Sukses

PPATK Usulkan RUU Perampasan Aset

Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengusulkan adanya Undang-undang Perampasan Asset yang memuat tentang kekayaan yang tidak wajar.

Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, mengusulkan adanya Undang-undang Perampasan Asset yang memuat tentang Illicit Enrichment (kekayaan yang diperoleh dari cara tidak wajar). Dengan begitu, ke depannya apabila terjadi pertambahan kekayaan oleh penyelenggara negara yang tidak wajar dan tidak bisa dibuktikan berasal dari kegiatan yang sah, bisa dirampas untuk negara.

"Kalo usulan RUU ini bisa diterima, maka kami yakin kita bisa wujudkan RI yang Bersih, Adil dan Makmur," ujar Agus dalam pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu (1/6/2013).

Agus juga mengatakan, pihaknya memberi apresiasi terhadap penerapan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nomor 8 tahun 2010 dalam proses pemberantasan korupsi sebagai tindak pidana asal.

"Kita sama-sama menyaksikan bahwa kepolisian, kejaksaan dan KPK telah menggunakan UU TPPU dalam proses penyidikan dan berlanjut ke proses penuntutan. Ini tentu merupakan perkembangan yang sangat penting dalam praktek penegakan hukum pemberantasan Korupsi," kata Agus.

Ia menegaskan, dengan penerapan UU TPPU tersebut, maka harapan masyarakat untuk memiskinkan koruptor dengan cara merampas harta illegalnya akan terpenuhi. Pembuktian terbalik di proses persidangan seperti yang diatur dalam pasal 77 dan 78 UU TPPU, adalah proses yang efektif untuk merampas harta ilegal yang tidak bisa dibuktikan oleh terdakwa, bahwa hartanya adalah hasil dari kegiatan yang sah.

Menurut Agus, untuk menimbulkan efek jera tidaklah cukup apabila si pelaku hanya dikenakan hukuman badan dan denda saja. Tetapi hasil kejahatannya (proceeds of crime) harus bisa dirampas dan dikembalikan ke negara.

"Itulah sebabnya PPATK melakukan penelusuran aliran dana (follow the money) dan ujung-ujungnya harta ilegal itu harus dirampas melalui proses persidangan. Kita tidak rela kalau para koruptor bisa tetap menguasai harta ilegalnya selepas di penjara, itu tidak adil," tegas Agus.

Dengan telah diterapkannya UU TPPU di perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) oleh ketiga instansi penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, dan KPK, maka Agus yakin untuk perkara-perkara Tipikor nantinya pasti akan terus digunakan UU TPPU.

Sehingga bukan hanya pelaku korupsi dan suap-menyuap saja yang dimintai pertanggungjawaban hukum, tetapi semua pihak yang menikmati harta ilegal itu.

"Saya kira inilah saatnya kita bangkit melawan para Koruptor dan kaki tangannya," tutup Agus. (Tya/Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini