Sukses

MK Sidangkan 3 Perkara Uji Materi dari Satu Pemohon

Aristides mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Pemilu, UU TNI serta UU Kementerian Negara.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian tiga undang-undang yang berbeda dari satu pemohon, Aristides Verissimo de Sousa Mota, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (18/5/2020).

Aristides mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Negara Indonesia (UU TNI) serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara).

Untuk UU Pemilu, ia mempersoalkan metode yang digunakan untuk memilih calon anggota legislatif, yakni DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota menggunakan sistem proporsional terbuka, sementara memilih anggota DPD menggunakan sistem distrik berwakil banyak.

Dikutip dari Antara, menurut dia, sistem pemilihan anggota DPD telah benar, tetapi perlu dibatasi untuk setiap daerah pemilihan maksimal 10 orang sehingga jumlah calon anggota DPD RI setiap provinsi tidak lebih dari 40 orang.

Sementara untuk UU TNI, Aristides mendalilkan jabatan Panglima TNI tidak sah dan bertentangan dengan Pasal 10 UUD 1945.

Keberadaan jabatan panglima TNI dalam hubungan sistem hierarki dengan presiden disebutnya secara tidak langsung menghilangkan kedudukan presiden selaku panglima tertinggi.

Dalam permohonannya itu, ia meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 1, Pasal 4, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 UU TNI bertentangan dengan UUD 1945.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mencabut Permohonan

Kemudian untuk UU Kementerian Negara, warga Bogor itu mempersoalkan banyaknya jumlah kementerian serta keberadaan wakil menteri untuk mengakomodasi pihak-pihak yang turut andil dalam kesuksesan Presiden dalam pemilu.

"Keberadaan wakil menteri selain bersifat pemborosan, juga bersifat inkonstitusional karena dalam Pasal 17 UUD 1945 tidak ada istilah Presiden dibantu oleh menteri dan wakil menteri," kata Aristides.

Namun, ketika Hakim Konstitusi Aswanto menanyakan kerugian konstitusional pemohon dengan adanya UU Kementerian Negara, pemohon memutuskan untuk mencabut permohonan itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.