Sukses

Korea Selatan: Hak Hidup Warga Korea Utara Sangat Terancam, Eksekusi Mati Dilakukan Sewenang-wenang

Eksekusi dilakukan secara luas atas tindakan yang tidak membenarkan hukuman mati, termasuk kejahatan narkoba, penyebaran video terkait Korea Selatan, dan kegiatan keagamaan serta takhayul.

Liputan6.com, Seoul - Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan, Korea Utara mengeksekusi rakyatnya dengan berbagai alasan, mulai dari narkoba hingga melakukan kegiatan keagamaan. Hal tersebut diungkapkan melalui laporan setebal 450 halaman yang dikumpulkan dari tahun 2017 hingga tahun 2022 berdasarkan pengakuan lebih dari 500 warga Korea Utara yang melarikan diri.

Laporan tersebut dipublikasikan pada Kamis (30/3/2023).

"Hak warga Korea Utara untuk hidup tampaknya sangat terancam," ungkap Kementerian Unifikasi Korea Selatan dalam laporannya seperti dikutip dari Channel News Asia, Sabtu (1/4).

"Eksekusi dilakukan secara luas atas tindakan yang tidak membenarkan hukuman mati, termasuk kejahatan narkoba, penyebaran video terkait Korea Selatan, dan kegiatan keagamaan serta takhayul."

Korea Utara telah menolak berbagai kritik terhadap kondisi HAM di wilayahnya, menyebutnya sebagai bagian dari rencana untuk menggulingkan penguasanya.

Laporan tersebut merinci tentang pelanggaran HAM yang dilakukan negara, termasuk eksekusi publik, penyiksaan, dan penangkapan sewenang-wenang.

"Kematian dan penyiksaan secara teratur terjadi di fasilitas penahanan dan beberapa orang dieksekusi setelah tertangkap mencoba melintasi perbatasan," sebut Kementerian Unifikasi Korea Selatan.

Laporan yang dipublikasikan Kementerian Unifikasi Korea Selatan tidak dapat diverifikasi secara independen, namun sejalan dengan investigasi PBB dan laporan dari LSM.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gagal Memperbaiki Kehidupan Rakyat tapi Mengejar Ambisi Nuklir

Laporan Kementerian Unifikasi Korea Selatan muncul saat negara itu berusaha menyoroti kegagalan tetangganya dalam memperbaiki kondisi kehidupan rakyat dan pada saat bersamaan meningkatkan persenjataan nuklir dan rudalnya.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengatakan, laporan itu seharusnya memberi tahu komunitas internasional tentang pelanggaran mengerikan yang dilakukan Korea Utara. Menurutnya, Korea Utara tidak pantas mendapatkan "sepeser pun" bantuan ekonomi, sementara negara itu mengejar ambisi nuklirnya.

Pendekatan Yoon Suk Yeol yang konservatif berbeda dengan pendahulunya yang liberal, Moon Jae-in, yang berusaha meningkatkan dan membangun hubungan baik dengan Kim Jong Un.

Kementerian Unifikasi Korea Selatan diharuskan oleh undang-undang untuk membuat penilaian tahunan atas situasi HAM di Korea Utara.

Hampir 34.000 warga Korea Utara telah menetap di Korea Selatan. Jumlah pembelot dikabarkan telah menurun drastis karena keamanan perbatasan yang lebih ketat.

Data Korea Selatan menunjukkan bahwa kedatangan pembelot Korea Utara mencapai titik terendah sepanjang masa, yakni hanya 63 orang pada tahun 2021, sebelum naik tipis menjadi 67 orang pada tahun 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.