Bisa Dicontoh, Bahasa Isyarat Telah Masuk Kurikulum Pembelajaran di Selandia Baru

Koresponden Selandia Baru Tussie Ayu menceritakan terkait peran pemerintah di negara tersebut dalam mengembangkan lingkungan inklusif bagi masyarakat penyandang disabilitas.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 04 Des 2021, 10:00 WIB
Ilustrasi Bahasa Isyarat. Foto: Ade Nasihudin Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta Koresponden Selandia Baru Tussie Ayu menceritakan terkait peran pemerintah di negara tersebut dalam mengembangkan lingkungan inklusif bagi masyarakat penyandang disabilitas.

Menurutnya, peran pemerintah yang paling jelas terlihat adalah dari pemilihan bahasa resmi.

“Jadi di Selandia Baru ada 3 bahasa resmi yakni Bahasa Inggris, Bahasa Maori, dan bahasa isyarat. Jadi ketiga bahasa ini sama-sama utamanya, tingkatannya sama-sama tinggi, dan sama-sama sering digunakan juga,” kata Tussie dalam Liputan6 Update, Jumat (3/12/2021).

Bahkan, pelajaran bahasa isyarat sudah diajarkan sejak dini pada anak-anak sekolah di sana.

“Anak saya dari kelas 1 (SD) diajarkan bahasa isyarat dari yang paling sederhana seperti selamat pagi, selamat malam, mereka sudah tahu bahasa isyaratnya seperti apa.”

Dengan kata lain, pelajaran bahasa isyarat telah masuk dalam kurikulum pembelajaran di negara tersebut.

Liputan6 Update: Kedai Kopi Tuli Kampanyekan Kesetaraan Orang-Orang Tuli

2 dari 4 halaman

Sekolah Inklusif Selandia Baru

Dari hal-hal itu, dapat terlihat keberpihakan pemerintah setempat terhadap warga disabilitas. Bahkan, sekolah umum di Selandia Baru selalu menerima anak penyandang disabilitas seperti autisme dan disabilitas daksa.

“Setiap mau masuk sekolah, pasti ada pertanyaan di formulir pendaftaran terkait kondisi pendaftar apakah memiliki disabilitas atau tidak.”

Hal ini dipertanyakan agar pihak institusi pendidikan dapat mempersiapkan asistensi khusus pada murid disabilitas.

3 dari 4 halaman

Menanam Nilai Inklusif di Sekolah

Penanaman nilai inklusif telah dilakukan sejak dini di sekolah-sekolah Selandia Baru. Hal ini diketahui Tussie dari keseharian anaknya di sekolah.

Menurutnya, tak hanya guru tapi anak-anak juga diajarkan berempati dan bertanggung jawab untuk membantu murid penyandang disabilitas.

“Misalnya, setiap jam istirahat murid-murid diberi kesempatan untuk menjadi relawan dalam memantau adik kelasnya yang menyandang autisme dan anak saya senang melakukan itu.”

Menurut pengamatan Tussie, selain sekolah, fasilitas publik di Selandia Baru dinilai sudah sangat akses. Contoh, untuk fasilitas dalam ruangan pasti selalu ada lift untuk penyandang disabilitas khususnya pengguna kursi roda. Toilet khusus pun sangat mudah ditemukan.

“Kemudian untuk fasilitas luar ruangan, misalnya tangga, itu selalu ada jalan khusus untuk warga disabilitas. Kalau transportasi umum seperti bus itu sudah ada bidang miring untuk dilintasi kursi roda. Jadi fasilitas umumnya sih sudah sangat ramah bagi penyandang disabilitas,” tutup Tussie.

 

 

4 dari 4 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya