Sukses

Bangkai Pesawat Misterius Ditemukan di Papua Nugini, Milik Amelia Earhart?

Puing-puing dari bangkai sebuah pesawat ditemukan di laut dalam di Papua Nugini.

Liputan6.com, Port Moresby - Pada akhir tahun 1930-an, seorang bocah lelaki di Papua Nugini mengaku melihat sebuah pesawat yang sayap kirinya dilahap api. Burung besi ini kemudian jatuh ke pantai.

Menyaksikan insiden mengerikan itu, anak tersebut lalu mengambil langkah seribu guna memberi tahu para tetua. Malangnya, tak ada satu pun orang yang mempercayainya.

Gelombang pasang air laut dengan cepat menyeret pesawat nahas itu ke lepas pantai, menenggelamkannya ke dasar air dengan seketika. Kini, lokasi jatuhnya pesawat itu telah ditutupi oleh karang.

Dalam sebuah ekspedisi penyelaman di sekitar pantai tersebut, yang dilakukan pada Agustus 2018 oleh para penyelam dari Project Blue Angel, mereka mengklaim telah menemukan bangkai puing-puing pesawat misterius.

Tubuh pesawat yang sudah berkarang ini disebut cocok dengan karakteristik pesawat Earhart, yakni Lockheed Electra 10E. Tim penyelam juga menemukan cakram kaca yang mungkin merupakan lensa cahaya bagian depan pesawat.

Menurut seorang sejarawan amatir, pesawat yang dahulu disaksikan oleh anak itu bisa jadi pesawat yang dikemudikan oleh Amelia Earhart --pilot wanita pertama yang terbang solo melintasi Samudra Atlantik.

Pada 2 Juli 1937, saat dia berusia 39 tahun, Earhart dilaporkan hilang di Samudra Pasifik. Kala itu, ia sedang bertolak dari Lae (Papua Nugini) menuju ke Pulau Howland (Samudra Pasifik).

Lalu pada 5 Januari 1939, statusnya resmi dinyatakan death in absentia atau meninggal tanpa ada atau ditemukan jasad atau kerangkanya.

"Kami masih mengeksplorasi temuan itu untuk mencoba mencari tahu pesawat tersebut. Kami tidak ingin berekspektasi terlalu tinggi dan menganggap itu milik Amelia," kata William Snavely, direktur Project Blue Angel, yang dikutip dari Live Science, Kamis (31/1/2019).

Namun para periset di organisasi nirlaba itu masih harus melakukan analisis lebih lanjut. Kelompok ini sekarang memiliki halaman GoFundMe, yang digunakan sebagai media pengumpulam dana untuk perjalanan kedua mereka di Papua Nugini.

Selain itu, para ahli juga masih perlu memeriksa cakram kaca pesawat yang dimaksud.

"Kaca ini memiliki bentuk dan diameter kasar yang tampaknya relatif konsisten, dengan lampu yang ada di pesawat, yang pernah digunakan pada 1930-an untuk (pesawat) Lockheed. Tapi kami belum tahu apakah itu benar-benar lampu Lockheed," imbuh Snavely.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Titik Temu?

Snavely, seorang pekerja sosial yang dulu pernah mengabdi untuk negara bagian Maryland, mengatakan ia sudah menggemari Earhart sejak ia masih kanak-kanak.

Kala itulah, ia pun mulai tertarik dengan dunia kedirgantaraan dan mulai biasa membuat model pesawat terbang. Ia bahkan memiliki replika mainan Lockheed Electra 10E.

Kemudian, ketika dewasa dan mulai mempelajari misteri hilangnya sang idola, ia mengaku sudah menemukan sebuah fakta kunci.

Earhart dan navigatornya, Fred Noonan, berusaha mengelilingi dunia dengan menerbagkan Lockheed Electra 10E. Akan tetapi, keduanya tiba-tiba raib tanpa sebab pada 2 Juli 1937, setelah mereka meninggalkan Lae, Papua Nugini, menuju Pulau Howland yang terletak antara Hawaii dan Australia.

Kebanyakan detektif dari berbagai negara berupaya mencari tahu penyebab hilangnya Earhart dan Noonan, mengindentifikasi berbagai temuan di dekat Pulau Howland.

"Kendati demikian, hanya sedikit dari mereka yang mencari 70% rute penerbangan Earhart," ungkap Snavely.

Pada 2005, ia terbang ke Rabaul (Papua Nugini) karena ingin berbicara langsung dengan penduduk adat setempat, yang mungkin memiliki informasi tentang kecelakaan pesawat misterius.

Kemudian, Snavely bertemu dengan seseorang corrections officer di hotelnya, yang mengaku mengetahui kecelakaan yang dilihat oleh seorang anak laki-laki pada masa lalu.

Selain itu, seorang lelaki lain yang pernah menyelam bebas pada tahun 1995 untuk mencari spons, mengaku telah melihat bangkai pesawat. Sedangkan bocah tersebut sudah meninggal, jadi tidak ada cara untuk memverifikasi ceritanya.

Corrections officer meminta Snavely untuk menyebutkan lima karakteristik pesawat Earhart, dengan begitu ia bisa mengoreksi kecocokannya.

Snavely mengutarakan beberapa fitur pesawat: punya mesin dan ekor kembar, pintu di sisi pilot, loop di depannya untuk keperluan navigasi dan spar (anggota struktural utama dari sayap, terletak di spanwise di sudut kanan atau sekitar itu tergantung pada sayap menyapu ke badan pesawat) untuk antena.

Si petugas kemudian memverifikasi bahwa puing-puing pesawat yang dilihat oleh penyelam pencari spons memiliki kelima fitur yang dikatakan oleh Snavely.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

3 dari 3 halaman

Ragam Hipotesis

Puing-puing itu terletak di sebuah pulau kecil yang berpenghuni, di dekat Kota Buka, di sisi timur Papua Nugini. Hipotesis awal Snavely sebagian besar didasarkan pada premis bahwa tangki bahan bakar Electra tidak terisi penuh ketika Earhart dan Noonan lepas landas dari Papua Nugini.

Namun, analisis ini bisa diperdebatkan, sebab tidak ada bukti pasti yang menunjukkan jumlah bahan bakar yang dimasukkan pada hari itu, menurut buku "The Sound of Wings: The Life of Amelia Earhart" (St. Martin's Griffin, 1989) karya Mary Lovell.

Berdasarkan keterangan beberapa sumber, tangki tidak terisi penuh karena jumlahnya dinilai cukup untuk sampai tujuan. Tetapi, menurut sumber lain, tangki hampir penuh. Demikian menurut tulisan Lovell dalam bukumya.

Dengan asumsi bahwa tangki tidak cukup terisi, ada kemungkinan Earhart dan Noonan memutuskan untuk membalikkan pesawat setelah mereka dihujam angin sakal yang kuat (artinya butuh lebih banyak bahan bakar daripada biasanya untuk terbang).

"Mungkin keduanya menyadari bahwa mereka tidak akan berhasil sampai ke Pulau Howland, sehingga musti mengalihkan penerbangannya menuju Buka, yang memiliki landasan pacu paling dikenal di sekitar pulau tersebut," Snavely memaparkan.

Kemudian, saat terjadi badai guntur, mungkin Earhart jatuh di pulau di sebelah Buka.

Ada banyak pendapat tentang apa yang terjadi pada Earhart, kata Chris Williamson, direktur proyek podcast "Chasing Earhart" yang mengeksplorasi berbagai hipotesis seputar hilangnya pilot perempuan ini.

"Mayoritas analisis ini masuk ke dalam lima kategori utama," kata Williamson.

1. Electra jatuh dan tenggelam ke Samudra Pasifik yang luas. Atau mungkin, Earhart dengan sengaja mendaratkan (membuang) pesawat di atas air, dan kemudian tenggelam.

2. Earhart dan Noonan ditangkap oleh Jepang. Kemudian, mereka mati di tahanan atau dieksekusi.

3. Earhart dan Noonan menjadi orang buangan di pulau yang jauh, mungkin di Nikumaroro (sebelumnya disebut Pulau Gardner). Mungkin saja mereka selamat untuk beberapa waktu. Dalam skenario ini, tidak jelas siapa yang meninggal lebih dulu.

4. Earhart ditangkap oleh Jepang, tetapi dia tidak mati. Sebaliknya, dia dipulangkan ke Amerika Serikat, di mana dia mengambil nama Irene Bolam. (Namun, ini diperdebatkan oleh Bolam sendiri, menurut The New York Times.)

5. Hipotesis Buka, di mana Earhart memutar pesawat dan kemudian menabrak pulau di dekat Buka.

Williamson memuji Snavely atas pendekatan skeptisnya. "Dia sangat berhati-hati tentang hal itu," aku Williamson kepada Live Science.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.