Sukses

Tak Melulu soal Uang dan Kekerasan, Pembebasan Lahan Ada Seninya Juga

Selain memiliki jiwa seni dalam bernegosiasi, bisnis pembebasan lahan juga harus bisa melakukan pendekatan komunikasi dan punya mental baja.

Liputan6.com, Jakarta Proses pembebasan lahan sering memunculkan banyak masalah. Mulai dari pemilik lahan yang tidak mau melepas lahan hingga penguasa lahan yang menempati lahan yang bukan miliknya. Karena itu, tidak jarang proses pembebasan lahan memerlukan waktu yang lama.

Manajer Pengadaan Lahan dan Akuisisi PT Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) Verri Hendry mengatakan, orang yang masuk ke bisnis pembebasan lahan harus mempunyai jiwa seni yaitu seni untuk negosiasi.

Karena, kata Verrie, tidak semua masalah dalam pembebasan lahan bisa diselesaikan dengan uang atau jalan kekerasan.

"Lahan ini kan dimiliki oleh banyak orang yang punya karakter masing-masing, punya hati, perasaan dan keinginan, kalau gak pakai seni negosiasi jangan berharap punya tanah. Kalau pakai tangan besi juga belum tentu berhasil. Pemerintah saja yang punya instrument UU masih sering punya kendala dalam melakukan pembebasan lahan," kata Verrie di acara podcast Sofa Panas, Rabu (7/9/2022) yang merupakan produksi PT Krakatau Sarana Properti dan dipandu host Ary Sudarsono serta Chef Hario Pramoe.

Selain memiliki jiwa seni dalam bernegosiasi, bisnis pembebasan lahan juga harus bisa melakukan pendekatan komunikasi dan punya mental baja. Karena, ujar Verrie, yang dihadapi adalah orang-orang yang sudah marah lebih dahulu ketika lahannya akan dibebaskan.

"Tugas kita dalam melakukan pembebasan lahan adalah memberikan edukasi dengan informasi. Itu bisa dilakukan dengan pendekatan komunikasi serta punya mental yang kuat menghadapi orang yang marah-marah duluan," ungkap Verrie.

Dia menjelaskan, negosiasi dalam pembebasan lahan tidak melulu harus melibatkan uang. Kadang, pemilik lahan adalah orang yang berkecukupan dan tidak mau lahannya dilepas.

Untuk menghadapi kasus seperti itu, Verrie mempunyai jurus jitu yaitu melakukan profiling terhadap pemillik lahan. Profiling dilakukan untuk lebih mengenal si pemilik lahan sehingga bisa melakukan komunikasi lebih bagus.

"Saya lakukan profiling dulu lalu sowan layaknya seorang anak kepada bapak lalu memperkenalkan diri. Kalau punya hobi yang sama lalu kita bisa cerita tentang hobi tersebut. Saya punya pengalaman, setelah melakukan profiling ini, si pemilik lahan mau melepas lahannya seluas 1,7 hektare tanpa menawar harga yang kami berikan," jelas Verrie.

Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam bisnis pembebasan lahan adalah mafia tanah. Kata Verrie, mafia tanah sepertinya sudah ada sejak zaman Presiden pertama Indonesia hingga Presiden saat ini. Berdasarkan pemahaman Verrie, sulit untuk menghapus mafia tanah yang ada di Indonesia. Karena, masih terlalu banyak tanah yang belum terdata oleh pemerintah.

"Belum ada rumusan mafia tanah itu bisa hilang. Argumentasinya sederhana, selagi masih ada tanah yang belum terdata maka akan selalu ada mafia tanah. Lahan yang sudah terdata saja bisa dimafiakan apalagi yang belum terdata," ungkap Verrie.

Menurut dia, dalam bisnis pembebasan lahan itu ada istilah biong atau pemodal. Jadi ketika seseorang sudah mempunyai izin untuk membangun perumahan misalnya, maka langkah selanjutnya adalah mendekati pemilik lahan di kawasan itu.

Biasanya, pemilik lahan enggan melepas lahan kepada developer. Di sinilah peran biong muncul. Mereka yang akan melakukan pendekatan langsung kepada pemilik lahan.

"Misanya, si A mau beli lahan itu 200 per m2, maka biong itu akan langsung mendekati pemilik lahan, jual saja ke saya, saya bayar sekarang 50 m2, kalau jual ke developer kan belum tahu kapan akan dibayar," kata Verrie.

Kata dia, dalam bisnis pembebasan lahan harus mempunyai payung hukum yang kuat. Jadi, kalau mau main tanah harus tahu dulu mana yang sudah ada payung hukumnya dan mana yang belum.

"Tidak bisa sembarang bebasin lahan tanpa tahu landasan hukumnya. Kalau yang dibebaskan itu ternyata aset negara itu kan sama saja habis minum racun lalu minta ditembak," jelas Verrie.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Berpegang Payung Hukum

Dia menambahkan, Krakatau Sarana Infrastrutur saat ini tengah membebaskan lahan di kawasan 3. Dari total 420 hektare tinggal 86 hektare yang masih belum dibebaskan. Hingga kini, proses negosiasi masih terus berlanjut dan 40 persen dari 86 hektare itu sudah dalam proses pembebasan lahan.

Kata dia, Krakatau Sarana Infrastruktur selalu berpegangan pada payung hukum dalam melakukan proses pembebasan lahan. Verrie mempunyai prinsip dalam menjalankan tugasnya sehari-hari yaitu semua tidak harus selesai hari ini.

"Let it flow saja, jadi nggak harus semua kelar hari ini. Saya itu memegang prinsip tepuk pramuka, di sini senang, di sana senang," pungkas Verrie.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.