Sukses

25-9-1957: 9 Siswa ke Sekolah dengan Kawalan 1.000 Tentara Bersenjata

Sembilan siswa kulit hitam di Amerika Serikat harus 'dikawal' 1.000 pasukan penerjun payung menuju sekolah.

Liputan6.com, Little Rock - Enam puluh sembilan tahun lalu, memiliki seorang presiden berkulit hitam seperti Barack Obama, mungkin tak ada dalam imaji warga Amerika Serikat. Yang terliar sekalipun.

Sembilan siswa kulit hitam bahkan harus 'dikawal' 1.000 pasukan penerjun payung (paratrooper) dari 101st Airborne Division agar bisa masuk sekolah di Central High School di Little Rock, Arkansas yang mayoritas muridnya berkulit putih pada 25 September 1957.

Atas perintah Presiden Amerika Serikat, Dwight D Eisenhower para serdadu berdatangan ke sekolah tersebut pada malam sebelumnya, mengenakan pakaian tempur dan membawa senapan yang dilengkapi bayonet.

Para tentara mengambil alih pengamanan dari pihak kepolisian lokal, menyusul kekacauan yang terjadi selama tiga pekan lamanya.

Dengan pengawalan penuh itu, para siswa, yang terdiri atas enam perempuan dan tiga pria, akhirnya bisa berjalan menuju gedung sekolah.

Di luar pagar betis aparat, sekitar 1.500 warga kulit putih berdemonstrasi, tujuh di antara mereka ditahan.

Sementara itu, para siswa di dalam gedung sekolah mendapat peringatan dari Jenderal Edwin Anderson Walker bahwa siapapun yang menimbulkan gangguan terkait kedatangan sembilan siswa kulit hitam akan diserahkan ke kepolisian setempat.

Segregasi berdasarkan ras dan warna kulit kala itu masih merebak di Amerika Serikat.

Pada 1954, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang menyebut bahwa segregasi sekolah adalah tindakan yang tidak konstitusional.

Keputusan tersebut dipicu kasus yang diajukan asosiasi yang memperjuangkan kemajuan warga kulit berwarna atau National Association for the Advancement of Coloured People (NAACP), yang mempersoalkan siswi perempuan di Kansas yang dipaksa bersekolah di lembaga pendidikan untuk murid berkulit hitam.

Namun, Gubernur Arkansas, Orval Faubus menolak putusan MA tersebut. Little Rock kemudian menjadi simbol perlawanan kubu selatan terhadap upaya pemerintah untuk menyatukan warga Amerika Serikat.

Pada 2 September tahun itu, gubernur memerintahkan pasukan negara bagian Arkansas untuk menghentikan sembilan anak kulit hitam yang diterima di SMA Little Rock. Tiga bulan kemudian, hakim federal memerintahkan agar aparat tersebut ditarik.

Namun, massa kulit putih kemudian turun ke jalan. Wali kota pun meminta bantuan presiden untuk mengatasi kekacauan.

Lewat pidato yang disiarkan di televisi pada 24 September 1957, Presiden Dwight D Eisenhower menjelaskan alasannya menerjunkan pasukan ke Little Rock.

"Kehendak massa tak boleh menyingkirkan keputusan pengadilan," kata dia.

Masing-masing murid, yang dijuluki 'Little Rock Nine' mendapatkan pengawalan pribadi sepanjang tahun, namun aparat tak diizinkan masuk ke ruang kelas, kamar mandi atau ruang ganti.

Mereka masih mengalami penghinaan, ancaman, dan kekerasan setiap hari. Sejumlah siswa meludahi murid-murid berkulit hitam, meneriakkan kata-kata bernada menghina seperti 'babon'.

Tak jarang, ada siswa lain yang menjatuhkan buku dari tangan mereka dan menendangnya ketika membungkuk untuk mengambilnya.

 

Saksikan video terkait Amerika Serikat berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertemuan 2 Antagonis

Sejumlah peristiwa bersejarah lainnya juga terjadi pada 25 September. Pada 1937, diktator fasis Italia Benito Mussolini tiba di Munich Jerman untuk melakukan pembicaraan selama 5 hari dengan pemimpin Nazi Adolf Hitler.

Keberangkatan Mussolini dilepas ribuan pendukung. "Segera kembali!," teriak kaum fasis saat kendaraan yang membawa pemimpin mereka melaju menuju stasiun -- di mana kereta api dengan gerbong anti-peluru menunggunya.

Mussolini diperlakukan sebagai tamu sangat terhormat. Di Jerman, ia menghadiri serangkaian jamuan makan, kunjungan, inspeksi, dan konferensi. Untuknya juga digelar manuver militer Jerman terbesar dan termegah yang pernah disaksikan.

Semua itu dilakukan Hitler untuk merayu Mussolini, mati-matian mencegah agar Italia tak ditarik ke dalam aliansi Inggris dan Prancis.

Kala itu Paris yang berperang dengan Jerman, masih berharap agar Italia menjadi negara netral.

Di bawah Pakta Locarno pada 1926, Italia berkewajiban membantu Prancis jika di masa depan negara itu diserang Jerman.

Setelah kunjungan itu Mussolini dan Hitler bersahabat. Keduanya membuat aliansi yang menyeret Italia ke pusaran Perang Dunia II di pihak Jerman pada 1940.

Sejarah lain mencatat pada 25 September 1810, Herman Willem Daendels meresmikan pindahnya kota Bandung yang dipimpin Bupati R.A. Wiranatakusumah II. Tanggal 25 September kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Bandung.

Sementara itu, pada 25 September 1962, Republik Demokratik Aljazair secara resmi berdiri di mana Ferhat Abbas terpilih menjadi presiden.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.