Sukses

Kemlu: 3 WNI yang Disandera Abu Sayyaf pada 2017 Sudah Dibebaskan

Wamenlu RI menjelaskan, tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf tahun 2017, sudah dibebaskan.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri RI, A.M Fachir menjelaskan pada 17 September 2018 bahwa tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf tahun lalu, sudah dibebaskan.

Ketiga sandera yang dibebaskan antara lain Hamdan Salim, Subandi Sattuh dan Sudarlan Samansung. Mereka disandera sejak 18 Januari 2017 saat menumpangi perahu di perairan Pulau Taganak, Provinsi Tawi-Tawi, Filipina selatan.

"Untuk saat ini saya hanya bisa mengatakan, mengonfirmasi itu benar bahwa tiga WNI kita yang disandera sejak januari 2017 itu bebas," kata Fachir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/9/2018).

Saat ini, kondisi tiga WNI tersebut dalam keadaan sehat. Kendati demikian, Fachir belum bisa membeberkan detail keberadaan mereka, demi alasan keamanan.

"Satu dua hari ini ada perkembangan kita akan sampaikan. Saat ini kita tidak bisa menyampaikan detailnya dulu karena menyangkut pertimbangan keamanan," ucapnya.

Sebelumnya, kabar itu mencuat setelah media asing memberitakan bahwa tiga WNI yang diculik kelompok militan Abu Sayyaf di perairan Malaysia awal tahun 2017 lalu akhirnya dibebaskan.

Kelompok Abu Sayyaf yang terafiliasi ISIS telah melakukan berbagai aksi penculikan terhadap nelayan WNI yang melaut di perairan Sabah, Sulawesi Utara, atau Filipina selatan.

Pada Desember 2016-Januari 2017, tujuh WNI diculik dan disandera kelompok itu. Sebagian besar berhasil dibebaskan per Januari 2018, berkat upaya pemerintah RI yang bekerja sama dengan otoritas setempat. Sementara sisanya diketahui melarikan diri dari jerat sandera Abu Sayyaf, hingga akhirnya ditemukan oleh otoritas Filipina, yang kemudian menyerahkan mereka kepada pemerintah Indonesia.

Namun, terjadi kasus penculikan terbaru pada 11 September 2018. Dua nelayan WNI dilaporkan diculik oleh sekelompok orang bersenjata dan berlogat Sulu (khas Filipina selatan, yang digadang-gadang sebagai sarang kelompok Abu Sayyaf) saat sedang melaut di perairan Semporna, Sabah, Malaysia. Pihak KBRI Kuala Lumpur memastikan bahwa dua nelayan yang diculik berstatus sebagai WNI, berinisial SS dan UY, berasal dari Provinsi Sulawesi Barat.

Ketika ditanya apakah kasus terbaru merupakan aksi dari kelompok Abu Sayyaf, pihak KBRI Kuala Lumpur menjelaskan, "Kami belum bisa memastikan atau pun berspekulasi seperti itu," ujar Fungsi Pensosbud Agung Sumirat kepada Liputan6.com, Kamis 13 September 2018.

"Saat ini, fokus utama Perwakilan RI di Malaysia adalah berupaya berkoordinasi dengan pihak Malaysia untuk konsolidasi informasi tentang kejadian tersebut dan mengupayakan keselamatan kedua nelayan," ujar Agung.

 

Reporter: Titin Supriatin, Merdeka.com

 

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kasus Terbaru

Sebelumnya, dua nelayan Indonesia dilaporkan diduga diculik di perairan Semporna, sebuah kota di Sabah, Malaysia, dalam sebuah jam malam, sekitar pukul 01.00 dini hari waktu setempat pada Selasa 11 September 2018, menurut laporan outlet surat kabar Singapura.

Menurut sumber, empat awak kapal nelayan baru saja berlabuh di dermaga Pulau Gaya di Semporna.

Telah diketahui bahwa sekitar jam 1 pagi, salah satu anggota kru mendengar suara mesin perahu pompa yang mendekat dan pasokan listrik kapal mereka tiba-tiba terputus.

Dua dari awak kapal, yang bersembunyi di dalam kompartemen kapal penangkap ikan, mendengar orang-orang yang berbicara dalam logat Suluk (kemungkinan besar orang Filipina) dan melalui lubang, melihat dua orang bersenjata dari kelompok itu.

Sekitar satu jam kemudian, dua nelayan keluar dari persembunyian tetapi menemukan dua teman mereka hilang, beserta sistem komunikasi radio kapal, demikian seperti dilansir The Strait Times, Selasa, 11 September 2018.

Orang-orang yang selamat dikatakan telah mengajukan laporan di kantor polisi Semporna, Sabah Malaysia.

Pihak berwenang dari Departemen Kepolisian dan Komando Keamanan Sabah Timur (Esscom) telah mengonfirmasi insiden itu, tetapi rincian lebih lanjut tentang itu masih dipastikan.

Ini akan menjadi insiden penculikan pertama dalam hampir dua tahun.

Jam malam di Sabah berlaku mulai petang menjelang fajar. Kebijakan itu pertama kali diterapkan empat tahun lalu, menyusul maraknya kejahatan di perairan. Itu kemudian diperpanjang hingga 13 September 2018.

Detailnya, kebijakan itu berlaku mulai jam 06.00 sore sampai jam 06.00 pagi mencakup wilayah hingga tiga mil laut dari Tawau, Semporna, Kunak, Lahad Datu, Kinabatangan, Sandakan dan Beluran.

Pemerintah dan Kepolisian RI memastikan telah berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk menyelematkan dua nelayan WNI tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.