Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 42 organisasi pemerhati anak di Indonesia mendukung pemerintah untuk meningkatkan program dan aktivitas dengan mengikutsertakan anak dan remaja agar terhindar dari bahaya rokok.
Organisasi-organisasi itu juga mendorong perlindungan anak-anak dan remaja dari paparan produk rokok melalui upaya pengendalian konsumsi rokok yang kuat dan berdampak, yaitu:
Baca Juga
1. Dari sisi kebijakan fiskal, organisasi pemerhati anak mendorong kenaikan harga rokok sebagai upaya agar rokok tidak terjangkau oleh anak-anak dan remaja, melalui:
a. Cukai rokok yang harus secara konsisten dinaikkan setiap tahunnya (dengan rerata kenaikan cukai rokok sebesar 25 per tahun per tahun);
b. Penyederhanaan strata tarif cukai rokok untuk mencegah konsumen beralih ke harga rokok yang lebih murah;
c. Kenaikan cukai hasil tembakau selain untuk upaya pengendalian konsumsi rokok juga dapat menyejahterakan pekerja dan petani tembakau melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).
2. Organisasi pemerhati anak juga mendukung kebijakan non fiskal untuk mendukung kebijakan fiskal, di antaranya:
a. Mendorong revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 agar perubahan regulasinya dapat lebih melindungi anak dari produk rokok;
b. Mendorong larangan penjualan rokok batangan/ketengan untuk efektivitas cukai rokok dan memperketat akses oleh anak-anak dan masyarakat pra-sejahtera;
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi menaikkan tarif cukai rokok. Kenaikan cukai rokok tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini
Selanjutnya
c. Mendorong pelarangan iklan, promosi, dan sponsor rokok di berbagai media, baik di luar ruang, dalam ruang, televisi, dan media digital, termasuk internet;
d. Mendorong perluasan peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok; serta
e. Mengatur pengendalian rokok elektronik sebagaimana adanya regulasi untuk rokok konvensional.
“Kami percaya bahwa melindungi anak dan remaja dari dampak bahaya rokok serta menurunkan jumlah perokok anak dan remaja dapat meningkatkan kualitas generasi muda bangsa Indonesia.”
“Untuk mencapai sumber daya manusia yang unggul, berkualitas, dan berdaya saing yang akan membangun Indonesia dalam persaingan global di masa mendatang,” mengutip pernyataan bersama 42 organisasi pemerhati anak yang dirangkum Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI).
Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa jumlah perokok anak semakin tinggi hingga mencapai 9,1 persen di tahun 2018.
Sebanyak 62,9 persen laki-laki dewasa di Indonesia merokok dan telah menyebabkan perempuan dan anak menjadi perokok pasif dalam kesehariannya.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Akses Mudah
Selain itu, akses anak-anak dan remaja dalam menjangkau produk rokok masih sangat mudah. Jika dibiarkan, perilaku merokok dalam jangka panjang dapat mengganggu kesehatan dan berdampak pada penurunan produktivitas di masa dewasa.
Menurut organisasi pemerhati anak, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia dalam upaya mempersiapkan anak muda sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas untuk mengoptimalkan bonus demografi di tahun 2030 dan menuju Indonesia Emas 2045.
Salah satu perwakilan organisasi pemerhati anak yang ikut bersuara adalah End Child Prostitution in Asia Tourism (ECPAT) Indonesia.
Menurut Koordinator ECPAT Indonesia Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A. akses rokok memang mudah bagi anak-anak. Di Indonesia, anak-anak bisa dengan mudah mendapatkan rokok secara daring.
“Anak-anak mudah mendapatkan rokok secara online, jadi enggak perlu mereka ke toko-toko, ke warung, atau ke supermarket. Paling bebas dijualnya, bahkan tidak ada kode etik yang dibuat oleh platform yang menjual secara online,” kata Ahmad dalam konferensi pers daring bersama PKJS UI, Kamis (4/8/2022).
Kebijakan Rokok Parsial dan Diskriminatif
Platform jualan daring memang ada yang mencantumkan imbauan bahwa produk rokok hanya boleh dibeli oleh kelompok usia 18 ke atas. Namun, ada pula platform yang memberikan kemudahan akses dengan gratis ongkos kirim (ongkir).
Di sisi lain, untuk mengunduh aplikasi toko daring juga mudah. Siapapun bisa mengunduhnya di ponsel pintas masing-masing tanpa ada ketentuan, atau norma tertentu. Kemudahan akses aplikasi juga pada akhirnya perlu dipertimbangkan, kata Ahmad.
Ia pun menyinggung terkait kebijakan soal rokok yang ada saat ini cenderung masih bersifat parsial dan diskriminatif.
“Kenapa parsial? Karena hanya diatur dalam beberapa Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan menjual rokok kepada anak. Ada juga imbauan kebijakan dari industri rokok agar toko, warung, supermarket tidak menjual rokok kepada anak-anak.”
“Parahnya, ketika terjadi penjualan rokok pada anak, yang dapat sanksi itu malah kasir, SPG, sedangkan industri rokoknya malah enggak kena sanksi. Padahal, menurut saya mereka gagal juga dalam menerapkan norma yang mereka buat secara parsial itu,” ujar Ahmad.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement