Sukses

Program Kredit Melawan Rentenir OJK di Sumsel Sentuh Rp 30 miliar

Program Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR) sudah diikuti 2.900 debitur.

Liputan6.com, Palembang- Program Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR) telah menyalurkan permodalan kepada UMKM di Sumatera Selatan sebesar Rp 30 miliar hingga kuartal I-2024.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, OJK melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) telah bekerja sama dengan Pemerintah daerah untuk menggenjot permodalan kepada UMKM.

"Kalau kita lihat akses permodalan ini kita juga dukung program yang namanya kredit pembiayaan melawan rentenir, yang kalau di Sumatera Selatan datanya sekitar sudah diikuti 2.900 debitur dengan angka hampir Rp30 miliar," kata Friderica yang akrab disapa Kiki, saat ditemui di Palembang, Senin (27/5/2024)

Dia menuturkan, program Kredit Pembiayaan Melawan Rentenir sangat efektif untuk membantu UMKM mendapatkan akses pembiayaan. Selain itu, program itu juga dikembangkan OJK untuk menyasar pelaku usaha muda supaya mendapatkan permodalan dengan skema layanan urun dana.

"Ini juga salah satu akses yang bisa dilakukan oleh UMKM untuk mendapatkan akses pembiayaan untuk mendukung permodalannya, terus tadi saya sampaikan ini juga bisa dicoba untuk anak muda ini layanan urun dana, ini juga merupakan komitmen OJK untuk mendukung UMKM," ujar dia.

Program tersebut, kata Kiki merupakan salah satu bukti nyata OJK sangat mendukung UMKM.

Adapun proporsi penyaluran kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit oleh perbankan di Sumatera Selatan tumbuh sebesar 23,95 persen atau senilai Rp39,75 triliun pada kuartal I-2024.

Rasio ini menunjukkan sektor perbankan terus berupaya untuk mendukung penyaluran kredit/pembiayaan kepada UMKM dalam memenuhi target Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) sebesar 30 persen di tahun 2024.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

OJK Blusukan ke Pelosok Desa Buat Hajar Rentenir hingga Pinjol Ilegal

Sebelumnya, bukan rahasia lagi banyak masyarakat di pelosok desa yang terjerat rentenir hingga pinjaman online ilegal (pinjol ilegal). Untuk mengatasinya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan wilayah perdesaan.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, peningkatan inklusi keuangan juga penting untuk meningkatkan kapasitas masyarakat agar tidak mengakses aktivitas ilegal di sektor jasa keuangan. Semisal rentenir hingga pinjol ilegal. 

"Ini adalah salah satu tujuan paling penting untuk mempercepat inklusi keuangan, yang berarti mengentaskan kemiskinan dan memberdayakan masyarakat kita melalui percepatan integrasi ke dalam perekonomian masing-masing negara anggota ASEAN," kata Mahendra dalam acara Seminar on Financial Inclusion ASEAN di Senayan JCC, Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2023).

Dikatakannya, Visi ASEAN 2025 mengenai inklusi keuangan memiliki sasaran yaitu menurunkan rata-rata eksklusi keuangan dari 44 persen menjadi 30 persen. Atau meningkatkan persentase inklusi keuangan menjadi 70 persen dan meningkatkan kesiapan infrastruktur inklusi keuangan dari 70 persen menjadi 8 persen.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menjelaskan, berbagai program dan kebijakan yang telah dan akan dijalankan OJK untuk terus mendorong inklusi keuangan di masyarakat pedesaan. 

3 dari 5 halaman

Pembentukan TPAKD

Antara lain melalui pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) yang saat ini sudah mencapai 495 TPAKD di 34 provinsi. Kemudian, OJK secara konsisten terus melakukan inovasi untuk mendorong percepatan inklusi keuangan di seluruh daerah dengan menerapkan program Ekosistem Keuangan Inklusif yang sudah terbentuk di 35 desa.

"Inklusi keuangan adalah kunci untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan serta mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Friderica.

Menurut Friderica, perkembangan program inklusi keuangan seperti TPAKD menunjukkan korelasi positif dengan peningkatan indeks inklusi keuangan di perdesaan. 

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2022, indeks inklusi keuangan di perdesaan meningkat dari 68,5 persen pada tahun 2019 menjadi 82,7 persen pada tahun 2022. Sedangkan di perkotaan meningkat dari 83,6 persen pada tahun 2019 menjadi 86,7 persen pada tahun 2022. 

"Hal ini secara signifikan mempersempit kesenjangan indeks inklusi keuangan antara pedesaan dan perkotaan dari 15 persen pada tahun 2019 menjadi 4 persen pada tahun 2022," ujarnya mengakhiri. 

 

 

4 dari 5 halaman

ASEAN Berambisi Pangkas Eksklusi Keuangan Jadi 30 Persen di 2025

Sebelumnya, negara anggota ASEAN memiliki target dalam memajukan inklusi keuangan di kawasan hingga 2025. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, target tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan akses, penggunaan, dan kualitas inklusi keuangan terbaik di ASEAN.

"Target yang dikuantifikasi untuk tahun 2025 adalah mengurangi rata-rata eksklusi keuangan di ASEAN dari 44 persen menjadi 30 persen," kata Mahendra dalam acara  ASEAN Fest 2023: OJK Seminar on Financial Inclusion yang disiarkan secara daring pada Kamis (24/8/2023).

Ada juga target untuk meningkatkan kesiapan infrastruktur inklusi keuangan di negara ASEAN dari 70 persen menjadi 85 persen, papar Mahendra, mengutip perkiraan dari UN Capital Development Fund (UNCDF).

"Jadi, sudah sampai di mana kita sekarang? Secara keseluruhan tingkat eksklusi di ASEAN telah menurun secara signifikan antara tahun 2017 dan 2022 dari 46 persen menjadi 32,6 persen. Itulah kabar baiknya," ungkapnya. 

Mahendra mencatat, ada lima negara anggota ASEAN yang berhasil menurunkan tingkat eksklusi inklusi keuangan di bawah 30 persen, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia Singapura, dan Thailand.

5 dari 5 halaman

Namun, di Atas 30 Persen

Namun, dia menambahkan, masih ada lima negara anggota ASEAN yang tingkat eksklusi keuangannya lebih tinggi dari 30 persen.

"Itu adalah perpaduan antara kabar baik dan buruk dalam satu informasi. karena meskipun kita mungkin sudah mencapai target di kawasan, kita masih mempunyai risiko besar untuk gagal mencapai target tersebut di masing-masing negara ASEAN karena kesenjangan inklusi keuangan antar anggota," imbuhnya.

Mahendra pun membeberkan empat hasil yang ditargetkan negara anggota ASEAN untuk mendukung kemajuan inklusi keuangan, yaitu:

Mendukung strategi dan implementasi inklusi keuangan nasional, meningkatkan peningkatan kapasitas negara anggota ASEAN untuk meningkatkan ekosistem inklusi keuangan, serta mempromosikan inovasi inklusi keuangan melalui platform digital.

Adapun dorongan untuk meningkatkan kesadaran mengenai pendidikan keuangan dan perlindungan konsumen.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini