Sukses

2 Polisi Mengaku Tak Paham Pasal Penyitaan Barang Bukti Saat Bersaksi di Sidang Brigadir J

Dua polisi, Tomser Kristianata dan Munafri Bahtiar, mengaku tidak mengerti isi dari Pasal 38 KUHAP tentang penyitaan barang bukti (barbuk) saat jadi saksi di sidang pembunuhan berencana Brigadir J.

 

Liputan6.com, Jakarta Dua polisi, Tomser Kristianata dan Munafri Bahtiar, mengaku tidak mengerti isi dari Pasal 38 KUHAP tentang penyitaan barang bukti (barbuk). Hal itu diungkapkannya kala menjadi saksi dalam sidang perkara dugaan obstruction of justice pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).

Keterangan itu diucapkan saat menjawab pertanyaan penasihat hukum terdakwa, Brigjen Hendra Kurniawan dan Kombes Agus Nurpatria, soal CCTV di sekitar Kompleks Polri Duren Tiga, Jaksel, kawasan rumah dinas Ferdy Sambo.

"Anda paham 38 KUHAP?" tanya penasihat hukum Hendra dan Agus ke Tomser.

"Pasal berapa?" balas Tomser.

"(Pasal) 38 KUHAP terkait dengan penyitaan barang bukti," tanya kembali penasihat hukum.

Lantas, Tomser diam.

Kemudian, Ketua Majelis Hakim, Ahmad Suhel menanyakan pertanyaan yang sama ke Tomser.

"Mengerti tidak saudara?" tanya Ahmad Suhel.

"Siap tidak," jawab Tomser.

Penasihat hukum pun menanyakan hal yang sama ke saksi Munafri. Munafri pun melontarkan pengakuan yang sama dengan Tomser. Dia mengaku tidak paham Pasal 338 KUHP.

"Tidak," ucap Munafri.

Isi Pasal 38 KUHAP, sebagai berikut:

Pasal 38

(1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat.

(2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.

Sekedar informasi, dalam dakwaan, peran Munafri dan Tomser dalam perkara ini adalah menemani AKP Irfan Widyanto untuk mengambil DVR CCTV di pos satpam.

Setelah diperiksa ternyata terdapat DVR yang aktif di pos satpam itu. Lantas diambil Irfan dan mengontak seorang pemilik usaha CCTV, Tjong Djiu Fung alias Afung.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dakwaan Obstruction of Justice Hendra dan Agus

Hendra dan Agus didakwa jaksa telah melakukan perintangan proses penyidikan pengusutan kematian Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Arif Rahman, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Irfan Widyanto.

Tujuh terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Mereka disebut jaksa menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.

"Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," demikian dakwaan JPU.

Atas tindakan itu, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.