Sukses

Aturan Baru: Tempat Ibadah di RRC Harus Dukung Partai Komunis China dan Xi Jinping

Aturan di tempat ibadah China semakin ketat untuk mendukung Partai Komunis China.

Liputan6.com, Beijing - Partai Komunis China (PKC) dilaporkan memperketat aturan rumah ibadah. Aturan ini berdampak ke biara, gereja, kuil, masjid, dan tempat-tempat beragama lainnya.

Dilaporkan Radio Free Asia, Senin (7/8/2023), tempat-tempat ibadah tersebut harus mendukung kepemimpinan Partai Komunis China dan program-program Presiden Xi Jinping terkait aktivitas religius.

"Tidak boleh ada organisasi atau individu yang menggunakan lokasi-lokasi aktivitas keagamaan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang membahayakan keamanan nasional, mengganggu ketertiban sosial, merusak kepentingan nasional," demikian bunyi aturan yang dirilis di situs United Front Work Department milik PKC.

Para pengurus lokasi keagamaan akan secara menyeluruh disaring oleh pejabat urusan agama. Mereka harus "mencintai tanah air dan mendukung kepemimpinan Partai Komunis China dan sistem sosialis."

Aturan itu akan berlaku mulai 1 September 2023.

RFA menyebut aturan tersebut merupakan bagian dari "sinicization" dalam hal agama, atau berarti memperkuat nuansa Sino (China). Contohnya adalah seperti mencegah perayaan natal, meminta gereja untuk memajang foto Xi Jinping, serta meminta masjid dan gereja untuk tidak memakai kubah dan salib.

Ceramah Dipantau 

Tempat-tempat keagamaan diharuskan mengirim dulu rencana aktivitas-aktivitas untuk mendapat persetujuan. Mereka juga ditugaskan untuk "mendidik warga religius untuk mencinta tanah air", serta patuh dengan kebijakan "sinicization".

Para pengurus rumah ibadah juga harus memiliki files dari semua staf atau residen di rumah ibadah tersebut. File itu harus berisi aktivitas keagamaan dan sosial orang tersebut, serta kontak dengan organisasi atau individu luar negeri.

Ceramah pun harus diatur agar sesuai dengan "situasi nasional China" dan "mengandung nilai-nilai inti sosialis"

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Politik Ketimbang Spiritualitas

Menurut akademisi Taiwan, kebijakan China terkait agama itu menunjukkan bahwa politik menang melawan agama.

"Itu berarti politik menang dari agama, jadi jika kamu melanggar aturan-aturan itu, mereka bisa mengambil tindakan hukum terhadap kamu," ujar Chang Chia-lin, profesor dari Institute of Mainland China di Tamkang University.

Chang berpikir bahwa tempat-tempat keagamaan itu akan dipaksa untuk patuh ke aturan pemerintah itu setelah 1 September mendatang.

Aturan ini pun disayangkan oleh Biksu Shi Daoguo di China. Ia berkata agama Buddha adalah terkait kebijaksanaan, sehingga penganutnya harus berpikir independen.

"Buddhisme adalah agama kebijaksanaan yang seharusnya melatih orang-orang untuk berpikir secara independen," ujarnya.

"Sinicization" dinilai Shi Daoguo sebagai cuci otak dan tak bisa membuat orang berpikir independen.

Saat ini, Shi Daoguo mengaku sudah dipantau oleh para pejabat lokal karena protes terhadap kebijakan "sinicization". Keuangannya pun menjadi sasaran, karena izinnya dicabut sehingga donasi menjadi terdampak.

"Mereka bisa membuatmu pincang secara finansial," ujarnya.

3 dari 4 halaman

China Bantah Ada Persekusi Uyghur

Sebelumnya, Duta Besar Republik Rakyat China (RRC) untuk Indonesia, Lu Kang, membantah bahwa ada persekusi terhadap minoritas Muslim di Xinjiang. Lu Kang berkata ia sudah bicara terkait isu ini dengan kelompok-kelompok Muslim di Indonesia bahwa tak ada persekusi. 

Kendati demikian Dubes Lu Kang tidak memberikan informasi detail terkait kelompok-kelompok Muslim yang dimaksudnya.

Tudingan adanya persekusi Uyghur diklaim sebagai rekaan negara dan media Barat.

"Bagi mereka semua yang sudah pernah ke China, terutama yang pernah ke Daerah Otonom Xinjiang, mereka tidak akan percaya fitnah-fitnah yang dibuat oleh pemerintah dan media Barat," ujar Dubes RRC Lu Kang di acara International Seminar on China's İnfluence in the Middle East and Prospect for Stability and Peace yang digelar School of Strategic and Global Studies (SSGS) Universitas Indonesia, Senin (26/6/2023).

Dubes Lu Kang membantah bahwa kelompok minoritas Uyghur dilarang puasa atau beribadah. Selain itu, ia berkata tidak ada genosida di Xinjiang, sebab populasi Uyghur bertambah.

"Dalam enam dekade terakhir, populasi warga Uyghur di Xinjiang naik dari 2,2 juta menjadi 12 juta," ujar Lu Kang.

Lebih lanjut, Dubes Lu Kang berkata ada banyak masjid di Xinjiang dan bagi "setiap 500 orang Muslim ada sebuah masjid". Ia pun menyebut ada pihak-pihak yang menggunakan isu HAM untuk agendanya masing-masing. Lu Kang berkata bahwa tidak boleh ada negara yang ikut campur urusan internal negara lain.

Pada laporan lain, Radio Free Asia melaporkan ada pelarangan ibadah sholat id di Xinjiang. Warga yang boleh sholat hanya yang lansia, ada juga masjid-masjid yang dirusak.

4 dari 4 halaman

Palestina Bela Kebijakan China ke Muslim Uyghur di Xinjiang

Presiden Palestina Mahmoud Abbas membela kebijakan pemerintahan Xi Jinping di Xinjiang. Padahal, kebijakan China di Uyghur kerap menuai kritikan internasional karena dianggap melanggar HAM kelompok minoritas Muslim Uyghur.

Presiden Palestina sebelumnya yakni Yasser Arafat juga sebetulnya membela Uyghur. Pembelaan pemerintahan Abbas terhadap China dinilai pakar politik sebagai kebijakan yang pragmatis. 

Berdasarkan laporan Radio Free Asia, Senin (19/6), Presiden Abbas dan Presiden Xi Jinping memberikan deklarasi bersama bahwa "isu-isu terkait Xinjiang bukanlah isu HAM sama sekali".

Kedua negara sepakat bahwa isu Xinjiang lebih mengarah ke anti-terorisme kekerasan, deradikalisasi, dan anti-separatisme.

"Palestina secara tegas menolak ikut campur di urusan-urusan internal China di bawah preteks isu-isu terkait Xinjiang," tulis deklarasi presiden Palestina-China.

Selama ini, pemerintah China sering menggunakan narasi serupa, yakni kebijakan di Xinjiang adalah terkait separatisme, sehingga China menolak kritikan pelanggaran HAM.

Deklarasi tersebut juga mempertegas prinsip Satu China, bahwa pemerintahan Xi Jinping adalah "satu-satunya pemerintahan legal yang mewakili seluruh China".

Presiden Abbas berkunjung ke China selama empat hari untuk memperkuat hubungan kedua negara.

Pakar urusan Palestina dari Universitas Hacettepe di Turki, Erkin Ekren, menyebut Palestina sebetulnya memiliki alasan-alasan untuk mendukung Uyghur. Akan tetapi, pemerintahan Abbas sudah semakin ketergantungan dengan China.

Ekren berkata Abbas butuh pendanaan dan teknologi China, selain itu Ekren menilai Palestina butuh dukungan China di ranah internasional.

"Isu Uyghur tidak selaras dengan kepentingan-kepentingan Palestina," jelas Ekren.

"Keuntungan-keuntungan yang mereka bisa dapat dari China mengalahkan keuntungan-keuntungan mendukung Uyghur," ungkap Ekren. "Pada situasi seperti ini isu Uyghur, meski faktanya Uyghur adalah orang Muslim, bukanlah prioritas bagi mereka."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.