Sukses

Suhu Panas Tingkatkan Masalah Kesehatan Mental, Peneliti: Semua Orang Berisiko

Studi komprehensif menunjukkan bahwa suhu musim panas meningkatkan jumlah orang yang menderita keadaan darurat kesehatan mental.

Liputan6.com, Jakarta Studi komprehensif menunjukkan bahwa suhu musim panas meningkatkan jumlah orang yang menderita keadaan darurat kesehatan mental.

Analisis rekam medis dari jutaan warga AS menunjukkan bahwa angka kunjungan darurat rumah sakit meningkat rata-rata 8 persen ketika suhu panas.

Efek suhu panas terlihat pada hampir semua kondisi kesehatan mental, termasuk stres, gangguan suasana hati, kecemasan, skizofrenia, menyakiti diri sendiri, dan gangguan penggunaan zat.

Frekuensi suhu ekstrem didorong oleh krisis iklim. Maka dari itu, para peneliti mengatakan bahwa mereka dapat membantu layanan kesehatan mental dalam memprediksi kapan layanan tersebut akan lebih dibutuhkan.

“Orang-orang akrab dengan risiko panas ekstrem dalam hal dehidrasi, sengatan panas, dan lain-lain,” kata penulis senior penelitian tersebut, Prof Gregory Wellenius di sekolah kesehatan masyarakat Universitas Boston, AS mengutip The Guardian, Rabu (14/6/2023).

“Yang benar-benar baru adalah, penelitian ini menetapkan pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya bahwa hari-hari yang sangat panas juga dapat memengaruhi kesehatan mental orang secara substansial,” tambahnya.

Hal ini tak hanya berlaku untuk populasi khusus yang rentan, lanjut Wellenius. Ini terjadi pada setiap kelompok usia yang diamati. Baik pria, wanita, dan semua orang di setiap wilayah negara. Artinya, “semua orang berisiko,” ujar Wellenius.

“Kami memperkirakan peningkatan risiko 8 persen adalah angka yang terlalu rendah jika dibanding beban sebenarnya dari penyakit yang terkait dengan panas ekstrem. Karena, individu yang paling rentan cenderung tidak berada dalam database ini.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kunjungan Darurat RS Akibat Gangguan Kesehatan Mental

Penulis lainnya dari studi ini, Profesor Amruta Nori-Sarma mengatakan bahwa kunjungan darurat ke rumah sakit adalah presentasi gangguan kesehatan mental yang paling parah.

“Bahkan peningkatan kecil dalam jumlah kunjungan gawat darurat merupakan beban besar bagi individu,” kata Nori-Sarma.

Studi tersebut menunjukkan peningkatan terbesar dalam tingkat kunjungan darurat terjadi di bagian utara AS. Di mana ada kenaikan hingga 12 persen di wilayah barat laut. Padahal, suhu di AS bagian selatan lebih panas.

“Alasannya mungkin mereka yang tinggal di tempat yang lebih panas sudah beradaptasi lebih baik, dengan lebih banyak akses ke AC, misalnya,” ujar Nori-Sarma.

3 dari 4 halaman

Gelombang Panas Tingkatkan Angka Depresi dan Bunuh Diri

Sementara, menurut sebuah laporan pada Mei 2021, krisis iklim menimbulkan pengeluaran biaya pengobatan masalah mental yang sangat besar pada orang-orang di seluruh dunia.

Gelombang panas juga meningkatkan angka bunuh diri, hilangnya ketahanan pangan, rumah, dan mata pencaharian yang menyebabkan stres hingga depresi.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Jama Psychiatry memeriksa data anonim tentang 3,5 juta kunjungan rumah sakit darurat untuk gangguan kesehatan mental.

Kunjungan ini dilakukan oleh 2,2 juta orang dari 2010 hingga 2019. Studi tersebut berfokus pada bulan-bulan terpanas, Mei hingga September, dan mencakup 98 warga AS dari 2.775 kabupaten.

“Tujuh tahun terpanas yang tercatat di AS terjadi sejak 2014,” catat para peneliti.

4 dari 4 halaman

Pria Lebih Berisiko Alami Masalah Mental karena Suhu Panas

Para ilmuwan juga menemukan bahwa pria lebih berisiko mengalami masalah mental akibat suhu panas daripada wanita.

Pasalnya, pria cenderung jarang mencari pertolongan dini sehingga mereka datang ke RS ketika masalah mentalnya sudah parah dan memerlukan perawatan darurat.

Menurut peneliti, suhu panas memang memperburuk kondisi mental yang ada. Ini bisa disebabkan oleh meningkatnya iritasi atau ketidaknyamanan di siang hari dan gangguan tidur di malam hari karena udara terlalu panas.

“Semakin jelas bahwa perubahan iklim mengancam tubuh dan pikiran kita,” kata Dr Emma Lawrance dari Imperial College London, Inggris, yang bukan bagian dari penelitian tersebut.

“Walaupun efeknya relatif kecil, itu memiliki implikasi besar bagi kesehatan masyarakat dan sistem perawatan kesehatan karena perubahan iklim meningkatkan jumlah hari yang sangat panas. Anak-anak yang lahir hari ini akan mengalami gelombang panas tujuh kali lebih banyak daripada kakek-nenek mereka.”

Untuk itu, lanjut Emma, kita membutuhkan mitigasi iklim untuk membantu mencegah memburuknya dampak ini. Dan adaptasi iklim untuk menyediakan lebih banyak pohon dan akses ke ruang hijau untuk mencegah kota menjadi terlalu panas.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.