Sukses

Antraks di AS, Karma atau Rekayasa?

Serangan teror virus antraks membuat sejumlah wilayah di AS dalam kepanikan. Ketakutan serupa juga dikhawatirkan sejumlah negara. Serangan buat AS, hukum karma atau sekadar rekayasa?

Liputan6.com, Jakarta: Amerika Serikat dilanda kepanikan. Negara Adidaya itu kini tengah diteror serangan virus antraks yang dikirim dalam bentuk bubuk putih dalam surat. Teror itu dikirim secara acak ke sejumlah perkantoran penting di negeri Paman Sam. Hingga saat ini, yang sudah positif terkena antraks terdeteksi mencapai puluhan orang dan satu orang di antaranya tewas. Pada Sabtu (20/10), tim peneliti di Gedung Perwakilan Rakyat AS menemukan kuman yang mengandung antraks dalam sejumlah surat yang masuk ke gedung tersebut.

Kejadian ini tentu membuat para petinggi AS kalang kabut. Dalam pertemuan ke-13 Forum Kerja Sama Negara Asia Pasifik (APEC) di Shanghai, Cina, Presiden George Walker Bush langsung menegaskan bahwa surat berkuman antraks itu adalah aksi serangan teror secara biologi. Kasus terakhir penyebaran virus antraks dilaporkan berada di Kantor Surat Kabar Harian The New York Post, Jumat (19/10). Seorang pegawai dinyatakan positif terkena cutaneous, varietas sejenis dari penyakit kulit akibat antraks. Namun belakangan pekerja tadi dinyatakan "aman" dan sudah bekerja lagi.

Serangan serupa juga dialami Kantor Senator Tom Daschle, di Washington D.C. Tes terhadap sepucuk surat yang masuk menunjukkan positif mengandung spora bakteri antraks. Sebanyak 31 orang staf langsung dirawat di rumah sakit, karena tiga di antaranya sudah terjangkit. Mereka diberikan antibiotika Cipro untuk memerangi penyebaran penyakit yang semakin meluas. Spora bubuk dalam amplop surat itu tengah dianalisa di Laboratorium CDC atau Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.

Kantor berita nasional Antara mengutip pernyataan Bush yang meminta Kongres mengalokasikan US$ 1,5 miliar dari paket dana antiterorisme dan pertolongan darurat sebesar US$ 40 miliar. Uang itu digunakan untuk mencegah serta memerangi terorisme melalui kuman seperti kasus antraks ini. Menurut data yang ada, warga New York yang terjangkit antraks dalam dua bulan terakhir mencapai 21 orang, satu di antaranya masih bayi berumur tujuh bulan. Empat orang korban lainnya tercatat berasal dari Negara Bagian Florida. Termasuk Robert Stevens, editor foto sebuah tabloid yang tewas awal Oktober ini.

Diduga kuat, modus penularan bakteri antraks melalui bubuk dalam amplop surat telah dikirimkan melalui pos ke sejumlah kantor stasiun televisi dan kantor redaksi surat kabar. Atas dasar itu, Dinas Pos Amerika meningkatkan pemeriksaan pada surat-surat dan paket-paket pos yang dianggap mencurigakan. Saat ini tercatat, sejumlah perkantoran di New Jersey, Florida, New York, dan Washington telah menerima surat berisi bakteri antraks tadi. Supaya upaya penanganan maksimal, Federal Bureau of Investigation (FBI) malah menggelar sayembara berhadiah sebesar US$ 1 juta untuk informasi melacak sosok yang bertanggung jawab dalam teror surat tersebut.

Serangan teror tampaknya mulai melebar. Kepanikan terjadi di Gedung Parlemen Kanada di Ottawa, setelah 35 pegawai terjangkit antraks. Puluhan pekerja itu langsung menjalani perawatan di unit detoxifikasi. Di Eropa, sebuah kereta api di Italia mendadak dievakuasi. Sebanyak 11 orang Polandia dibawa ke rumah sakit untuk diobservasi dan tiga warga Cekoslowakia disemprot disinfektan. Sementara belasan orang di Prancis juga menjalani tes, setelah satu di antaranya dicurigai menerima dan membuka sebuah surat yang mencurigakan.

Di Israel, agen keamanan setempat mengawas secara ketat semua kargo dari pesawat. Menteri Pertahanan Brazil langsung memeriksa secara detail pesawat maskapai Lufthansa yang diketahui mengangkut bubuk mencurigakan. Sementara konsul AS di Sydney, Australia juga dievakuasi setelah staf menemukan surat berisi residu kimia. Dari Kenya, dua surat mencurigakan dikirim dari AS, meski belakangan dinyatakan negatif. Peningkatan pemeriksaan juga dilakukan di kantor-kantor pos Hongkong, Jepang, dan Meksiko. Mereka sangat mengkhawatirkan wabah bakteri antraks ikut melanda wilayahnya.

Sederet nama yang diduga menjadi pelaku tak kunjung muncul. Bush juga tak sebegitu cepat menduga keterlibatan Osama bin Laden, meski tokoh Al-Qaeda itu tengah dikejar AS dengan alasan menghantam terorisme. Alasannya, dari sejumlah surat yang masuk, terdata alamat pengirim berasal dari Malaysia, Trenton (New Jersey), dan Boca Raton (Florida). Tapi Bush juga tak satu suara dengan wakilnya, Dick Cheney. Sebah menurut Cheney, kasus ini berkaitan erat dengan upaya lanjutan terorisme, seperti yang menyerang AS, 11 September lampau. Apalagi, Cheney menegaskan, lebih dari satu dasawarsa Osama terbukti melakukan riset senjata kimia dan biologis.

Sebelumnya, AS pernah dilanda kekhawatiran wabah antraks di masa Perang Teluk, pada 1991. Untuk mengantisipasi kemungkinan pasukan Irak menggunakan senjata biologis, para prajurit AS diberi vaksinasi khusus antiantraks. Menurut data intelijen, kuman yang dilontar lewat senjata gas itu akan disebar saat pasukan AS berada di gurun di kawasan Irak. Kekhawatiran itu beralasan. Sebab bila benar terjadi, kasus pembantaian besar-besaran akan mencatat sejarah yang mengerikan.

Sayangnya, AS sendiri tak pernah membuka catatan lama yang terjadi di negeri Adidaya itu. Pemerintah AS sebenarnya dilaporkan pernah menyebar kuman serupa. Ironisnya, berita heboh upaya uji coba yang baru terbongkar pada Maret 1998 itu dilakukan di jaringan kereta api bawah tanah di tengah Kota New York. Jajaran militer memberi pengakuan kepada Kongres pada Desember 1976, bahwa 10 tahun sebelumnya mereka telah menyebar serangan senjata biologi berisi bakteri patogen dan diletakkan pada sejumlah bola lampu di kereta bawah tanah. Targetnya, untuk memantau efek penyebaran yang terjadi di sepanjang terowongan tersebut. Metode yang tak pernah terbersit di akal sehat itu dimotori seorang pengusung supremasi kulit putih, Larry Harris, yang langsung dibekuk FBI, sepekan sebelum berita soal ini dirilis. Untungnya, aksi tersebut langsung diantisipasi, dan gagal menjangkiti ratusan ribu jiwa.

Ulah tak berprikemanusiaan itu rupanya sudah berulang kali dilakukan Harris. Pada 27 September 1950, ahli mikro biologi itu juga sempat menyebar bakteri yang sama milik Angkatan Laut di Teluk San Francisco. Awan kuman tersebar sepanjang 314 kilometer persegi berpopulasi lebih dari satu juta virus. Eksperimen Harris menewaskan 13 orang, yang menderita infeksi katup jantung.

Dari periode 1950 hingga 1966, angkatan bersenjata AS juga kerap menyebar kuman patogen Serratia alias Aspergillus fumigatus. Wilayah korbannya adalah Florida, basis tentara di California, Alabama, Pennsylvania, dan di sekitar kawasan Pentagon, Washington D.C. Hingga 1998, hanya Harris dan rekannya, William Leavitt yang ditahan atas pelaksanaan pembantaian secara biologis itu.

Catatan Amerika dalam menggunakan senjata biologi seperti tadi memang berjalan sejak dekade 50-an. Aksi tadi ikut diujicobakan ke luar negeri, saat menyerang sejumlah kota penting di Korea Utara. Tak hanya itu saja. Sebanyak enam provinsi di Cina, Liaotung, Liaohsi, Sungkiang, Kirin, Heilungkiang, dan Jehol, digempur senjata biologi selama tiga bulan pertama pada 1952. "Peluru" tadi berisi 35 variasi penyakit yang dihasilkan lalat, kutu, nyamuk, jangkrik, kutu gurun, tikus, daging yang sudah terkontaminasi, ikan mati, daun, bulu ayam, yang bisa saling terkontaminasi satu sama lain. Di Vietnam, AS juga menggunakan mycotoxins (racun fungal). Sementara di Kuba, serangan dilakukan dengan menyebar virus demam buat babi. Hasilnya, 500 ribu ekor babi mati.

Di Irak, sebuah laporan menyatakan serangan biologi disebar AS, dan hanya bisa terlacak lewat mikroskop. Kuman yang disebut parasit leishmaniasis alias penyakit pes hitam itu dibuat menempel pada lalat gurun betina. Hasilnya parah. Penyakit tersebut bersarang di sumsum tulang bayi, memakan sel pembentuk darah, menyerang hati, dan limpa. Menurut Dr Alia Sultan di Rumah Sakit Al-Quadisiya, kesempatan hidup buat bayi-bayi yang terinfeksi hanya 10 persen saja.

Setelah 30 tahun peristiwa pembantaian My Lai, serangan fatal di Vietnam, dua tentara AS mendapat penghargaan sebagai pahlawan negara. Penghargaan tertinggi juga diberikan buat awak helikopter pasukan AS Hugh Thompson dan Lawrence Colburn, yang sukses bertempur di sebuah pemukiman kawasan selatan Vietnam pada 16 Maret 1968. Sementara 500 orang Vietnam --yang sebagian besar terdiri dari orang jompo, perempuan, dan anak-anak-- dalam serangan tersebut. Tak jelas, teror antraks ke AS kali ini karma atau rekayasa.(BMI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.