Sukses

Polri Koordinasi dengan PPATK Kawal Dana Ilegal Parpol untuk Pemenangan Pemilu 2024

Polri memastikan berkoordinasi dengan PPATK terkait sumber dana ilegal parpol terkait adanya dugaan aliran uang Rp 1 triliun yang masuk untuk pemenangan Pemilu 2024.

Liputan6.com, Jakarta Polri memastikan berkoordinasi dengan PPATK terkait sumber dana ilegal partai politik (parpol) terkait dengan temuan terakhir, soal adanya dugaan aliran uang senilai Rp 1 triliun yang masuk untuk pemenangan Pemilu 2024.

“Ya tentunya kalau ada laporan dari PPATK dari penyidik Bareskrim terus akan melakukan koordinasi, komunikasi dengan penyidik PPATK,” tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (26/1/2023).

Menurut Dedi, pada prinsipnya setiap tindak pidana yang ditangani Polri harus mengacu pada Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang proses penyidikan.

“Jadi ada tahapan-tahapannya, setiap laporan yang masuk harus dilakukan assessment, apakah ini merupakan suatu tindak pidana atau bukan,” jelas dia.

Apabila temuan tersebut jelas merupakan tindak pidana, lanjut Dedi, maka dari hasil gelar perkara akan ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Sama halnya ketika alat bukti telah cukup, maka dari penyidikan itu akan ditetapkan tersangka dan diproses lebih lanjut.

“Jadi mekanisme tentang penyidikan sudah sangat jelas dan itu menjadi pendoman dair penyidik sebelum proses pidananya dilimpahkan ke JPU,” Dedi menandaskan.

Memasuki tahun politik, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) akan mengantisipasi dana pemilu yang berasal dari sumber tak sah, semisal pembalakan liar hingga aktivitas tambang ilegal.

"Dalam beberapa kasus lama memang kita melihat ada sumber-sumber yang berasal dari aktivitas pembalakan liar, ilegal mining, ilegal logging, ilegal fishing, yang lari ke banyak kepentingan. Termasuk juga untuk pendanaan terkait politik," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana seusai rapat koordinasi di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hasil Riset

Berkaca pada pengalaman sebelumnya, Ivan mengatakan, beberapa aliran sumber dana pemilu memang terbukti berasal dari aktivitas ilegal. Salah satunya bahkan berasal dari tindak green financial crime (GFC), misalnya pembalakan liar.

"Itu terjadi sebelumnya. Sekarang kita melihat ada kencenderungan yang sama. Itu lah yang harus kita koordinasikan, bagaimana mencegah agar aktivitas pemilu tidak dibiayai dari sumber-sumber ilegal. Itu yang kita antisipasi," serunya.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan timnya, persiapan terkait permodalan mengenai pemilu bahkan sudah dimulai dalam 3 tahun sebelum ajang kontestasi politik dimulai.

"Jadi kita melihat kecenderungannya. Dalam hasil riset kita ada penggunaan-penggunaan dana yang bersumber dari penerimaan yang diperoleh 3 tahun lalu, 2 tahun lalu, dan bahkan sampai angka yang nilainya triliunan," terang Ivan.

 

3 dari 3 halaman

Jadi Tanggung Jawab Bersama

Secara mekanisme, ia mengutarakan, beberapa transaksi untuk pembiayaan politik bersumber dari pihak-pihak terdakwa atas skema tindak pidana tambang ilegal, ataupun penjarahan kayu ilegal.

"Begitu kita lihat aliran transaksinya, itu terkait dengan pihak-pihak tertentu, yang secara kebetulan mengikuti kontestasi politik," ungkap Ivan.

"Itu lah kemudian berdasarkan aliran dana, kita sebutkan bahwa ada upaya pembiayaan yang diperoleh dari tindak pidana," tegas dia.

Tak ingin kecolongan lagi, PPATK disebutnya berkomitmen memantau seluruh aliran dana di masa kampanye.

"Semua kita pantau, dan akan dilihat, karena itu jadi tanggung jawab kita semua. Artinya kita ingin mencoba integritas sistem pemilu ini terjamin, khususnya jangan sampai pembiayaan itu mempengaruhi pemilu. Jadi pemilu ini adu visi dan misi, bukan adu capital, bukan adu uang," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.