Sukses

Para Pakar Bicara Pertimbangan Mengapa Jokowi Harus Keluarkan Perppu KPK

Peneliti dari LIPI, Syamsuddin Haris menilai Presiden Jokowi sangat berkemungkinan untuk menerbitkan Perppu.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, harus ada landasan kuat sehingga pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang atau Perppu KPK.

Menurut Refly, syarat dikeluarkannya Perppu itu sendiri adalah karena adanya kondisi genting. Dia membandingkan banyaknya Perppu yang sudah diterbitkan, tak segenting keadaan seperti sekarang ini.

"Kalau kita cek Perppu yang berlangsung, kita tidak menemukan kegentingan yang seluar biasa ini kalau kita ukur," kata Refli di kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Selasa (2/10/2019).

Dia pun mencontohkan bagaimana Perppu Ormas saat itu dikeluarkan. Bahwa sebenarnya hanya ada alasan politis saja.

"Contoh misalnya ada Perppu ormas dulu. Enggak ada korban jiwa, apa kegentingannya? Yang ada hanya persoalan politik pasca Pilkada DKI. Jelas itu persoalan politik Perppu Ormas itu," ungkap Refli.

Dia menuturkan, semuanya yang bisa menilai adalah Presiden dan DPR. Namun, menurutnya sekarang ini sudah genting.

"Tetapi sekali lagi saya katakan untuk menilai itu genting apa enggak biar DPR nanti menilainya. Kalau saya melihat genting, kalau subyektif. Karena KPK mau dilumpuhkan dengan UU ini," jelas Refli.

Sementara itu, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris menilai Presiden Jokowi sangat berkemungkinan untuk menerbitkan Perppu.

Hal ini dilihat dari beberapa aspek, seperti ketidakseragaman substansi UU KPK hasil revisi komitmen Presiden Jokowi untuk memperkuat KPK. Hal itu, menurut Haris, merupakan suatu kegentingan yang memaksa bagi presiden.

"Keinginan presiden untuk pemerintahan yang bersih dihambat oleh DPR dengan UU KPK," kata Haris di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Perppu juga, kata Haris, akan menaikkan wibawa presiden karena presiden sudah menunjukkan komitmennya untuk memperkuat lembaga antikorupsi. Sehingga, lanjutnya, kalau ada yg mengatakan bahwa penerbitan Perppu itu akan menjatuhkan wibawa presiden itu tidak berdasar.

"Bagi saya kesempatan bagi presiden untuk memulihkan martabat presiden," jelas Haris.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertanggungjawaban Presiden pada Rakyat

Ihwal Perppu yang akan mengecewakan DPR, kata Haris, presiden tidak memiliki tanggungjawab kepada parlemen, justru pertanggungjawaban presiden hanya kepada rakyat.

"Sehingga tidak ada alasan bagi presiden untuk khawatir atas penolakan DPR atas Perppu tersebut," ujarnya.

Ditambah juga, kata Haris, presiden saat ini memiliki kartu pamungkas sebagai nilai tawar terhadap partai. Menurut Haris, presiden bisa menggunakan posisinya dalam memilih komposisi kabinet bisa dijadikan nilai tawar untuk mempengaruhi partai.

Dengan hal itu, kata Haris, presiden memiliki peluang yang besar untuk mengeluarkan Perppu UU KPK yang telah disahkan.

Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, mendesak Presiden Jokowi segera mengeluarkan Perppu UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ICW tak ingin Jokowi takut dengan lingkaran politiknya.

"Mudah-mudahan presiden istiqomah untuk memgeluarkan Perppu, tidak kalah berdebat dengan partai, tidak takut dengan berbagai narasi ancaman ancaman partai," kata Donald dalam diskusi 'urgensi perppu KPK' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (2/9/2019).

"Presiden itu above di atas partai, jangan sampai presiden itu seolah olah berada di ketiak partai untuk memutuskan hal hal yang seperti ini," sambungnya.

Donal melihat, Jokowi tengah dipengaruhi lingkaran politiknya supaya masyarakat melakukan gugatan uji materi UU KPK ke Mahkamah Konstitusi sebagai opsi pertama. Menurutnya, opsi tersebut terbalik dan justru Perppu adalah ruang korektif yang tepat.

"Itu keinginan partai partai sejumlah orang orang di lingkaran presiden, itu menurut saya opsi yang terbalik, mestinya Perppu adalah tindakan yang korektif karena penyelesaian secara administratif, perdata maupun sampai pidana ruang korektif itu dibuka terlebih dahulu baru upaya gugatan sebagai upaya terakhir," tuturnya.

Donal melihat, saat ini masyarakat dipaksa melakukan uji materi atas tindakan keliru yang dilakukan para pembentuk undang-undang. Menurutnya, para pembentuk UU tidak semangat mengoreksi UU KPK.

"Itu yang mendorong hari ini wacana presiden bisa melakukan tindakan korektif melalui perppu, tanpa malah meminta mastarakat memperbaikinya melalui judicial review sebagai the last effort," Donal memungkasi.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini