melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 14.865 per dolar AS.

Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan, mata uang kuat Asia seperti dolar Hong Kong dan dolar Singapura bergerak melemah terhadap dolar AS sehingga menjadi sentimen negatif bagi rupiah.

"Tetapi kemungkinan Bank Indonesia akan menjaga rupiah untuk tidak tembus di atas 14.900 per dolar AS," katanya dikutip dari Antara.

Ia memperkirakan mata uang rupiah bergerak di kisaran antara 14.870 hingga 14.890 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

Analis senior CSA Research Institute, Reza Priyambada, menambahkan, pelemahan rupiah juga dipengaruhi aksi pelaku pasar uang yang menahan diri untuk masuk ke aset mata uang berisiko menjelang pertemuan komite pasar terbuka The Fed (FOMC).

"Pelaku pasar menanti hasil pertemuan FOMC pekan ini, di tengah situasi itu membuat laju dolar AS cenderung diminati sebagai safe haven," katanya.

Ia mengatakan, minimnya sentimen positif dari dalam negeri turut membuat laju mata uang rupiah cenderung kembali melemah terhadap dolar AS.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ekonom Senior UGM Bandingkan Kondisi Rupiah Sekarang dengan 1998

Sebelumnya, Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada Tony Prasetiantono, membeberkan beberapa data perbandingan ekonomi kini dan masa 1998. Menurutnya, ekonomi kini jauh lebih kuat dan sehat dibanding masa krisis parah 1998. 

"Pada Oktober 1997 rupiah di angka 2.300 per dolar AS, kemudian Januari melonjak Rp 15.000 per USD naik enam kali lipat. Saat ini loncatnya dari Rp 13.400 ke Rp 15.000. Dari itu saja kita paham, rupiah sama-sama Rp 15.000, maknanya berbeda," ujar Tony dalam acara Kafe BCA On The Road, Yogyakarta, seperti ditulis Minggu (23/9/2018).

Selain perbandingan level Rupiah, Tony mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 1998 dengan 2018 jauh berbeda. Pada 1998, ekonomi Indonesia cenderung tidak tumbuh atau stagnan, sementara pada Semester I-2018 ekonomi tumbuh di kisaran 5,17 persen.

"Indikator ekonomi yang lain berbeda. Inflasi 1998 itu 78 persen. Inflasi sekarang 3,5 persen. Yang paling membedakan lagi jantung perekonomian Indonesia, yaitu perbankan. Hampir semua bank kolaps di 1998. BCA disuntik Rp 60 triliun. BCA tahun ini kira-kira labanya di atas Rp 20 triliun. Jadi cukup sehat," jelas Tony.

Dengan data-data tersebut, dia berharap masyarakat dapat memperoleh informasi bagaimana perbedaan rupiah kini dan masa lalu. Karena itu, tidak lagi dihubungkan dengan potensi mengalami krisis.

"Jadi sama sekali beda. kalau melihat Rp 15.000 ya memang sama dengan 1998. Tapi maknanya beda, underlying beda," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.