Liputan6.com, Lima - Robert Francis Prevost memang mencetak sejarah pada Kamis (8/5/2025), dengan menjadi paus pertama dari Amerika Serikat (AS). Namun, bagi masyarakat Peru, dia sudah lama dikenal sebagai sosok misionaris penuh pengabdian — seorang pemimpin rohani yang tak segan berjalan melewati lumpur demi membawa bantuan kepada warga yang terdampak banjir akibat hujan lebat, serta sebagai uskup yang berjasa besar dalam mengupayakan pembelian pabrik oksigen yang menyelamatkan banyak nyawa selama pandemi COVID-19.
"Dia bekerja sangat keras untuk mencari bantuan, hingga akhirnya bukan hanya satu, tetapi dua pabrik oksigen berhasil didapatkan," kata Janinna Sesa, yang mengenal Prevost saat dia bekerja untuk lembaga nirlaba Caritas milik gereja di Peru seperti dilansir AP.
Baca Juga
"Dia juga tidak segan-segan memperbaiki truk rusak sampai bisa jalan lagi."
Advertisement
Paus Fransiskus, yang merupakan paus pertama dari Amerika Latin dalam sejarah, bukan tidak mungkin sudah melihat sesuatu dalam diri Prevost sejak awal. Dia pertama kali mengirim Prevost ke Chiclayo, Peru, pada 2014, lalu memanggilnya ke Vatikan pada 2023 untuk memimpin kantor penting yang menyeleksi nominasi uskup — salah satu jabatan paling berpengaruh di Gereja Katolik Roma.
Kini, Prevost yang berusia 69 tahun resmi menyandang gelar Paus Leo XIV. Pria kelahiran Chicago ini juga merupakan warga negara Peru dan telah tinggal bertahun-tahun di sana, pertama sebagai misionaris lalu sebagai uskup. Dalam pidato publik pertamanya sebagai paus, dia menyinggung pengalamannya sebagai misionaris — berbicara dalam bahasa Italia, lalu beralih ke bahasa Spanyol — tanpa mengucapkan sepatah kata pun dalam bahasa Inggris saat menyapa kerumunan di Lapangan Santo Petrus.
"Kita harus bersama-sama mencari cara untuk menjadi gereja yang misioner — Gereja yang membangun jembatan, menjalin dialog, dan selalu terbuka untuk menerima siapa pun. Seperti alun-alun ini yang menyambut dengan tangan terbuka, gereja pun harus siap merangkul setiap orang yang membutuhkan kasih, kehadiran, dialog, dan cinta kita," ujarnya.
Santo dari Utara
Prevost sudah menempati posisi penting bahkan sebelum memasuki konklaf — posisi yang jarang dimiliki oleh sebagian besar kardinal lainnya. Dia dua kali terpilih sebagai prior jenderal atau pemimpin tertinggi Ordo Agustinus, sebuah ordo religius yang didirikan pada Abad ke-13 oleh Santo Agustinus. Setelah ditugaskan oleh Paus Fransiskus ke Chiclayo dia kemudian memperoleh kewarganegaraan Peru pada tahun 2015. Kariernya terus menanjak hingga pada tahun 2023, dia dipanggil ke Roma untuk memimpin kantor yang menangani seleksi uskup, sekaligus menjabat sebagai Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin. Dalam posisi ini, dia berhubungan langsung dan rutin dengan hierarki Gereja Katolik di wilayah yang memiliki populasi Katolik terbesar di dunia — peran yang sangat mungkin menjadi kunci terpilihnya dia sebagai paus.
Pastor Alexander Lam, seorang biarawan Agustinus asal Peru yang mengenal baik paus, menyebut Prevost sebagai sosok yang sangat dicintai rakyat, terutama oleh kaum miskin. Dia dikenal sebagai pembela keadilan sosial dan pelindung lingkungan.
"Bahkan para uskup di Peru menjulukinya santo, Santo dari Utara, karena dia selalu meluangkan waktu untuk siapa pun," sebut Lam dalam wawancara dengan AP di Roma. "Dia adalah tipe uskup yang akan menemukanmu di jalan — sosok yang hadir di tengah umat."
Lam juga mengisahkan bahwa saat Paus Fransiskus mengunjungi Peru pada 2018, Prevost memilih tidur di lantai bersama umatnya selama malam penjagaan menjelang misa kepausan.
"Itulah gaya Roberto — penuh kehangatan dan kedekatan. Mungkin tidak selalu dalam bentuk gestur kelembagaan yang besar, tetapi justru dalam tindakan-tindakan manusiawi yang sederhana," tutur dia.
Â
Sosok Ceria dan Humoris
Sejak tiba di Roma, Prevost jarang tampil di hadapan publik, namun dia sangat dikenal di kalangan petinggi gereja.Yang paling menonjol, dia memimpin salah satu reformasi paling revolusioner yang dilakukan Fransiskus, yaitu menambahkan tiga perempuan ke dalam kelompok pemilih yang menentukan usulan nominasi uskup kepada paus. Pada awal tahun 2025, Fransiskus kembali menunjukkan penghargaannya dengan mengangkat Prevost ke tingkatan tertinggi dalam hierarki kardinal.
Terpilihnya seorang paus kelahiran AS bisa berdampak besar bagi masa depan Gereja Katolik AS, yang selama ini terpecah antara kelompok konservatif dan progresif. Bersama Prevost yang memimpin kantor seleksi uskup, Fransiskus telah menjalankan proyek selama 12 tahun untuk meredam kecenderungan tradisionalis di AS.
"Pemilihan Prevost adalah tanda nyata dari komitmen terhadap isu-isu sosial. Saya rasa akan menarik melihat bentuk Katolikisme Amerika yang berbeda di Roma," ungkap Natalia Imperatori-Lee, profesor studi agama di Universitas Manhattan, New York.
Lonceng di katedral ibu kota Peru, Lima, berdentang setelah pengumuman terpilihnya Prevost. Orang-orang di luar gereja menyatakan harapan mereka agar paus baru bisa berkunjung suatu saat nanti.
"Bagi kami orang Peru, ini adalah sumber kebanggaan karena ini paus yang juga mewakili negara kami," kata Isabel Panez, seorang guru sekolah dasar yang kebetulan berada di dekat katedral saat berita itu disampaikan. "Kami ingin beliau datang mengunjungi kami di Peru."
Pastor Fidel Purisaca Vigil, direktur komunikasi untuk keuskupan lama Prevost di Chiclayo, mengenang bagaimana Prevost bangun setiap pagi dan sarapan bersama para imam lainnya setelah berdoa.
"Sebanyak apa pun masalah yang dia hadapi, dia selalu mampu menjaga sikap ceria dan penuh humor," tulis Purisaca melalui sebuah surel.
Lahir di Chicago pada tahun 1955, Prevost bergabung dengan Ordo Santo Agustinus pada tahun 1977. Dia menempuh pendidikan di Universitas Villanova di dekat Philadelphia, dan meraih gelar sarjana sains pada tahun 1977, lalu memperoleh gelar Magister Divinitas dari Catholic Theological Union di Chicago pada tahun 1982.
Di Roma, di markas besar Ordo Agustinus yang terletak tak jauh dari Lapangan Santo Petrus, suasana terasa meriah.
Pastor Franz Klein, bendahara jenderal Ordo Agustinus, mengatakan dia sangat terkejut dengan kabar tersebut.
"Bagi kami, Ordo Agustinus, ini adalah salah satu momen terbesar dalam sejarah," imbuhnya. "Saya sangat terkejut sekaligus sangat bahagia."
Advertisement